TC 16 -Effort 🌱

82 7 0
                                    

Satu tulang, membuat banyak anjing menggonggong berebutan. Apabila telah lama tidak mendapat makanan, masih baik kah nasib para anjing-anjing itu? Ah, mereka akan saling menyerang. Hanya demi sebuah tulang. Seekor anjing, hanya akan memedulikan hidupnya sendiri, tanpa perasaan, tak apa yang lainnya mati. Yang terpenting, adalah dirinya sendiri. Tentu saja, ini mengenai kehidupan. Apa pedulinya, tentang hidup anjing lain?

Entah di seluk beluk dunia mana, selalu ada anjing-anjing yang memedulikan personalianya seorang diri. Sebagai bentuk pertahanan diri.

Yak, ige sekkideul. Jangnaniya?”  Hyun Ra berdecak diakhiri kata, walaupun bergumam lirih, suasana hening di ruang tamu membuat suaranya jelas terdengar. Tatapan tajam itu, seakan mampu merobek lembar demi lembar buku di depannya.

Mwo? Mworado isseo?”  sahut Andre cepat, sorotnya penuh keinginan tahuan. Ia meletakkan satu buku yang telah selesai ia hitung, isinya adalah cadangan kas perbulan yang sekelompok organisasi gelap ini kumpulkan.

“Ani, geunyang ilgeobo,”  ucap Hyun Ra acuh tak acuh. Ia bahkan tidak berkutik  sedikitpun, sekadar melihat iris yang memelotot dibalik kacamata baca itu.

“Ah, wae?! Geunyang daedapae.”  Hyun Ra menatap Andre malas, mendengar nada yang menuntut itu. Alhasil Ia menggeser sedikit bukunya.

Igo, i saramdeul ...”

Yak!” Hyun Ra tak melanjutkan ucapannya, ketika Kurva yang duduk di ujung sisi meja lainnya menyela. Tatapan mata yang tersirat rasa kesal, dan hentakan tangan yang bertemu dengan permukaan meja. Dua insan yang sedari tadi berbincang kini diam, meletakkan atensinya pada gadis belia itu.

Geunyang Indonesiaeoro malhaeyo, o? Aku gak bisa bahasa Korea, ora ngerti, gak mudeng aku tu.” Kurva menggeleng, menampilkan raut prustasinya yang kentara. Ia bahkan berpangku jidat, menatap Andre dan Hyun Ra bergilir. Muka-muka lelah, sehabis membaca buku tebal dua jilid.

“Itu bisa,” ucap Andre berkedip sekali, tak menampilkan ekspresi. Raut wajahnya lempeng.

Kurva menarik sudut bibirnya sedetik, lalu memasang wajah tak berekspresi kembali. “Jogeum.” 

“Oke, aku jelasin ya. Ini baru dugaan aku, panti asuhan yang kita maksud, itu gak punya pengawasan yang baik, mereka gak punya audit, dan kurangnya pengawasan dari pemerintah mengenai prosedur dan pencucian uang. Mungkin berkaitan dengan relasi Atma Danendra, hal itu bisa terjadi. Andre, kamu kan lagi baca tentang keuangan mereka, tolong selidiki pelaporan uang transparan dari panti ini ya. Kemungkinan mereka jadiin panti ini sebagai tempat amal yang dimanipulasi sebagai tempat pencucian uang. Nasib anak-anak di sana benar-benar mengkhawatirkan, mereka bisa aja jadi sandera dan juga alat yang dimanfaatkan orang-orang gila ini.” Mendengar ucapan Hyun Ra, Andre cekatan langsung kembali pada tumpukan berkas yang sudah ia baca. Memilah sesuatu dari sana untuk ditunjukan.

“Benar, uang. Mereka ngelakuin transfer melalui bank internasional. Ini buktinya, ini rekening bank yang terdaftar di berbagai negara. Iya, mereka pakai ini untuk mengaburkan jejak! Ck, ini baru satu proses pencucian uang, kita gak tahu mereka cuci uang di mana aja, dan melalui apa aja. Ngerusuhin emang manusia-manusia kayak gini, maruk banget soal duit.” Andre memasang tampang julid. Jangan ditanya, melekat banget udah. Ia membiarkan Hyun Ra membaca laporan yang diberinya. Menatap perempuan berpiyama putih itu dengan lekat. Sorot Andre terlihat kagum, ah, perempuan ini. Padahal seharian ini mereka sibuk banget dan dikejar waktu. Tapi Hyun Ra sama sekali tak terlihat lelah, justru begitu bersemangat.

“Kok lo gak capek sii? Ngurusin lembaga sosial kayak panti gitu gak mudah lo, apalagi gak resmi. Lagian, lo ngapain ikut-ikutan sii, ini tu tugasnya polisi tahu. Bahaya banget lo ikut-ikutan, mereka sekelompok mafia loh! Mafia beneran, bukan mafia bucin kayak di novel-novel!” cerocos Andre. Terlihat nyinyir memang, sejujurnya dia sedang kuatir.

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang