"Pak Chris?" ulang Rino.
Sam mengangguk. "Kebetulan beliau ada di ruangan dosen. Lebih baik kita ke sana sekarang."
Sebenarnya, Rino sedikit ragu. Apalagi setelah mendengar nama dosen yang memiliki informasi pekerjaan itu. Terlebih, Sam tidak memberitahu jenis pekerjaan apa yang dimaksud.
"Halooo! Ada orang di sana?" Sam menjentikkan jari di depan wajah Rino. "Kamu mau atau tidak?"
"Baiklah, baiklah!" sahut Rino. Sebelah tangannya lantas menutup pintu kamar dari luar. "Ayo!"
Rino menyejajarkan langkah di samping Sam. Ruang dosen ada di gedung utama. Perlu beberapa menit dari asrama untuk sampai ke sana.
"Kamu dapat informasi ini dari mana?" Rino melirik Sam di sebelahnya.
"Dari Pak Chris langsung," jawab Sam. "Pak Chris butuh seseorang untuk dipekerjakan sebagai guru privat anaknya. Siapa tau ada mahasiswa yang berminat."
"Oh, ya?" Rino sedikit bingung. "Memangnya kapan Pak Chris bilang begitu?"
"Kamu nggak percaya denganku?"
"Bukan begitu, Sam." Rino menggeleng. "Cuma heran sedikit."
"Heran?" ulang Sam. Keningnya mengernyit. "Memang kenapa?"
"Kenapa harus mahasiswa?" Rino bertanya. "Kalau memang ingin mengajari anaknya privat, bukannya Pak Chris bisa mempekerjakan guru profesional?"
"Jangan tanya padaku." Sam mengangkat kedua tangan sebatas telinga. "Kamu bisa tanya sendiri saja nanti."
Rino mendelik. "Memang tidak bisa diharapkan."
"AKU DENGAR!" Sam tidak terima.
Begitu keluar dari gedung asrama, Sam langsung menarik Rino menuju mobilnya yang terparkir di depan asrama. Segera saja Rino membuka pintu depan lalu duduk di samping Sam.
"Setelah ini kamu ada kelas?" tanya Rino ketika Sam mengemudikan mobil keluar area asrama lalu bersiap masuk ke area gedung utama.
Sam menggeleng. "Setelah ini aku pulang."
"Pasti bolos." Rino berkomentar.
"Jaga mulutmu itu!" Sam tidak terima lagi.
"Mulutmu saja yang dijaga sebelum aku sumpal dengan tisu."
Tak ayal, Sam langsung mingkem. Agak keki juga karena Rino mainnya sumpal-menyumpal dengan tisu. Jangan tanya karena Sam sudah pernah dianiaya begitu oleh Rino.
Tidak perlu lama, mobil yang mereka tumpangi sampai di depan gedung utama. Rino bergegas turun dari mobil.
"Aku antar sampai sini aja, ya?" Sam menurunkan kaca mobil begitu Rino sudah turun.
Rino mengibaskan tangan. "Terima kasih, Sam."
"Good luck!"
Rino langsung menuju ruangan dosen. Diketuknya pintu ruangan tersebut beberapa kali.
"Masuk!"
Itu suara Pak Chris.
Rino menarik napas lalu membuka pintu. Yang dia lihat pertama kali adalah hanya ada Pak Chris. Dosen lain entah ke mana. Mungkin mengajar atau bagaimana.
"Oh, ternyata Rino." Pak Chris tersenyum. "Kemari."
Rino mengangguk kecil, menghampiri Pak Chris yang tengah duduk di meja kerjanya. "Pak Chris—"
"Panggil Chris saja, Rino." Chris menyela. Tatapannya tertuju menatap wajah Rino. Seulas senyum kembali dia berikan. "Silakan duduk."
Rino sudah tau ini pertanda buruk!
Akan tetapi, Rino tetap duduk di salah satu kursi. Chris di depannya tampak anteng membaca beberapa lembar kertas di sebelah tangan. Kacamata bertengger di hidung mancung Chris. Dengan setelah kemeja yang kedua lengannya digulung sebatas siku, aroma parfum maskulin yang familier bagi Rino, serta wajah serius, Chris terlihat menawan.
Tidak berubah memang, pikir Rino.
"Oke. Ada apa, Rino?" tanya Chris seraya meletakkan kertas di meja.
"Sam bilang kalau Bapak—"
"Chris," sela Chris, mengoreksi.
Rino menghela nafas panjang. "Sam bilang kalau kamu mencari guru privat untuk anak kamu."
"Ah, ya." Chris tersenyum. "Kamu tertarik?"
"Tergantung." Rino mengedikkan pundak.
"Tergantung?"
"Kalau ini tipuan, saya tonjok kamu sampai babak belur," ancam Rino.
Chris malah tertawa. "Galak, seperti biasanya."
"Jadi ini memang tipuan?" Raut wajah Rino menjadi kesal. "Harusnya saya udah tau!" Rino bergegas ingin berdiri.
"Tahan dulu, Rino." Chris menenangkan. "Iya, memang saya mencari guru privat untuk anak saya. Namun, baru saja neneknya bilang kalau sudah menemukan guru yang cocok. Begitu."
"Alasan." Rino masih kesal. "Sudahlah! Buang-buang waktu saja."
"Rino." Chris menahan lengan Rino, refleks. "Duduk dulu."
"Apa lagi?" Rino mendelik.
"I miss you."
Harusnya Rino sudah duga hal ini.
"Tidak cukup membohongi saya dulu, sekarang pun kamu berbohong." Rino menarik lengannya dari genggaman Chris.
"Saya tidak bohong, Rino. Saya memang kangen kamu."
"Bukan itu, bodoh!" sembur Rino. "Pasti ini akal-akalan kamu agar Sam membawa saya ke sini, kan?"
"Sudah saya bilang kalau tentang guru privat itu bukan tipuan." Chris keukeuh.
Rino mencibir. "Ya, ya. Apa pun katamu."
"Tanya saja dengan Ryujin atau Lia. Mereka sekelas dengan Sam hari ini. Pasti mereka mengamini saya sempat memberitahu kelas mereka kalau saya sempat mencari guru privat untuk anak saya."
Walaupun itu benar, tetap saja rasa kesal Rino tidak berkurang apalagi hilang. "Sudah selesai? Saya mau pulang!"
Rino langsung berdiri lalu berjalan ke arah pintu.
"Rino."
Gerakan Rino ingin membuka pintu langsung terhenti. Namun, dia tidak menoleh apalagi menyahut Chris.
"Kalau kamu berubah pikiran, datang ke saya," kata Chris lagi.
Rino mendecih kecil. Tanpa menunggu lama, dia keluar dari ruang dosen. Langkah kakinya dengan cepat menyusuri jalan menuju pintu keluar gedung utama. Begitu sampai di luar, Rino menyandarkan punggung ke salah satu dinding. Kepalanya mendongak dengan kedua tangan terkepal.
Chris sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
roommate; minsung 🔞
Fanfic❝Kak Rino ganteng. Mau jadi pacarku nggak? Aku jago goyang di ranjang, lho.❞ Rino awalnya tidak senang dengan gagasan mendapat teman sekamar baru semester ini. Namun, dia berubah pikiran ketika melihat siapa yang akan menjadi teman satu kamarnya. __...