"Hyun Ra, kamu udah sadar?" Gadis itu mengerjapkan matanya, memfokuskan perhatian pada Nawa, yang kini tersenyum melihatnya membuka mata.
"Panasnya udah turun, syukur deh. Ada yang sakit lagi gak?" Nawa sibuk memerahkan handuk kecil di atas baskom berisikan air dingin, lalu meletakkannya kembali di dahi Hyun Ra.
"Kepala aku pusing, tapi sekarang udah jam berapa?" Hyun Ra langsung tersentak duduk.
"Jam tujuh. Kamu mau shalat magrib dulu? Habis itu nanti baru makan sama minum paracetamol. Kamu masih hangatan badannya," ucap Nawa.
"Boleh deh, aku wudhu dulu ya." Gadis itu langsung melompat dari kasur, dengan tergesa-gesa.
"Hati-hati, awas kepleset! Pingsan lagi gimana, hah?" Nawa mendekat dengan wanti-wanti. Bisa-bisanya perempuan satu itu, ia menggelengkan kepala dengan tangan yang berada di pinggang.
"Aku gak bakal tumbang lagi. Aman. Cuma pusing sedikit!" seru Hyun Ra dengan tergesa ke kamar mandi. Waktu magrib sudah sangat-sangat mepet.
Nawa membuka mulutnya, sayangnya gadis itu sudah berada di dalam kamar mandi. Ia berdecak pelan. "Awas aja kalau aku sampe denger suara ged--"
Gedubrak!
"Aduh, aiss, kok licin banget sih." Nawa menghela napas kasar. Langsung saja ia membuka pintu kamar mandi.
"Nawa, bantuin berdiri." Hyun Ra mengulurkan kedua tangannya, dengan sabar Nawa bantu gadis itu berdiri.
"Gimana gak licin coba? Kaos kaki aja belum kamu buka." Hyun Ra cengengesan mendengar itu.
"Lupa, maaf." Bergegas ia membuka kaos kaki, lalu menggulung lengan bajunya.
"Sakit gak?" tanya Nawa. Bunyinya saja menggema begitu, pas jatuh.
"Gak terlalu, inimah masih mending daripada latihan wajib militer."
Nawa melebarkan kelopak matanya, "Hah? Emangnya perempuan di sana, wamil juga?"
Hyun Ra menoleh lagi, dengan giginya yang berbaris rapi. "Hehe enggak sih, lupain aja. Aku mau wudhu dulu. Keburu isya'."
"Eh, iya, iya. Wudhu dulu aja. Aku ambil mukenah. Hati-hati nanti keluarnya." Hyun Ra manggut-manggut akan itu. Segera saja ia menuntaskan wudhunya.
Begitu keluar kamar mandi, mukenah putih telah ada di atas sajadah yang terbentang. Langsung saja Hyun Ra memakainya.
Beberapa ayat Alqur'an, seperti Al-fatihah, Al-Ikhlas, An-Nas, Al-Falaq, dan sebagainya, sudah Hyun Ra kuasai, walau tidak terlalu banyak. Setidaknya sudah ada kemajuan pesat. Bacaan shalat juga sudah ia hafal, walaupun mungkin belum sempurna betul dalam pelafalannya. Setidaknya Hyun Ra akan terus belajar untuk berbenah diri.
Tiga raka'at shalat telah selesai, hingga terakhir Hyun Ra mengucap salam. Sesuatu hal yang tidak pernah ia lupa, ketika ia shalat. Yaitu mengirimkan Al-fatihah yang paling-paling diutamakan untuk Ibunya. Hyun Ra tidak pernah lupa mengirim Al-fatihah setiap seusai shalatnya.
Walau ia sendiri tidak tahu, apakah kiriman suratnya itu benar-benar sampai pada ibunya atau tidak. Ibunya meninggal dalam keadaan tidak memeluk Islam. Betapa Hyun Ra sedikit menyesali takdir itu. Sebenarnya terlalu banyak yang Hyun Ra sesali di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Ficção Adolescente•🌱Spin off dari Arshawa. Bisa dibaca terpisah. *** Bagi Kim Hyun Ra, hal yang paling membingungkan itu ketika dihadapkan dengan dua pilihan. Apa lagi pilihannya cogan. Perempuan yang mengatakan ingin masuk Islam, dengan nadanya seperti bocah meng...