C H A P T E R 24

21.8K 2.4K 52
                                    

Keduanya terngah-engah, celana mereka pun juga basah karena puncak yang datang berbarengan.

Rai tergagap, shock menyadari bahwa beberapa saat yang lalu dirinya menggila.

Di bawahnya, Feros menengadah dengan tubuh yang tersandar di sofa, entah bagaimana bisa seluruh kancingnya terlepas, menampakan delapan kotak pak yang kembang kempis membuat Rai meneguk ludahnya. Rai masih duduk tepat di atas benda yang mengembung milik Feros.

Feros meluruskan kepalanya kembali, tangan besarnya masih mencengkram pinggang ramping Rai. Kondisi pria kecil itu tidak cukup baik dan berantakan. Wajahnya sangat merah.

"Is it good?"

Rai melotot dan sontak membungkam bibir Feros "jangan katakan apapun!" Tapi lelaki itu justru malah menjilat tangan-tangan kecil yang menutup mulutnya. Rai langsung melepas tangannya. Dia juga sempat merinding karena telapak tangannya dijilat oleh Feros.

"Mau menjadi istriku?" Feros berterus-terang, walaupun puas Feros merasa bersalah karena menodai Rai yang suci (menurutnya).

Alisnya terangkat "Kenapa langsung ke situ?" Rai menangis malu, tidak habis pikir dengan keterusterangan seorang Feros Argamanta Cahyadi.

"Why? Is there something wrong with that?

Rai menggebuk dada Feros dan bangkit berdiri, Feros tertohok karena pukulan itu walaupun sebenarnya tidak terasa apa-apa.

"Aku mau pulang." Rai merengek, matanya merah berkaca-kaca, dia sangat takut dengan apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Feros merasa bersalah apalagi melihat wajah menggemaskan itu ingin menangis, dia bangkit kemudian memeluk Rai "i'm so sorry Rai aku menakutimu..."

Rai yang mendapat pelukan hangat pun berpasrah diri menenggelamkan kepalanya di dada Feros "Hiks, jangan lagi.."

Feros mengelus-elus rambutnya, bibirnya mengucapkan kalimat lembut. Tapi lihat itu, memang dasar serigala berbulu domba. Mulutnya manis tetapi wajahnya menunjukkan kepuasan.

.
.
.

Pio mendengus, giginya menggigit ibu jarinya, alisnya mengerucut sebal. Dia sangat jengkel, benar-benar jengkel sampai rasanya ingin menghancurkan dunia.

Ardian, cowok itu memang seenaknya dan minta dijambak.

Pio sungguh tidak habis pikir bagaimana bisa Ardian jadi sering-sering datang ke rumahnya. Bahkan sudah beberapa kali menginap. Tentu ibu atau ayahnya yang suruh, bagaimana bisa dia mengucapkan hal itu? Hell.

Pio mengenakan topi jerami, dia bersedap tepat di samping Ardian yang sedang menanam padi sembari jongkok.

"Heh!"

Lelaki itu terkejut dengan suara cempreng yang sangat dikenalnya.

"Bisa enggak, kamu tuh jangan terus-terusan datang ke rumahku?! Aku tuh ga suka ya, seakan-akan rumah ku itu jadi rumah mu!" Pio menghentakkan kakinya, dan nada bicaranya sarat akan permusuhan. Untung saja orang tuanya jaraknya sangat jauh dari mereka, coba kalau dekat, pasti dirinya sudah ditegur untuk bersikap sopan pada Ardian.

Ardian melihat tikus marah itu, tertawa kecil tanpa rasa malu atau bersalah.

Ugh, ingin rasanya melempar wajah atau menyodok mulut Ardian dengan lumpur, biar dia seperti coklat!

"Kamu gila ya? Tertawa sendiri." Pio heran, Ardian sudah gila rupanya.

Ardian menyisakan tawanya dan berkata "kamu marah-marah terus, seperti perempuan yang sedang pms."

Wajah Pio semakin memerah karena kesal "kamu ini nantangin ya! Aku juga ga mau marah, tapi kamu yang nyebelin!" Pio mendengus dan kakinya yang mengenakan sepatu bot menendang lumpur supaya terciprat ke Ardian.

Ardian terperangah, mengandalkan sarung tangannya yang kotor dia mencubit pipi orang yang lebih pendek darinya.

Pio melotot horror, otaknya korsleting karena ulah Ardian.

"A..r..d..i..aannnnn!" Dia memukul-mukul Ardian secara acak, yang Ardian lakukan adalah menahan jidat Pio.

Tensi darahnya sangat tinggi karena marah, Ardian tertawa terbahak-bahak melihat wajah Pio seperti menahan buang air besar.

Adik Pio, yang kerap dipanggil Petet itu ikut melemparkan lumpur yang telah dia bentuk menjadi bola-bola ke Ardian dan Pio yang sedang bertarung.

Mereka berdua pun jadi berhenti dan berlari menjauh "sial, bocil kematian itu berulah," Pio mendesis.

"Siap-siap lah, si Petet sekali senang dengan permainannya dia akan terus melakukannya." Lanjut Pio yang kini bersembunyi dibalik punggung Ardian.

Lelaki yang lebih tinggi itu langsung merubah posisi mereka "kamu saja!" Pio yang tidak siap dengan perubahan posisi terkena bola-bola lumpur di wajahnya karena ulah si bocah cilik kematian.

Pio masam, wajahnya jadi tidak terlihat, dan berwarna coklat seperti coklat.

Ardian dibelakangnya tertawa terbahak-bahak lagi, sampai perutnya sakit akibat tertawa berlebihan.

Si Petet pun ikut tertawa seperti setan cilik. Kakak nya sungguh lucu, wajahnya seperti terkena tahi.

"Petet!" Mendengar geraman kakaknya, Petet kabur ketakutan, kalau tidak kabur dia akan terkena cubitat super pedas seperti yang dilakukan kakak Ros dalam serial upin dan ipin. Bahkan dia dan teman-temannya akan mengejek Pio dengan sebutan 'kakak Ros' namun dia selalu kena balasannya jika sudah tiba di rumah. Tetapi anak gempal itu tidak pernah kapok.

"Tcih dasar anak itu, awas saja, tunggu pembalasan ku di rumah." Pio mengusap wajahnya yang penuh lumpur. Melihat Ardian yang masih tertawa kecil, dia menargetkan kaos atasan Ardian.

Tau-tau wajahnya sudah menempel di kaos Ardian, dan Pio dengan sengaja membersihkan wajahnya menggunakan kaos yang dikenakan Ardian.

Tentu, si pemilik terkejut dan berakhir pasrah ketika melihat pelototan orang di hadapannya.

"Diam." Tekan si Pio.

Ardian membantu membersihkan wajah Pio dengan tangannya. Dan menarik tangan Pio menuju air pegunungan yang mengalir dari pipa yang terbuat dari bambu.

Dia membersihkan wajah Pio yang nurut saja seperti anak kecil.

"Kamu seperti habis tercebur dari saluran air." Pio mendorong Ardian menjauh darinya.

"Kamu juga! Tuh bersihin baju kamu!" Pio pun memfokuskan dirinya bebersih dengan air yang terasa segar dan dingin.

Ardian di sebelahnya tersenyum.

Merasa sudah bersih, Pio selesai dan ingin pergi namun terhenti ketika menghadap Ardian yang sedang tersenyum seperti orang gila.

"Aku rasa kamu benar-benar gila." Pio berlalu dengan menghentak-hentakan kakinya.

Ardian menggeleng-gelengkan kepalanya dan terkekeh kecil, sepertinya apa yang dikatakan Pio memang benar.

Bahwa dirinya sudah gila.




















===

Ehek, adegan plus"nya tidak banyak" ya, nanti ditakedown pihak wp 😂

[BL] NOBODY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang