10. Panas Dingin

2.2K 168 18
                                    

Jangan tanya bagaimana keadaan Rino. Rino tergelagap, bingung harus merespons apa soal pertanyaan Felix yang bertanya rok mana yang disukainya.

Di mata Rino, semua rok mini itu sangat pendek. Benar-benar definisi mini. Kalau Felix mengenakan entah yang mana pun itu, lalu cowok itu menungging sedikit saja, Rino yakin pantat Felix akan terekspos.

Membayangkannya saja sudah membuat Rino panas dingin.

Felix itu sangat cantik di mata Rino. Kulitnya begitu halus tanpa cela. Jika yang terlihat mata saja sudah sangat memesona, apalagi kalau sampai Felix memamerkan kulit di bagian intim seperti pantat atau paha dalam.

Sial!

Apa yang sebenarnya Felix pikirkan?

Rino mulai pusing sendiri.

"Kak Rino?" Felix menyentuh pundak Rino. "Kakak kenapa?"

"Ah." Rino mengangkat wajah. Dia tidak harus menjawab apa. "Itu ...."

Felix menelengkan kepala sedikit. "Apa aku coba satu-satu aja, ya? Biar Kak Rino bisa liat langsung."

Astaga .... Rino semakin frustasi dalam hati.

Bagaimana dia bisa bertahan kalau begini-

"Aku lepas celana dulu, deh." Felix mulai melepas kait celananya. "Aku ganti di sini nggak apa-apa, ya?"

MATI! Rino semakin panik dibuatnya. Bisa-bisa dia mati di tempat kalau sampai Felix merealisasikan kata-kata itu.

Sementara, Felix tampak santai sekaligus serius dengan perkataannya. Cowok itu kelihatan sama sekali tidak bercanda. Dengan tenang, Felix mulai membuka kait celananya lalu menurunkan resleting. Gerakannya begitu halus ketika menurunkan celana di depan Rino. Seolah tanpa ada rasa malu sedikit pun.

Rino menenggak ludah. Persis seperti bayangannya, kedua kaki jenjang Felix yang telanjang terlihat begitu indah. Kulit halus tanpa cacatnya seakan mengundang Rino agar segera menyentuhnya. Dari ujung jemari hingga pangkal pahanya, Felix terlihat sangat menawan.

Sialan!

Rino meremas sebelah tangan, berusaha menahan diri agar tidak bereaksi berlebihan. Namun, usaha tersebut sepertinya sia-sia.

Ketika Felix mengangkat sedikit kemeja yang dia kenakan, Rino bisa melihat Felix hanya mengenakan celana dalam tipis berwarna pink.

Iya, pink.

Celana dalam Felix berbahan kain yang sangat tipis. Rino bisa melihat siluet pantat sintalnya, juga kontol mungil Felix yang terlihat sangat menggemaskan. Bahkan Rino bisa mendapati dengan jelas kalau kepala kontol Felix terlihat begitu pink dan menyembul malu-malu.

Tanpa sadar, Rino menenggak ludahnya untuk ke sekian kali.

Ini mengingatkannya dengan ... Jian.

"Kak?" panggil Felix.

"Hm?" Rino mengangkat tatapan menjadi memandang wajah Felix.

"Gimana penampilanku?" Felix bertanya dengan senyum yang terlihat malu-malu. "Kakak suka?"

Rino mengerjap. "Lix ...."

"Ah, iya. Roknya." Felix buru-buru mengambil salah satu rok acak. "Aku coba yang ini, ya? Nanti Kakak kasih pendapat cocok atau nggak."

Jujur, Rino tidak bisa fokus. Tatapannya tertuju ke paha Felix yang begitu mulus dan putih. Terlihat ramping dan sangat indah. Rasanya, paha Felix akan begitu pas di tangan Rino saat dia meremas paha putih Felix yang tanpa cela itu.

Felix sendiri justru tersenyum ketika melihat Rino seperti terpesona menatapnya. Dengan gerakan perlahan, Rino mengangkat sebelah kaki untuk memasukkan tungkai kakinya ke rok. Felix bahkan seakan sengaja melambatkan gerakannya agar Rino bisa melihat jelas bagian intimnya.

Tepat saat Felix hendak memakai rok, perhatian Rino teralihkan begitu handphone di saku celananya bergetar.

Seseorang meneleponnya.

"Lix, maaf. Ada telepon. Sebentar, ya?" Rino merogoh handphone dari saku celananya.

Felix mengangguk. Gerakannya terhenti. "Iya, Kak."

Rino melihat siapa yang memanggil.

Jian.










roommate; minsung 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang