anak seorang petinggi.

476 15 0
                                    

Akhirnya, mereka tetap bersekolah disana. Lama-lama, Dimas van dijk sudah terbiasa mendengar segala ejekan yang ditunjukkan padanya. Ivanna juga mulai yakin bahwa sang adik mampu menghadapi masalah itu dengan santai.

Sementara itu, Peter yang semakin sibuk di kantor benar-benar kehila ngan kontak dengan sahabat inlander nya, Goenawan. Kemarin-kemarin, keluarga itu masih mengirimi mereka surat, tapi lama-lama surat² Goenawan dan istrinya sudah tak ada lagi. Mungkin mereka sibuk seperti Peter. Suzie pun sudah mulai terlibat aktif dalam acara² nonformal kantor suaminya.

Meskipun aktif, tetap saja suzie hanya bisa berteman akrab dengan para inlander. Meski sering menghadiri pertemuan dengan nyonya² Londo dikantor suaminya, tak ada wanita Netherland yang benar-benar mau berteman dengannya. Mereka hanya berbasa-basi menanggapinya, menyapa dengan kamu, dan membicarakan suzie di belakang.

Seburuk apapun orang lain memperlakukannya, suzie tetap baik dan ramah kepada siapapun.

Tahun depan ivanna lulus sekolah. Sebenarnya, wajar jika remaja seusianya sudah memiliki kekasih. Namun sayang, tak ada seorang pemuda pun yang terlihat dekat dengannya. Sama seperti anggota keluarga van dijk lain, Ivanna terkucil, tak memiliki seorang pun teman Londo yang benar-benar dekat dengannya.

Keluarga van dijk seolah dibuang dan tak lagi dihiraukan oleh keluarga Netherland lain.

𝘿𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙡𝙖𝙠, 𝙝𝙖𝙡 𝙞𝙣𝙞 𝙨𝙚𝙙𝙞𝙠𝙞𝙩 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙨𝙚𝙙𝙞𝙠𝙞𝙩 𝙢𝙚𝙢𝙪𝙥𝙪𝙠 𝙨𝙚𝙨𝙪𝙖𝙩𝙪 𝙠𝙚𝙮𝙖𝙠𝙞𝙣𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙡𝙖𝙢 𝙗𝙚𝙣𝙖𝙠 𝙨𝙚𝙤𝙧𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙧𝙚𝙢𝙥𝙪𝙖𝙣 𝙗𝙚𝙧𝙣𝙖𝙢𝙖 𝙄𝙑𝘼𝙉𝙉𝘼, 𝙗𝙖𝙝𝙬𝙖 𝙗𝙖𝙣𝙨𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙙𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙗𝙖𝙣𝙜𝙨𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙟𝙖𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙖𝙣 𝙩𝙖𝙠 𝙗𝙚𝙧𝙥𝙧𝙞𝙠𝙚𝙢𝙖𝙣𝙪𝙨𝙞𝙖𝙖𝙣.

Sebenarnya, dibandingkan Ivanna, Dimas van dijk lebih diperhatikan oleh siswa-siswa lain di sekolah. Meskipun mereka msenjauhinya, terselip perasaan kagum terhadap anak itu, karena dia tumbuh menjadi laki² Londo yang pintar, cerdas, dan semakin tampan. Diam-diam, banyak anak perempuan yang menaruh hati padanya. Dan karena itu pula anak laki-laki yang membencinya karena merasa kalah bersaing.

Namun, karena doktorin orang tua mereka, tidak ada yang berani mendekati Dimas van dijk untuk sekedar berteman dengannya.

Keluarga van dijk terkenal terlalu aneh. Mereka khawatir sikap anak-anak mereka terpengaruh jika bergaul dengan anak-anak van dijk.

Hari ini, Dimas melintasi lorong sekolah sambil menunduk. Tahun ajaran baru berganti. Banyak siswa baru yang masuk di sekolah itu. Beberapa pasang mata menatap Dimas, karena anak itu terlalu menarik untuk diabaikan.

Tak terkecuali sepasang mata anak perempuan yang takjub melihat sosok tinggi dan tampan itu lewat di hadapannya.

"Siapa dia?"

Tanpa diinginkan, pertanyaan itu terlontar dari bibir si anak perempuan.

"Dimas Van Dijk", jawab gadis di sampingnya.

Si anak perempuan itu mengerutkan kening. " Dimas Van Dijk? Anak itu bernama seperti inlander? "Dia bertanya lagi. Dengan penuh rasa heran, dia terus menatap Dimas yang terus berjalan sambil menunduk.

Siswa-siswa baru berhamburan di setiap sudut bangunan sekolah, dalam masa orientasi siswa seperti layaknya murid-murid sekolah jaman sekarang. Ada Ivanna  diantara mereka semua. Sebagai senior, oleh guru-gurunya dia ditugaskan memandu siswa-siswa baru.

Dia terlihat sangat judes, dengan postur tubuh yang menjulang tinggi, sama seperti adiknya.Tanpa sengaja, gadis itu(Ivanna) mendengar anak-anak perempuan menyebut-nyebut nama adiknya dalam obrolan mereka.

Ya, anak-anak itu sedang bergunjing tentang nama adiknya. Ivanna mendelik galak, lantas mulai menghampiri anak-anak itu. " Maaf, saya tak sengaja mendengar kalian menyebut-nyebut nama keluarga van dijk. Apakah benar begitu?"

Pertanyaan Ivanna langsung membuat murid-murid baru itu membungkam. Tak seorang pun berani menatap senior mereka. Namun, tiba² salah seorang murid baru bersuara, "Ya, kami membicarakan Dimas Van Dijk. Dan keluarga yang aneh.

Ternyata si pemilik suara adalah perempuan yang tadi bertanya. Ivanna menatapnya marah. Gadis itu bergaun indah, pakaiannya jauh lebih bagus daripada murid-murid perempuan lain yang belum mengenakan seragam. Kulit gadis itu kecoklatan, dengan rambut pirang bergelombang. Cantik sekali gadis itu. Namun, jelas terlihat jika anak perempuan itu sombong. Ivanna melotot inya, siap melontarkan kata-kata kasar seperti setiap kali dia marah.

"𝘿𝙤𝙨𝙖 𝙖𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙥𝙚𝙧𝙣𝙖𝙝 𝙠𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧𝙜𝙖 𝙫𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙟𝙠 𝙡𝙖𝙠𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙖𝙙𝙖𝙢𝙪? 𝙆𝙖𝙪 𝙥𝙚𝙧𝙣𝙖𝙝 𝙢𝙚𝙧𝙖𝙨𝙖 𝙙𝙞𝙧𝙪𝙜𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙠𝙚𝙖𝙣𝙚𝙝𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙧𝙚𝙠𝙖? 𝘼𝙣𝙖𝙠 𝙥𝙚𝙧𝙚𝙢𝙥𝙪𝙖𝙣 𝙏𝙊𝙇𝙊𝙇, 𝙢𝙖𝙨𝙞𝙝 𝙠𝙚𝙘𝙞𝙡 𝙨𝙖𝙟𝙖 𝙨𝙪𝙙𝙖𝙝 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙨𝙤𝙠 𝙩𝙖𝙝𝙪. 𝘿𝙞𝙢𝙖𝙨 𝙑𝙖𝙣 𝘿𝙞𝙟𝙠 𝙞𝙩𝙪 𝙖𝙣𝙖𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜  𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙥𝙞𝙣𝙩𝙖𝙧 𝙙𝙞 𝙨𝙚𝙠𝙤𝙡𝙖𝙝 𝙞𝙣𝙞, 𝙩𝙖𝙠 𝙖𝙙𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙖𝙣𝙚𝙝 𝙙𝙚𝙣𝙜𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖, 𝙙𝙞𝙖 𝙨𝙖𝙢𝙖 𝙨𝙚𝙥𝙚𝙧𝙩𝙞𝙢𝙪... 𝘽𝙚𝙧𝙙𝙖𝙧𝙖𝙝 𝙉𝙚𝙩𝙝𝙚𝙧𝙡𝙖𝙣𝙙! 𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙖𝙣𝙜𝙠𝙪𝙝, 𝙖𝙩𝙖𝙪 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙨𝙖𝙡, 𝙉𝙤𝙣𝙖. 𝘿𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙠𝙚𝙣𝙖𝙡𝙠𝙖𝙣, 𝙉𝙖𝙢𝙖𝙠𝙪 𝙄𝙫𝙖𝙣𝙣𝙖 𝙑𝙖𝙣 𝘿𝙞𝙟𝙠, 𝙖𝙣𝙜𝙜𝙤𝙩𝙖 𝙠𝙚𝙡𝙪𝙖𝙧𝙜𝙖 𝙑𝙖𝙣 𝘿𝙞𝙟𝙠 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙠𝙖𝙪 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙩 𝙖𝙣𝙚𝙝."

Ivanna dan dimas van dijk duduk berdampingan di hadapan seorang guru yang  menceramahi mereka dengan  sangat serius. Keduanya menunduk dengan ekspresi tak karuan. Seharusnya, hanya Ivanna yang kena marah, tetapi Dimas ikut kena getahnya.

Kata-kata Ivanna tadi rupanya kurang pantas.

"Kalian tahu? Dia anak seorang petinggi disini. Jagan main-main dengannya! Atau, bisa² kalian dikeluarkan dari sekolah ini!"

Sang kepala sekolah, Tuan Douwis, kian berapi-api memarahi kakak beradik Van Dijk.

"Jadi, karena dia anak seorang pejabat, dia boleh menghina keluarga kami seenaknya? Begitu maksud and, Tuan?"

Kepala sekolah berkepala botak itu memelototi Ivanna Van Dijk dengan sangat marah, lebih murka daripada seblumnya. Tangannya mengepal, bibirnya bergetar hebat. Dia bagaikan kehilangan kata-kata.

"Pilihanmu hanya dua! Tak mengusik  anak itu lagi, Atau kau dan adikmu harus segera keluar dari sekolah ini!"

Laki² paruh baya itu berteriak keras, membuat benda² disekitarnya seolah ikut bergetar. Dimas van dijk langsung mengenggam erat lengan kiri kakak perempuannya, memandang Ivanna dengan tatapan memelas.

Amarah Ivanna lansung surut. Dia mengerti... Adiknya tetap ingin bersekolah disitu, belajar seperti anak-anak lain. Dia harus mengalah. Dengan lesu, gadis itu akhirnya mengangguk.

"Baik, Tuan. Maafkan kesalahan saya dan adik saya. Saya berjanji tak akan lagi mengusik, bahkan berbicara kelasnya. Maafkan atas kelangan saya tadi."

IVANNA VAN DIJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang