Islandia, 5 tahun yang lalu.
"Hyun Ra," panggil laki-laki yang terus mengekorinya sedari tadi. Hyun Ra terus berjalan dengan cepat, seolah menghindar.
"Hyun Ra!" Lee Seung-woo terus gencar mengusik gadis itu.
"Aish, Mwo?!" Hyun Ra menatap kesal, ketika Seung-woo menarik sebelah headsetnya.
Keduanya berhenti melangkah, Lee Seung-woo tersenyum, berbanding terbalik dengan Hyun Ra yang sedikit kesal.
"Kau marah?" tanyanya dengan bibir yang berkedut.
"Menurutmu?!" Hyun Ra balas bertanya dengan ketus.
Lee Seung-woo terkekeh pelan, membuat Hyun Ra semakin merasa dongkol.
"Yak, michoso? Kau masih bisa tertawa? Kau tahu berapa lama aku menunggumu kemarin?" Seung-woo mengangguk dengan mengulum bibirnya.
"Mianhae. Aku juga menunggumu. Salahku yang sering salah mengirim pesan, aku baru sadar ketika tiba di rumah dan menyalakan handphone."
"Meja nomor 24, pukul 17.00. Apanya yang salah? Kau tahu aku menunggu di sana sampai pukul sembilan malam?!" Lee Seung-woo meringis pelan, Hyun Ra benar-benar marah.
"Yak, nado. Dari pukul lima sore sampai pukul sembilan malam aku menunggumu. Aku kira kau tidak akan datang, tapi ketika turun ke lantai dua, kau malah sudah menghilang duluan. Aku menunggumu di lantai tiga, tapi kau menungguku di lantai dua. Jeongmal mianhae, aku mengetik pesan tanpa menggunakan kacamata. Jadi tidak sadar, kalau salah menulis nomor 34 menjadi 24." Lee Seung-woo menjelaskan.
Hyun Ra menatap laki-laki itu lamat, membuat Lee Seung-woo mengangkat alis bingung.
"Wae? Tatapanmu seperti ingin membunuhku." ucapnya pelan.
"Geure! Aku ingin membunuhmu! Baboya! Kutebak kau juga tidak membawa ponsel, aish michisekki!" Hyun Ra mengusap rambutnya kebelakang, menyalurkan rasa kesal.
Seung-woo tersenyum, menggosok bahu gadis itu agar marahnya reda. "Ayo kita ganti hari kemarin, dengan hari ini. Jinjjayo, apapun aku turuti sebagai gantinya."
Hyun Ra tersenyum miring, tatapan piciknya sudah bisa Seung-woo tebak.
"Oke, akan kubuat kau miskin hari ini. Palli kajja!" Seung-woo menurut saja, ketika Hyun Ra menggenggam tangannya dengan berlari meninggalkan pelataran kampus.
Seung-woo melirik gadis itu, yang bersemangat sekali berlari di jalur trotoar. Raut wajahnya berubah menjadi cerah seketika, padahal baru tadi gadis itu marah-marah. Seung-woo tersenyum kecil, mulai terbiasa dengan kelakuannya.
"Kim Hyun Ra!" serunya.
"Wae?" Hyun Ra menoleh, menatap netra laki-laki itu.
"Kiyowo," gumam Seung-woo pelan dengan tersenyum lebar.
"Mworago?" tanya Hyun Ra yang tak terlalu mendengarnya dengan jelas.
"Anieyo. Kajja!" Seung-woo memalingkan wajah ke depan, menggenggam tangan Hyun Ra lebih erat lalu berlari lebih cepat.
"Yak, shekkiya! Kau bisa lari pelan-pelan saja?"
Seung-woo tertawa, ia menggeleng. "Shiroyo!" teriaknya.
🌱🌱🌱
Baskara yang telah menggantikan purnama. Hembus pelan angin pagi menyapa, merosot ke rongga dada, dan memberikan rasa yang nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chosen
Teen Fiction•🌱Spin off dari Arshawa. Bisa dibaca terpisah. *** Bagi Kim Hyun Ra, hal yang paling membingungkan itu ketika dihadapkan dengan dua pilihan. Apa lagi pilihannya cogan. Perempuan yang mengatakan ingin masuk Islam, dengan nadanya seperti bocah meng...