Nabastala terlihat indah, sinar mentari turut mendorong rasa bahagia yang saat ini Hyun Ra rasakan. Senyumnya merekah sempurna, saat melihat Nawa, Dea, dan Fatimah yang telah stay sejak tadi.
Yeah! Pagi ini mereka akan berangkat ke Bogor. Hyun Ra sungguh sangat tidak sabaran. Setelah mengurus surat-surat kepindahan, dan juga mendapatkan sertifikat mualaf, Hyun Ra sempat bingung akan kemana lagi. Dan akhirnya, tepat di hari terakhir ia mengikuti kelas pembinaan untuk mendapatkan sertifikat, Fatimah menawarkan Hyun Ra untuk memperdalam ilmu di pondok pesantren yang diemban oleh ayahnya.
Oh lord, Hyun Ra langsung merasa dapat tujuan untuk berlayar lagi. Setelah mengetahui apa itu pesantren, matanya berbinar dan mengangguk antusias-- mengiyakan tawaran Fatimah tadi.
"Fatimah, makasih ya, udah ngajak aku ke pesantren. Habisnya gak tahu lagi, harus nemuin tempat yang pas dimana untuk belajar."
"Santai. Lagian aku senang kok, kamu mau ikut aku ke pondok." Hyun Ra tertawa pelan, saat melihat ekspresi Fatimah ketika berkata demikian.
"Ini gue gak apa-apa ikut?" Dea mengerjap sekali, serius menanyakan hal itu kembali. Saat ini mereka berdiri di lobi hotel.
"Yaampun, iya gak apa-apa. Gak mau yaudah," Nawa gregetan sekali. Sejak tadi Dea terus bertanya tentang hal yang sama
"Enak aja, gue mau ikut. Masa tinggal sendirian, gak tahu lagi mau ngapain," ucap Dea dengan cepat.
"Yaudah, ikut. Jangan tanya boleh atau enggak lagi." Dea mengangguk saja, menuruti perkataan Nawa barusan. Dasar bumil! Sensian mulu perasaan.
"Udah, sekarang berangkat aja. Kamu kan udah pernah nganterin aku balik, Dea ... Abi Ummi udah kenal kamu, santai aja." Dea menggaruk kepalanya dan manggut-manggut. Benar juga kata Fatimah, orangtua temannya itu lemah lembut, baik, dan tidak galak. Walaupun saat itu ia hanya mampir sebentar, sekadar menyapa.
"Yaudah, ayo!"
🌱🌱🌱
"Buset, cakep banget gue." Dea berkaca sesaat, sebelum keluar dari mobil. Jakarta-Bogor tentu tidak jauh, bahkan masih bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor sekalipun jika ingin. Setelah menunggu Dea menyetor emas, sebelum pergi tadi, tidak menghabiskan waktu yang lama, mereka akhirnya sampai, berkat jurus salip menyalip tancap full gass, yang Dea miliki dalam berkendara. Jangan ditiru, ini melanggar hukum berkendara.
"Lucu banget, beli dimana hoodie nya?" tanya Hyun Ra berbinar. Mengenakan rok panjang motif bunga berwarna pink pastel, dengan hoodie berbentuk Dino yang warnanya pun demikian. Dea menyembunyikan rambutnya di dalam kupluk hoodie oversize itu, sebagai bentuk menghargai lingkungan sekitarnya yang berpakaian tertutup.
"Ngobrolin itu, nanti dulu aja gimana? Bisa tanya jawabnya di dalam, gak enak, udah disambut sama kiyai nya," usul Nawa. Dea mengangguk setuju, ia lantas langsung keluar, ikut membawakan barang-barang yang ada di dalam mobil. Tadi mereka sempatkan membeli makanan ketika dalam perjalanan.
"Assalamualaikum," ucap Nawa, Fatimah, dan Hyun Ra bersamaan. Sedangkan Dea, tersenyum dengan mengucapkan selamat pagi.
"Waalaikumussalam warahmatullaahi wabarokatuh. Selamat pagi juga Dea." Muhammad Hasan Baihaqi-- pemilik pondok pesantren Ya-Baasith Al-mukmin, umurnya telah mencapai kepala lima, tapi masih terlihat awet muda, dan tegap. Suara berat, berkesan lembut, dan tegas itu menyapa telinga Fatimah, Nawa, Dea, dan Hyun Ra.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Teen Fiction•🌱Spin off dari Arshawa. Bisa dibaca terpisah. *** Bagi Kim Hyun Ra, hal yang paling membingungkan itu ketika dihadapkan dengan dua pilihan. Apa lagi pilihannya cogan. Perempuan yang mengatakan ingin masuk Islam, dengan nadanya seperti bocah meng...