13. Duduk di Pangkuan 🔞

6.3K 218 19
                                    

Rino mengernyit, tidak mengerti. "Apa maksud kamu, Jian?"

"Ya gitu, Kak." Jian kelihatan santai. "Lebih cantik dia atau aku?"

"Dia, siapa?" tanya Rino lagi.

Jian menghela napas. "Crush Kakak. Cowok yang punya freckles terus badannya ramping. Cantikan dia atau aku?"

Rino terbeliak kecil. Dia sedikit tidak menyangka Jian akan bertanya hal seperti itu. Satu hal lagi: dari mana Jian tahu soal Felix?

Jangan-jangan Sam yang—

Sam sialan! Rino mengumpat dalam hati.

"Kamu tau dari Sam?" kejar Rino.

"Sam?" Jian mengerjap. "Itu siapa lagi? Crush Kakak yang lain?"

Astaga! Rino mengusap muka, frustasi.

"Jian, jangan main-main." Rino berdecak kecil.

"Loh? Aku emang nggak tau Sam itu siapa." Jian mengelak dengan ekspresi meyakinkan. "Emangnya dia siapa, Kak?"

Berarti bukan Sam, pikir Rino. Lalu Jian tau dari mana soal Felix?

Apa Jian sempat memergoki Rino yang pergi bersama Felix? Atau malah ... Jian berteman dengan Felix tanpa sepengetahuan Rino?

Rino ingin memastikan tetapi urung. Alih-alih bertanya Jian tau soal Felix dari mana, Rino malah bilang, "Dia bukan siapa-siapa, Jian."

"Masa?" Jian menaruh telunjuk di dagu. "Tapi Kak Rino keliatan mesra banget sama dia."

"Jiandra ...."

"Hm?"

"Jangan bertanya hal yang nggak penting."

Jian kelihatan masih penasaran tapi dia menurut dengan Rino. "Kalau gitu, mending kita ngobrolin yang lain."

Rino mengangguk. "Tadi kelas kamu bagaimana?"

"Nggak asik ngomongin kelas ih." Jian menggeleng. "Kak, kayaknya udah waktunya aku ngasih tau syarat soal yang pagi tadi."

"Oh." Rino teringat kejadian pagi tadi. Tanpa sadar, wajah Rino sedikit memanas. "Apa itu?"

Jian tersenyum. "Aku mau duduk di pangkuan Kakak. Terus Kak Rino peluk aku erat-erat."

Rino terbeliak kecil. Cowok itu menenggak ludah sedikit susah payah. Terbayang pantat Jian yang beberapa kali terekspos di depan mata Rino langsung. Begitu sintal serta mulus tanpa cela. Untuk Rino, pantat Jian begitu bulat dan terlihat kenyal. Sangat mulus hingga persis seperti kanvas yang menggoda untuk diberi beberapa warna keunguan di sana.

"Kakak nggak fokus ih!" Jian mengambek.

Rino langsung sadar dari khayalan. "Nggak, Jian. Saya dengar, kok."

"Mau dipangku sekarang." Jian mengerucutkan bibir.

Rino mulai panas dingin. "Nggak bisa yang lain saja?"

"Nggak. Aku maunya itu!" Jian kekeuh. "Paha Kak Rino kelihatan kekar banget. Tebal. Pasti enak kalau Jian dipangku Kak Rino."

"Jian ...."

Jian tidak menyahut. Dia malah dengan anteng bangun dari kursi belajar lalu menghampiri Rino yang duduk di pinggir ranjang.

Rino sendiri seperti terpana. Seharusnya dia tegas dan tidak membiarkan Jian melakukan sesuatu sesukanya, tetapi Rino malah diam mematung. Dia hanya duduk dengan wajah sedikit mendongak. Tatapannya dan Jian bertemu. Rino lihat Jian tersenyum manis kepadanya.

"Jian naik, ya?" tanya Jian ketika sudah berdiri persis di depan Rino.

Rino mengangguk, memilih membiarkan.

Jian perlahan naik ke atas pangkuan Rino. Dengan satu tangan bertumpu di pundak kokoh Rino, Jian kemudian duduk lalu menyamankan diri di atas kedua belah paha Rino yang begitu kekar dan terasa kuat. Jian bahkan tanpa malu sedikit menggesekkan pantatnya ke paha Rino.

Rino langsung menegang. Susah payah dia menelan ludah agak kasar. Pantat Jian terasa kenyal begitu menduduki kedua paha Rino. Rino bahkan sampai menelan ludah agak kasar, berusaha mengendalikan diri.

Ini ide buruk! Sangat buruk!

Akan tetapi, Rino tidak menyangkal kalau dia .. sedikit menikmati hal ini. Jian begitu pas duduk di pangkuannya. Tatapan Rino dan Jian terus bertemu, tidak terlepas satu sama lain. Dari jarak sedekat ini, Rino akui kalau paras Jian terlihat menggemaskan. Sangat imut, dan cantik.

Benar-benar cantik.

"Kak Rino?" Bilah bibir Jian menyebut nama Rino.

"Hm?"

"Peluk."

Meski agak kaku, sebelah tangan Rino melingkari pinggang Jian. Seperti refleks, Rino menarik badan Jian agar semakin dekat padanya. Tanpa terasa, badan mereka sudah saling menempel. Hanya terhalang pakaian satu sama lain.

"Kak Rino nggak sabaran banget." Jian terkekeh.

"Jiandra ...."

"Aku suka pas Kakak manggil aku kayak gitu." Satu tangan Jian mengelus tengkuk Rino. "Kedengeran seksi."

"Seksi?" ulang Rino.

Jian mengangguk. Cowok itu tersenyum, mendekatkan bibirnya ke dekat telinga Rino dan berbisik. "Seksi dan sensual. Aku suka ngebayangin Kak Rino menggeram rendah sambil desahin namaku. Aku pengen desahin nama Kak Rino juga. Sambil Kakak remas pantatku kuat-kuat, terus Kakak tampar sampai memerah."

"Jian, cukup." Rino memejamkan mata.

"Kenapa?" Jian melingkarkan kedua tangan di sekitar leher Rino.

"Jangan, Jian."

"Kontol Kak Rino gede banget. Belum ngaceng aja udah kerasa jendolannya nekan pantatku. Apalagi kalau keras kayak pagi tadi terus Kak Rino gesekin ke belahan pantat Jian."

"Jian ...."

"See?" Jian dengan sengaja menggoyangkan pantatnya di atas gundukan kejantanan Rino yang tertutup celana. Jian bahkan menekan kontol Rino yang masih belum tegang ke belahan pantatnya yang berbalut celana. "Gede banget, Kak."

Rino menghela napas berat. Perlahan tetapi pasti, tangan Rino merambat ke arah pantat Jian. Diraupnya sebelah pantat Jian. Tanpa permisi, Rino meremas pipi pantat Jian yang sintal serta montok.

"Ngh ...." Jian melenguh kecil. Tatapannya jatuh ke mata Rino. "Kak Rino nakal. Pegang-pegang pantat Jian."

"Siapa yang mulai duluan, hm?" Rino menyatuhkan dahi mereka. Tangannya masih sibuk menguleni pantat Jian menggunakan sebelah tangan. "Sintal sekali, Jiandra. Pantat kamu kenyal."

"Mmmh. Kak Rino suka?" Jian menowel hidung mancung Rino dengan ujung hidungnya. "Kak Rino suka pantat montok Jian?"

"Bohong kalau saya bilang nggak suka." Tangan Rino yang lain turut menjamah pipi pantat Jian yang menganggur. Kedua tangannya dengan nakal meremas lalu menguleni pantat Jian. "Bulat sekali, hm? Pantat kamu enak untuk saya remas."

"Kak Rino bisa remas sepuasnya---AKHH!" Jian refleks mendesah keras ketika merasakan Rino menampar sebelah pantatnya. "K-Kakak ...."

"Jangan berisik, Jian. Nanti ada yang mendengar." Rino mendekatkan bibir mereka. "Kamu yang memulai semua ini, Jiandra ...."

Jian mengangguk patuh. "Karena memang itu niatku, Kak."

"Nakal." Rino tersenyum tipis. "Pintunya sudah kamu kunci belum?"

"Nggak tau. Mmmh .... Mau aku cek dulu?" Jian bertanya terbata.

Rino menggeleng kecil. "Jangan. Tetap di sini sama saya."

Jian tersenyum. "Jian di sini, Kak."

"Good boy." Rino semakin gencar meremas pantat Jian. Cowok itu mendecak pelan, menatap Jian lekat-lekat. "Saya buka celananya, ya?"












roommate; minsung 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang