C H A P T E R 37

12.1K 1.4K 87
                                    

"kayanya kalian asik banget ya?" Bara bertanya tiba-tiba yang membuat Rai, Wawan, dan Pio terkejut secara serentak.

"Loh kalian juga ada di sini?" Pio yang tidak bisa menahan bibirnya pun bertanya.

"Kenapa? Emang cuman kalian yang boleh main ke sini?" Ardian langsung menyela. Membuat Pio kesal, manusia yang mencuri perhatian orang tuanya ini selalu membuatnya darah tinggi.

"Tapi kan ini jauh dari rumah kalian." Wawan sedikit mencicit karena ia takut dengan tiga antek-antek itu, apalagi dengan kehadiran Feros yang membuatnya merinding seluruh badan.

"Rumah jauh bukan berarti kita engga ke sini ndut~" Bara menggerlingkan matanya ke Wawan, Wawan meneguk ludahnya merasa aneh, belakangan, karena dia dalam program penurunan berat badannya di tempat Omnya Bara, lelaki itu entah kenapa selalu mendekatinya dan berlagak menjadi trainernya, padahal awalnya trainernya adalah Om Santo salah satu trainer di tempat itu. Namun entah kenapa jadi berganti dengan Bara. Kata lelaki itu alasannya adalah "Ndut, kasian Om Santo, udah tuir, lu kaga tau aja kan Ndut kemaren Om Santo pinggangnya kecengklak pas lagi ngajar orang baru." Entah lah apakah itu benar atau tidak, Wawan tidak percaya dengan alasan itu.

Rai mengabaikan percakapan Pio, Ardian, Bara dan Wawan, karena fokusnya saat ini melihat luka di sudut bibir Feros yang tidak kecil.

Rai mengerutkan alisnya, apalagi melihat Feros yang saat ini juga menatapnya dan itu terasa aneh. Rai juga menyadari pipi Bara yang membiru tidak bisa menahannya lagi, Rai pun bertanya "Kalian bertengkar?"

Hening seketika. Pio dan Wawan pun langsung menyadari luka-luka yang berada di Pipi Bara dan sudut bibir Feros.

Ardian membersihkan tenggorokannya sebelum berkata "Yah, biasa lah Rai, laki-laki, kita ada juga berantemnya." Perkataannya itu sangat meragukan Rai, dan Rai pun tidak mau percaya hanya karena itu saja.

"Benar hanya karena itu Feros?" Feros bungkam seribu kata dan tidak ada pergerakan sedikit pun di bibirnya untuk menjawab pertanyaan Rai.

Bara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal "sebenernya tadi dia ngamuk dan kita hup-" Ardian langsung menahan mulut Bara yang licin seperti belut sawah itu. Apalagi ketika perkataannya tergantung, langsung ada suasana aneh di antara Rai dan Feros.

Kenapa? Kenapa Ardian memotong perkataan Bara dan menutup mulutnya? Dan apa tadi? Feros mengamuk? Kenapa? Karena apa? Kenapa Feros tidak mau berbicara padaku?

Rai sedikit sedih dan hanya bisa bertanya-tanya dalam hatinya. Entahlah karena sedikit kecewa akan sikap menutupi Feros yang seperti itu, Rai pun  berlalu menjauhi mereka "permisi." Katanya.

Rai berlari yang tidak sempat dicegah oleh Pio dan Wawan. Feros langsung menatap tajam pada Bara dan Ardian dan menyusul Rai yang sudah hilang di depan matanya.

.
.
.

Rai berjalan cepat, karena dia tadi terlalu cepat berlari, kakinya lelah dan nafasnya memburu, sedikit terkejut melihat Feros yang sudah berada tepat di belakangnya dan tidak mengeluarkan sepatah kata sama sekali.

Kan? Lihat sikapnya ini? Tidak ada kata untuk menjelaskan sedikitpun? Rai mendengkus kesal, tidak tahu harus apa dan harus bagaimana meladeni Feros yang bahkan saat ini masih bungkam.

Rai akhirnya menemukan tempat untuk duduk di ujung, yang mana sangat sepi, dia mempercepat langkahnya. Kakinya sungguh sakit, dan mungkin lecet karena ia tidak mengenakan kaus kaki.

Rai duduk dan sedikit membungkuk untuk melepas sepatunya, namun sebelum memulai, Feros bergerak lebih cepat darinya.

Lelaki itu menaruh satu lutut kanannya di tanah. Tidak jongkok maupun berdiri. Dia melepas sepatu Rai dalam diam.

Kalau Feros sudah seperti ini Rai tidak sanggup protes, ia hanya mengungkapkan kekecewaannya dengan wajahnya.

"Jangan berlari seperti itu lagi Rai."

Rai menatap ke bawah, melihat kakinya yang dipegang dan Feros melepas sepatunya dengan lembut. Feros menunjukkan raut tak suka ketika melihat garis warna kemerahan di kedua kaki Rai yang saat ini telanjang.

"Kenapa?" Rai bertanya lirih.

"Kaki kamu jadi terluka."

"Kenapa kamu dengan Bara? Kenapa kamu sampai marah dan memukul Bara?" Pertanyaan itu tepat dan langsung menusuk telinga Feros. Tidak disangka kalau Rai cepat menduga.

Melihat Feros yang masih hening dan terus menatap kakinya membuat Rai  menghembuskan nafasnya "dugaanku sepertinya benar."

Rai mengangkat dagu Feros dengan kedua tangannya, dan langsung melihat kesedihan di wajah kekasihnya, itu langsung ikut membuatnya sedih "kan sudah ku bilang, aku saat ini rumah kamu Feros." Rai tidak bisa menahan air matanya dan jatuh begitu saja.

Feros menerjang Rai dengan pelukan erat. Nyaman dan hangat, dua kata itulah yang mendeskripsikan suasana hatinya saat ini.

Bagaimana bisa?

Bagaimana bisa Feros menjelaskan kalau orang tuanya menyuruhnya menjauhi Rai? Bagaimana bisa? Feros tidak sanggup untuk mengatakan hal itu.

Rai tidak akan ke mana-mana dan Feros tidak mau menjauhi dunianya, tidak akan, dan tidak akan pernah. Barang sejengkalpun.

Rai bisa merasakan suara nafas Feros yang tidak teratur, jantung Feros berdetak kencang, dan tubuh lelaki itu bergetar hebat, sangat terasa ketika tangan besar Feros mengelus kepalanya. Rai semakin menangis. Apakah Feros sedang mengalami hal yang sulit? Dan sepertinya benar begitu.

"Tidak- tidak apa-apa Feros, aku di sini.." walaupun terbata-bata mengatakannya sambil menangis, Rai tetap mengelus-elus punggung lelaki itu berusaha menenangkannya.

"Ya. Benar. kamu di sini Rai." Feros merengkuh Rai semakin dalam, menghirup aromanya, merasakan nafasnya, merasakan detak jantungnya, merasakan kehadirannya yang hanya sejengkal nadi. Rai di sini, Rai di pelukannya, Rai tidak jauh, Rai dekat dengannya.

Inilah obat yang ia cari-cari.

Rai terus mengelus punggung Feros dengan lembut "Eum. Jadi jangan sedih ya? Ada aku.."

Feros mengangguk "tidak. Tidak sedih."

Mereka tidak sadar kalau mereka saat ini sedang dipantau dari kejauhan oleh seseorang.

Pesuruh itu menekan ear plug yang berada di telinga kirinya, bibirnya berbisik "ya Tuan, mereka sedang bersama."

Pesuruh itu terdiam ketika mendengar orang yang berbicara di telinganya kemudian ia mengangguk "baik Tuan."








































===
Ko saya mencium, bau-bau mau end? Hmzz

[BL] NOBODY (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang