TC 07 -Dejavu 🌱

168 22 3
                                    

Weekend ini, selepas shalat Zuhur, Hyun Ra dan Fatimah telah siap untuk ke rumah Nawa. Wanita hamil itu ngidam ingin mancing. Tentu saja orang di sekitarnya kerap kali kena imbas dengan ngidamnya yang bermacam-macam itu. Bukan Arsha saja, yang terkadang dibuat riweh.

Di depan gerbang pesantren, sudah ada mobil Avanza Luxury yang terparkir sedari tadi. Bergegas Hyun Ra dan Fatimah memasuki mobil itu.

"Assalamualaikum, maaf Pak nunggu lama ya?" ucap Fatimah.

"Waalaikumussalam, enggak kok Mbak. Kita jalan nih?" sahut sang bapak Gocar.

"Iya Pak. Jalan sekarang," jawab Fatimah sekenanya. Selepas memakai seatbelt, diliriknya Hyun Ra yang terlihat anteng di sampingnya. Mungkin lama tidak memegang handphone, gadis itu sibuk dengan sesuatu hal di sana.

"Asik bener, Neng." Goda Fatimah. Hyun Ra tersentak, lantas menyengir. Ia menyimpan benda pipih itu, setelah hanya menatap beberapa baris pesan di dalamnya.

"Enggak Fat, cuma lihat pesan doang. Hehe. Eh maap, Ning maksudnya. Aduh, lupa." Hyun Ra menepuk pelan jidatnya, meralat panggilan Fatimah. Sontak Fatimah terkekeh melihat itu.

"Santai aja kali, gak perlu panggil gitu. Fatimah aja kayak biasanya. Aneh tahu," Hyun Ra mengangguk dengan tersenyum, mendengar itu.

"Oke, Fatimah." Hyun Ra cengengesan, "Eh, nama kamu mirip sama nama anaknya Rasullullah. Baguss." Dua jempol gadis itu terangkat. Fatimah tersenyum mendengarnya.

"Syukron, nama kamu juga bagus. Marganya Kim kan, kalau gak salah?"

Hyun Ra mengangguk, "Iya. Tapi pingin ganti nama. Kayak Islam-Islam gitu." Gadis itu melirik ke kaca jendela, kala sesuatu terjatuh di sana. "Hujan! Lihat deh Fatimah, pemandangannya bagus banget." Hyun Ra berbinar, kala melewati kawasan pegunungan di sana. Belum lagi hujan yang menambah kesan aesthetic, menimpa rimbunnya pepohonan.

Vibesnya menenangkan. Hyun Ra menyukainya.

Fatimah tersenyum, ikut melihat keluar. "Hyun Ra, tahu gak? Bogor itu dijuluki Kota Hujan. Ya karena ini, keseringan hujan. Di sini enak, tapi pasti lebih enak di Korea kan? Di sana aku lihat pemandangannya aesthetic gitu. Apa lagi pas musim salju sama musim semi." Fatimah berkata antusias. Aaaaa Korea adalah salah satu list negara yang ingin ia kunjungi kelak. Dengan kekasih halalnya.

Mendengar celotehan Fatimah, Hyun Ra lantas menoleh. "Korea emang bagus. Tapi tempat ini juga bagus. Aku lebih milih untuk di sini aja sii. Tenang soalnya." Gadis itu tersenyum, ia menggerakkan jarinya abstrak di kaca jendela.

Fatimah mengernyit, kala terpikirkan sesuatu. "Oh iya, kok bisa sih kamu pilih Indonesia, dari banyaknya negara lain? Bahasa Indonesia kamu juga lumayan. Belajar bahasa di mana?"

Hyun Ra sedikit menegang. Namun beberapa saat mimiknya netral kembali. Ia menoleh, memfokuskan pandangan pada Fatimah.

"Aku pilih Indonesia, ya ... karena Indonesia bagus aja. Kayaknya ramah-tamah gitu, penduduknya. Lagian muslim terbanyak di Indonesia juga kan? Kayaknya bakalan nyaman kalau tinggal di sini. Untuk bahasanya, aku sejak akhir-akhir kelas 12 udah mulai ngafalin beberapa kosakata. Setelah lulus, aku coba bagi waktu antara kuliah sama les tambahan belajar bahasa." Fatimah tersenyum lebar mendengar itu. Hyun Ra keren di matanya.

"Hebat, bisa bagi waktu gitu. Eh tunggu, kamu udah lulus kuliah juga? Berarti kamu lebih tua dari aku?!" Fatimah memajukan sedikit kepalanya. Sontak Hyun Ra mundur dengan mengerjap sekali.

"Iyalah. Aku hampir dua puluh lima tahun. Kamu berapa?" Fatimah menggeleng pelan.

"Tapi wajah kamu, mengkhianati umur. Ketimbang aura perempuan dewasa, kamu malah lebih kelihatan kayak ... anak SMP atau SMA gitu. Aku sendiri, baru sembilan belas tahun. Eh, aku panggil kamu apa?! Gak sopan, panggil nama." Hyun Ra meringis sedikit, Fatimah kayaknya terlalu bersemangat.

The ChosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang