C H A P T E R 33

15.9K 1.8K 73
                                    

Rai menatap nanar melihat ranjangnya yang hancur, tubuhnya masih terlilit handuk karena habis mandi. Kepalanya pusing, dan bingung bagaimana caranya memberi penjelasan pada sang nenek tentang keadaan ranjangnya.

Atau bilang saja tadi ada gempa hebat? Ah tidak, pasti neneknya akan curiga dan bertanya-tanya kenapa hanya ranjangnya saja yang ambruk sedangkan perabotan lainnya tidak.

Rai menggigiti kukunya, sampai bergemelatuk lantaran resah akibat ulah  entah siapa yang harus Rai salahkan. Bahkan matanya sampai berair, ingin menangis.

Sang pelaku utama keluar dari kamar mandi dan mendapati kekasihnya sedang meratapi nasib ranjangnya, Feros memeluk Rai dari belakang kemudian mengecup bahunya sayang.

"Maaf.. aku akan menggantinya Rai.."

Rai berbalik dan kemudian mendelikkan matanya tajam, mungkin kalau Rai memiliki kekuatan super, sebuah laser keluar dari matanya saat ini "maaf gundul mu!" Feros tidak menyangka langsung disemprot seperti itu. Tapi ia seperti tidak merasa bersalah, ujuk-ujuk takut, justru Feros mencium bibir Rai dan terkekeh setelahnya.

"Wait a minute..."

Feros mengambil ponsel pintarnya, dan menelpon seseorang, Rai tidak mau tahu, ia pun mengambil piyamanya di lemari dan kemudian memakainya.

"Masalah selesai."

Rai mengangkat sebelah alisnya "maksud kamu?" Dia merasa curiga, mentang-mentang kaya pria itu tidak akan langsung membelinya saat ini juga kan? Menyadari kecurigaan Rai, Feros menyeringai dan tidak menjawab.

Bibirnya bersiul-siul sambil melepas handuk yang hanya menutup aset bawahnya itu dan mengeringkan tubuhnya. Rai langsung kabur menuju dapur, kebetulan ia juga lapar sekali karena ulah si kambing itu, astaga Rai hampir saja terbahak membayangkan wajah Feros menjadi wajah kambing.

Rai membuat sandwich ala-ala kaum melarat sepertinya, ia menggunakan roti yang dibaluri telur kemudian isinya terdapat telur mata sapi, sosis, dan selada, tak lupa Rai menyiapkannya saus cabai. Setelah makanan jadi, Rai sebelumnya membuat kopi dan teh jahe.  Dia membawanya ke ruang tamu.

Feros tengah sibuk dengan panggilan teleponnya. Rai menaruh makanan dan minuman di meja. Melihat lelaki itu yang sibuk, Rai duduk terlebih dahulu dan memakan sandwichnya. Kebetulan acara kuliner favoritnya malam ini tayang. Rai memakan makanannya sambil menonton.

Feros membalik tubuhnya, mendapati Rai yang saat ini sangat asik makan, pipinya penuh dan di sudut bibirnya terdapat remah-remah.

"Aku sudah memberikan alamatnya padamu, tolong cepat, tidak pakai lama." Setelah mengatakan itu Feros bergabung di sebelah Rai.

Rai menoleh ketika merasakan tatapan yang menghunus sampai ke jantungnya "kenapa? Makan aja, aku udah buat banyak buat kamu." Kemudian ia mengalihkan pandangannya lagi ke acara televisi.

Feros terkekeh, jari jempolnya mengelus sudut bibir Rai dan menyicipnya "ini enak." Rai memicingkan matanya, bisa tidak Feros ini jangan sekali-kali mengganggunya?

Lelaki itu mengambil sandwich yang dibuat istri- ah tidak, maksudnya kekasihnya, rasanya cukup enak, Feros menikmati makanannya sambil bersandar di bahu Rai.

Pria kecil itu mengeluh, tubuh Feros besar, sangat tidak tahu diri tanpa izin bersender padanya, Rai hanya mendumel dalam hati.

"Rai.."

Hari itu malam, suara jangkrik dan tokek pun terdengar di tengah suasana mereka yang tentram, bahkan mereka bisa mendengar hembusan angin kuat dari pepohonan rimbun.

"Hn?" Walaupun fokusnya ke acara televisi di depan, tetapi telinga Rai menunggu dengan sabar. Tangan Feros yang kosong mengambil sebelah tangannya dan kemudian mengecupnya cukup dalam.

"I love you Rai.."

Rai hanya mengangguk saja tidak membalas. Feros terkekeh dan memainkan jari-jari mereka yang sedang terpaut mesra "kamu terasa seperti rumah."

Kalau boleh jujur, Feros mengakui ia sudah jatuh terlalu dalam mengenai perasaannya untuk Rai. Kalau bisa, secepatnya ia ingin melamar Rai, tapi dirinya sadar dia tidak cukup umur dan jauh dari kata mapan.

Rai menoleh, hati nya berdesir ketika ditatap oleh Feros sebegitu lembutnya "Feros.."

"Sepanjang hidupku, aku tidak pernah merasakan kenyamanan ini." Alis Feros sedikit berkerut, mengenai busuknya tentang keluarganya membuatnya ingin muntah.

Feros merasakan sebuah tangan kecil mengelus pipinya. Suara yang keluar dari televisi itu tidak terdengar lagi di telinga mereka berdua. Menikmati keindahan masing-masing pusat dunia mereka.

Rai mengelus dada Feros dan kemudian pelan-pelan sedikit menepuknya "apakah di sini terasa sakit?" Rai bertanya dengan senyum lirih. Ia sadar pasti lelaki di depan nya ini sedang mengingat masa tak mengenakannya.

Feros tersenyum kecil menatap kekasihnya, kemudian dia pun akhirnya bercerita.

"Saat itu umurku 14 tahun, aku berniat memerkan piala kemenanganku dalam kejuaraan renang tingkat provinsi. Aku sangat-sangat bersemangat, aku pikir dengan memperlihatkan pencapaian ku, kedua orang tuaku akan membaik dan memfokuskan diri mereka padaku." Rai menahan nafasnya, namun ia tetap mengelus-elus dada Feros.

"This is so silly, aku melihat dengan dua mata kepalaku sendiri kedua orang tuaku membawa masing-masing anak di samping mereka, dan kamu tau berapa umur anak-anak itu?" Rai menggeleng, nafas Feros sedikit memburu sarat akan emosi gelap "11 tahun Rai, 11 tahun."

Rai mangap dan tanpa sadar menutup mulutnya dengan tangan, terlalu plot twist membuat jantungnya hampir hilang. Astaga jadi orang tua Feros masing-masing main belakang sampai memiliki anak di luar pernikahan mereka! Benar-benar di luar galaksi!

Bahkan tangannya sampai bergetar untuk mengelus tangan Feros.

"Ya Rai.. they betray each other, aku dulu sangat bodoh tidak menyadari itu, Oma dan Opa sampai menyesali menjodohkan kedua orang tuaku dulu. It's so fucking disgusting ketika mereka memperjuangkan hak anak-anak haram mereka, mereka sampai saling berebut dalam sengketa hak ahli waris."

Rai langsung memeluk Feros menerjang Feros dengan pelukan erat, air matanya tak bisa ia tahan, keluar begitu saja "semua hanya fatamorgana, ilusi untukku yang ku kira aku akan mendapatkan kasih sayang yang tulus dari mereka, how selfish they are." Feros menggeram di kalimat terakhir.

Rai melepas pelukannya, kemudian menangkup wajah Feros, lelaki itu tidak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda ingin menangis, alih-alih sedih, Rai hanya merasakan amarah yang kuat. Bahkan alis tebalnya mengerucut.

Rai mencium dahi lelaki itu "kalau kamu tidak menemukan rumahmu, maka cari aku Feros, mulai saat ini aku rumah kamu." Rai menempelkan dahi mereka sambil mengelus rahang tajam lelakinya. Feros ikut memejam kedua matanya, tenang, damai, dan tentram. Sangat nyaman. Feros tidak salah memilih Rai menjadi comfort place-nya.

"Rai, apakah tidak ada yang mengatakan betapa manis dan baiknya kamu." Feros terkekeh, dan Rai pun ikut terkekeh, mereka tertawa kecil. Suasana menjadi sangat manis.

"Ya, memang benar, kenapa kamu baru menyadarinya?"

"Benar, kenapa aku baru menyadari nya?"

"Itu karena kamu yang ga merhatiin aku."

"How can, kalau kamu saja selalu menghindar seperti cheetah."

"Jadi kamu menyamakan aku sama hewan?"

"No, itu hanya perumpamaan sayang, ga ada yang menyamakan kamu sama hewan."

"Tapi kamu bilang aku mirip Cheetah."

"Astaga, berapa kali aku harus mengatakannya."

"Cepat mengaku saja."

Dan mereka pun berakhir dengan perdebatan alot yang bahkan tidak perlu diperdebatkan.




























===
Jangan lupa vote and comment sayang-sayangku. Dukungan kalian membuat saya semangat untuk trus update 😘

[BL] NOBODY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang