11. Kunci Kamar

2.2K 178 13
                                    

Rino dan Jian memang sempat bertukar nomor tadi pagi. Lebih untuk berjaga-jaga jika ada sesuatu yang hanya bisa disampaikan via telepon atau chat. Belum berganti hari, Jian sudah menelepon Rino.

Apa ada sesuatu yang penting? Rino berpikir sejenak.

"Siapa, Kak?" tanya Felix sembari duduk di salah satu sofa.

"Ah, teman sekamar saya, Lix." Rino tersenyum. "Sebentar, ya."

Felix mengangguk. "Santai aja, Kak."

Rino lalu mengangkat panggilan tersebut. "Halo, Jian?"

"Kak Rino lagi di mana?" Suara Jian terdengar. "Jian kangeeeen."

Rino langsung speechless. Rino sampai menjauhkan handphone lalu memandang benda persegi panjang tersebut seolah Jian bisa melihatnya.

Lama-lama Rino bisa gila kalau begini caranya!

"Kak Rino?" Suara Jian terdengar lagi.

"Jian, jangan main-main." Rino menghela napas, kembali mendekatkan ponsel ke telinga.

Tawa Jian mengalun lembut. "Aku bercanda, Kak."

Rino menggeleng-geleng.

"Kalau mau dianggap serius juga boleh banget."

"Jiandra ...."

"Ini aku lagi di depan pintu kamar, tapi pintunya kekunci. Aku kelupaan bawa kunci yang buat aku pegang. Ada di dalam kantung celana satunya di kamar." Jian meringis.

Astaga! Rino memijat pelipisnya.

"Kamu tetap di situ. Saya ke sana sekarang." Rino bergegas berdiri.

"Emangnya nggak apa-apa, Kak?" Jian bertanya. "Kak Rino nggak lagi kelas atau semacamnya?"

"Saya lagi di tempat teman. Saya ke asrama sekarang," sahut Rino.

"Kalau ada urusan penting, nanti aja nggak apa-apa, Kak." Jian terdengan tulus. "Apalagi kalau Kakak sama crush Kakak sekarang."

Rino langsung terbeliak.

Jian ... Bagaimana bisa dia bilang seperti itu?

"Kak, aku bercandaaaa." Jian merengek begitu Rino terdiam beberapa saat. "Jangan diem gitu, dong. Aku takut."

"Jian ...." Rino mengusap wajah frustrasi. "Jangan aneh-aneh."

"Aku beneran nggak bisa masuk, Kaaaak." Jian menjelaskan. "Yang ini serius. Bercandanya bagian crush-crush itu, ih."

Cobaan apa lagi ini, pikir Rino.

"Saya segera ke sana. Tunggu di situ, ya."

Setelahnya, Rino menutup panggilan.

"Kenapa, Kak?" Felix bertanya

"Teman sekamar saya nggak bisa masuk ke kamar, Lix. Kunci yang dia pegang ketinggalan di kamar." Rino menepuk kedua paha, bersiap untuk pergi. "Maaf, ya? Kasihan dia kalau harus menunggu."

"Nggak apa-apa, Kak." Felix tersenyum. Cowok dengan paras cantik itu mendekat. Ditaruhnya rok di tangan ke meja. "Kakak mau aku antar?"

Rino berpikir sebentar. "Apa nggak masalah?"

"Ya ampun, Kak." Felix tertawa kecil. "Santai aja sama aku. Bentar, aku pasang celana dulu ya."

Rino mengangguk. "Terima kasih, Lixie."

"Ganti makasihnya sama bantu aku milihin rok nanti." Felix memajukan bibir bawah, yang mana terlihat sangat amat menggemaskan di mata Rino. "Gimana, Kak?"

Rino terkekeh kecil. "Dengan senang hati, Lixie."

Rino berpisah dengan Felix begitu Felix mengantar hingga area parkir asrama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rino berpisah dengan Felix begitu Felix mengantar hingga area parkir asrama. Begitu sampai, Rino langsung masuk ke gedung asrama dan menuju lantai di mana kamar dirinya serta Jian berada.

Sesampainya, Rino bisa melihat Jian tengah berjongkok di dekat pintu sambil memainkan handphone.

"Jian," sapa Rino.

Jian menoleh. Wajahnya cemberut. "Kakak lama."

"Maaf." Rino meringis. Dirogohnya kunci lalu membuka pintu kamar. "Lagi pula, kamu sendiri yang lupa dengan kunci yang kamu pegang."

"Buru-buru soalnya." Jian manyun.

Rino menggeleng-geleng sembari masuk kamar. Begitu pula dengan Jian yang langsung merogoh keranjang pakaian kotor.

Rino meletakkan tas, meregangkan badan. Begitu menoleh, dilihatnya Jian tengah merogoh saku celana yang ada di pakaian kotor. "Ketemu?"

Jian menggeleng. "Aneh bangeeet. Perasaan seingetku aku nyimpannya di sini."

"Coba cari dengan benar, Jian." Rino ikut berdiri.

"Kak Rino coba rogoh saku celananya. Siapa tau malah sama Kakak," pinta Jian.

Meskipun mengernyit, Rino tetap refleks meraba saku celananya. "Tidak ada, Ji—" Ucapan Rino terputus ketika merasakan sesuatu di sakunya.

Jian menelengkan kepala. "Kenapa, Kak?"

Rino dengan segera merogoh saku dan mengeluarkan kunci kamar satunya. Segera, wajahnya menunjukkan raut bersalah. "Maaf, Jian."

Jian cemberut. "Males, ah!"

"Jiandra ...."

"Cium dulu, baru aku maafin. Mau dicium sambil Kakak remesin pantatku. Pengen digrepe-grepe Kak Rino sampai mendesah keenakan. Gimana?"





roommate; minsung 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang