C H A P T E R 14

24.8K 2.9K 122
                                    

Keringat di dahi pria itu menetes, dan jatuh ke dada kerasnya yang saat ini kembang kempis. Tubuhnya memanas seperti tungku api.

Feros mengatur nafasnya. Daerah antara alis dan pangkal hidungnya mengkerut disertai dengan geraman rendah.

Gerakan tangannya di bawah sana semakin cepat, mengejar rasa puncak yang nikmat sembari memikirkan sesosok lelaki kecil.

Dalam imajinasinya, lelaki kecil itu mengangkang lebar di bawahnya. Berekspresi menggoda.

Mata si kecil itu sayu, pipinya memerah membuat Feros ingin menggigitnya.

Shit! Fantasinya membuatnya tak waras.

Gerakan tangan di bawah sana semakin menggila seiring puncak yang mendekat.

Feros memejam matanya erat-erat saat berada di puncak kenikmatan. Kerutan di antara alisnya mengendur saat puas mengejar rasa itu. Nafasnya yang berat perlahan menjadi ringan dan santai.

Pikirannya dipenuhi seorang lelaki kecil yang belakangan sedikit mengganggu pikirannya.

Feros memukul tembok keramik kamar mandi.

Menguapkan rasa frustasi dari hati terdalamnya, tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan dirinya sendiri.

.
.
.

"Mayat seorang remaja perempuan ditemukan di semak-semak dekat kali *** , setelah diusut dinyatakan bahwa mayat tersebut merupakan korban penyiksaan yang pelakunya adalah ayahnya sendiri."


Saat ini Rai dan Darminah tengah menonton televisi bersama sembari berbincang-bincang kecil ditemani secangkir teh dan ubi bakar.

Rai melihat neneknya yang saat ini mengeluarkan ekspresi kesal dan tak habis pikir.

Lalu Rai bertanya pada neneknya.

"Mbah, hukuman yang pantas untuk manusia seperti itu menurut Mbah apa?" Rai melihat Darminah mengepalkan kedua tangannya, dan satu tangannya menunjuk ke televisi.

"Wualah dahlah, bapak bejat koyo ngono tidak pantas disebut manusia le, kalau Mbah jadi tetangganya, itu laki-laki sudah habis di tangan Mbah! tak cincang-cincang dagingnya lalu Mbah kasih makan buaya."

Darminah terlampau emosi sampai telunjuk yang sedang menunjuk ke arah televisi itu bergetar.

Rai mengusap bahu neneknya seraya meringis.

Lalu berceritalah Darminah tentang masa lalunya. Yang mana dulu ia pernah memiliki teman yang merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga.

Setiap hari perempuan itu dipukuli oleh suaminya.

Lantaran sudah terlampau kesal dan muak, Darminah mengumpulkan warga.

Para wanita siap dengan sapu lidi, gagang sapu, spatula, wajan, pan dan lain sebagainya. Sedangkan para lelaki mempersiapkan badan mereka.

Tidak sampai di situ saja, Darminah juga memanggil jawara yang sangat terkenal di kalangan daerah ini.

Kemudian datanglah Darminah beserta rombongannya ke rumah perempuan tersebut.

Dan kebetulan yang membukanya adalah suaminya.

Selayaknya gula yang dikerubungi kawanan semut. Lelaki itu babak belur habis-habisan.

[BL] NOBODY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang