Chapter 10

436 72 13
                                    

Jangan lupa klik tombol bintang sebelum membaca

⭐⭐⭐

.

.

.

.

.

-

"Aku paham sekarang, alasan kau membiarkanku sekarat karena overdosis dulu. Kau ingat?"

Kepala Ryo mulai terangkat, sorot matanya langsung mengarah padaku.

Ryo mengangguk lalu perlahan mulai membuka mulut, "Apa yang anda pahami?"

Aku dan Ryo saling bertatapan dengan tajam, "Kau . . ingin membiarkanku mati kan. Karena itu kau tidak pernah melaporkan apapun pada Aniki. Semua masalah yang kutimbulkan sampai hal-hal yang kulakukan untuk merusak diriku sendiri."

"Apa nona ingat apa yang nona katakan padaku ketika kita pertama bertemu?" Tanya Ryo lagi.

Aku mengingat-ingat sejenak, lalu tersenyum ketika mengingatnya. Aku pun mengangguk, lalu mulai menjawab.

"Bunuh aku." Aku pun terkekeh.

Ryo melanjutkan, "Bunuh aku. Aku telah membuat ayahmu mati seharusnya kau membunuhku bukan menjagaku. Aneh rasanya mendengar kalimat itu keluar dari mulut seorang gadis berusia 11 tahun."

Ryo sangat ingat apa yang ku katakan. Namun itu memang benar, ayah Ryo meninggal karena melindungiku. Alhasil, Ryo lah yang menggantikan tugasnya sebagai penjagaku. Pertemuan pertamaku dengan Ryo memang tidak begitu baik.

"Bahkan meski kita sudah di Amerika nona masih sering mengatakannya. Sejujurnya dari awal aku memang sangat membenci anda karena telah merusak hidup saya."

"Aku tau. Aku melihat kebencian dan kesengsaraan di matamu, karena itu aku selalu menyuruhmu untuk membunuhku. Tapi pada akhirnya, kau tetap menyelamatkanku. Nande?"

Ketika aku menggeliat kesakitan diatas ranjang, aku melihat Ryo yang berdiri memunggungiku. Aku tau dia mendengar rintihan bahkan teriakanku, namun dia hanya diam. Kupikir itulah saatnya, aku akan terbebas dari semua rasa sakitku. Tapi, Ryo tiba-tiba saja berlari menggendongku keluar menuju rumah sakit terdekat.

Ryo tersenyum tipis, tatapannya mulai sayu. "Semakin lama saya mengenal nona, semakin saya mengerti diri nona yang sebenarnya. Dulu saya selalu iri kepada nona karena ayah saya lebih memprioritaskan nona daripada putranya sendiri. Namun, sekarang saya mengerti alasan ayah saya bersikap seperti itu."

"Kau berkuliah di Universitas Tokyo jurusan Kedokteran, cita-citamu ingin menjadi dokter. Jika itu tidak berhasil kau ingin menjadi aktor."

Ryo menatapku terkejut, "Bagaimana nona bisa tau?"

"Ayahmu selalu bercerita tentangmu. Dia menyayangimu lebih dari yang kau tahu." Ryo tersenyum mendengarku.

"Nona juga berubah setelah kejadian overdosis itu. Yah, nona masih suka membuat masalah tapi nona sudah tidak menyiksa diri sendiri lagi."

Obrolan kita terpotong sejenak karena pemilik warung datang membawa adonan monjayaki. Ryo pun mulai memasaknya di atas plat besi sementara aku melanjutkan pembicaraan.

"Ketika kau menggendongku berlarian di lorong apartemen, menuruni tangga karna lift rusak, sampai kau melepas tanganku ketika aku memasuki UGD, aku terus teringat wajahmu. Mata yang merah dan sembab, serta raut muka yang ketakutan sekaligus khawatir. Aku bahkan masih mengingatnya sekarang. Saat itu yang ada di pikiranku adalah, apa-apaan pria ini? Bukankah awalnya dia ingin membiarkanku mati? Kenapa sekarang jadi cengeng begini?"

F*ck Low, I'm High Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang