Kamar asrama nomor dua belas, pagi ini cukup rusuh. Fairy mengobrak-abrik isi lemarinya, mencari khimar yang berwarna khaki. Dari lima belas menit yang lalu, belum juga ketemu. Sedangkan empat puluh lima menit lagi, kelas paginya akan dimulai.
Di bawah lantai, Hyun Ra memejamkan mata, dengan masih mengenakan mukenah setelah shalat subuh. Kepalanya bersandar di atas kasur.
Di meja belajar, Anza buru-buru menyelesaikan tugas catatannya, dia kebablasan tidur ternyata, tadi malam.
Sedangkan di dekat jendela, Oliara pun sama dengan Hyun Ra, yakni memejamkan matanya, dengan dengkuran halus yang berbunyi. Buku novel religi menutupi wajahnya, hingga pulau pun terbentuk di sana.
Kurva membuka pintu kamar, lantas berdecak melihat teman-temannya. Barusan ia selesai mandi.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam," jawab Fairy dan Anza tanpa menoleh.
"Ini kamar, udah kek kapal Titanic yang mau tenggelam," ceplos Kurva.
Ia berjalan ke arah Hyun Ra, lalu duduk di kasur gadis itu. Di liriknya sebentar Hyun Ra yang terlelap dengan posisi menyandarkan diri ke ranjang. "Tidurnya ngapa gini, coba? Kan bisa rebahan di kasur." Kurva menggeleng pelan, setelah bergumam barusan.
"Nyariin apa sih, Mbak?" tanya Kurva, tertuju pada Fairy.
"Jilbab Malay oval yang warnanya khaki. Kamu lihat gak?" Kurva mengerjap sekali mendengar itu.
"Kayaknya, lihat deh," gumamnya pelan. Menatap sekeliling, Kurva berseru. "Iya, iya, lihat. Itu!" Fairy segera menoleh.
"Mana, mana?"
"Dipakai Liora." Fairy menatap gadis maniak novel, yang tertidur itu. Bener. Oliora menggunakan jilbab yang sedari tadi dicarinya. Fairy menghela napasnya.
"Lupa, kalau semalam mbak yang pinjemin jilbab itu. Lagian buru-buru, karena udah ada ustadzah Lailatul. Jadinya sembarang lempar jilbab ke Liora, yang lama banget siap-siapnya." Fairy memperbaiki lagi, kekacauan yang dibuatnya.
"Pakai jilbab lain aja,"
"Gak bisa, cuma warna hitam sama khaki doang yang nyambung sama gamisnya. Jilbab Mbak yang hitam ada di keranjang kotor," ucap Fairy. Rasanya malas memilih baju lagi, di waktu yang tidak mungkin cukup. Bisa-bisa tertinggal bus dia.
"Yaudah, pakai punya aku aja." Kurva bangkit dari duduknya, segera mengambil jilbab miliknya yang dibutuhkan oleh Fairy.
"Makasih." Segera diraihnya jilbab itu, Fairy tersenyum lebar.
"Ahad bukannya, libur Mbak?"
"Dosen yang sempat gak masuk, mau masuk hari ini sebagai gantinya. Mbak pergi dulu ya, Assalamualaikum." Kurva menggelengkan kepalanya, ternyata jamkos ketika kuliah, berbeda dengan sewaktu sekolah biasa. Jam yang tidak terlaksana, harus diganti di hari lainnya.
Kasian mbak Peri, yang tanggal merah aja masih sibuk kuliah.
"Belum kelar juga, An?" Kurva menghampiri Avanza, melihat gadis itu yang terlihat sangat fokus.
"Belum, bantu tulisin dong," pinta Avanza.
"Joki dulu, baru aku bantuin. Lima puluh ribu aja,"
Avanza berhenti menulis sejenak, untuk menatap Kurva. "Gak usah deh, bisa sendiri. Nanggung, udah dikit. Kalo harus joki mah, dari kemarin-kemarin, sebelum aku nulis sebanyak ini." Kurva terkekeh, mendengar itu. Ditambah lagi, bibir Avanza yang mengerucut.
"Makanya jangan surat-suratan. Rasain, disuruh nulis juz 30." Kurva menarik sebelah sudut bibirnya, dan berjalan kearah kaca.
Ia mengeringkan rambut, dengan sebuah handuk kecil. "Gila, aku cakep banget." Rambut dengan model wolfcut, Kurva mengacak-acak rambutnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Ficção Adolescente•🌱Spin off dari Arshawa. Bisa dibaca terpisah. *** Bagi Kim Hyun Ra, hal yang paling membingungkan itu ketika dihadapkan dengan dua pilihan. Apa lagi pilihannya cogan. Perempuan yang mengatakan ingin masuk Islam, dengan nadanya seperti bocah meng...