Chapter 2

25.8K 2.3K 56
                                    

"mencari jati diri ternyata lebih susah daripada mencari pacar"

*
*
*

Sudah satu Minggu Luca menjalani hidup barunya dan selama itu juga ia sudah cukup mengenal teman-teman barunya yang senasn dengannya yaitu tak memiliki orangtua namun ada juga yang kabur dari rumah dan berakhir tertangkap oleh komplotan preman.

Sekarang sudah jam empat sore menandakan banyak kendaraan arus balik dari tempat kerja.

Kondisi bocah mungil itu semakin hari terlihat semakin kurus dan lukanya semakin membengkak.

Jari-jari mungilnya membawa beberapa tangkai bunga dan mulai beraksi saat lampu berganti warna menjadi merah.

Bocah itu berusaha membuka suaranya untuk menawarkan bunga pada pengendara mobil mewah didekatnya, "mici au beyi ung a?" Tawarnya dengan susah payah.

Seorang pria yang ia tawari mengangkat sebelah alisnya, "au beyi ung a?" Ulangnya.

Pria itu memperhatikan wajah bocah itu dengan seksama, mata bulat dengan bola mata berwarna biru laut menambah kesan imut namun dahi pria itu mengernyit saat melihat pipinya yang tembam, ah jika diperhatikan kembali pipinya tembam bukan karena kebanyakan lemak namun tembam karena bekas pukulan atau bisa jadi ada peradangan didalam mulutnya.

"Berapa?" Tanyanya singkat membuat bocah itu berbinar.

"Atu Ima yibu" ucapnya sambil menyodorkan satu tangkai bunga.

Pria itu segera mengambil uang didompetnya, "saya beli semua"

"Mua?" Bingungnya, pria itu awalnya tak paham dengan bahasa anak kecil namun tak ayal ia mengangguk membuat Luca tersenyum bahagia.

Pria itu tertegun melihat senyuman indah dari bocah dihadapannya, seumur hidupnya dirinya tak pernah mendapatkan senyuman tulus seperti yang diberitakan bocah itu.

Ia memberika beberapa lembar uang berwarna merah lalu mengambil semua bunga ditangan bocah itu.

Dirinya sangat bahagia mendapatkan uang yang sepertinya banyak, tak lupa ia mengucapkan terimakasih pada pria baik yang telah membeli bunganya.

"Acih!! am an aik" ucapnya dengan suara khas anak kecil lalu segera pergi dari sana karena lampunya sudah berganti warna hijau.

"Lucu" batin pria itu.

Pria yang tengah menyetir mobil itu heran dengan bosnya yang tak pernah tersenyum normal seperti halnya sekarang.

"A-anu tuan, apa perlu saya Carikan data tentang anak itu?" Tanyanya, sebab dirinya sudah hafal dengan tabiat bosnya.

Pria itu mengangguk ucapan sang asisten, "ya, paling telat malam ini lalu selalu awasi anak itu"

Benar apa yang ia pikirkan bosnya pasti tertarik dengan bocah tadi, "baik tuan"

Kembali lagi pada bocah yang bernama Luca tersenyum bahagia menghampiri Riki.

"Bunga kamu sudah habis dek?" Tanyanya.

Luca mengangguk senang membuat Riki ikut senang lalu mengusap kepala Luca dengan lembut, "syukurlah kamu tidak akan dimarahi oleh bang Juned"

Sekali lagi Luca mengangguk lalu memberikan uangnya pada Riki membuat bocah itu kaget. "Adek beneran ini uang yang kamu dapat? Tidak mengambilnya dari orang lainkan?"

Luca mengangguk pada pertanyaan Riki lalu menggeleng pada pertanyaan kedua.

Riki tersenyum lembut, "hm baguslah, yang ini kamu simpan ya! Jangan bilang sama bang Juned ok?!" Riki mengambil dua lembar uang merah pada tangan Luca lalu menaruhnya pada saku baju Luca bagian dalam.

LUCA (Life Story) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang