Bianca menghela napas panjang saat tiba di rumah. Rasa lega menyelimuti dirinya. Pikiran yang sejak tadi menghantuinya akhirnya sedikit mereda setelah menghabiskan waktu dengan King. "Untung aja nggak jadi meninggal" gumamnya sambil melepas sepatu.
Namun, kelegaan itu tidak bertahan lama. Saat Bianca membuka ponselnya, layar penuh dengan notifikasi pesan dari Leon. Puluhan pesan itu semuanya bernada cemas:
Leon:
"Caca, kamu udah pulang?"
"Kok nggak jawab? Kamu baik-baik aja, kan?"
"Kalo udah pulang bales chat aku" kata Leon
Bianca tertegun. Ia lupa sama sekali soal Leon karena bersama King. Dengan cepat, ia menekan tombol panggil.
"Halo Leon" suara Bianca terdengar pelan saat Leon menjawab.
"Bianca, kamu ke mana aja?" suara Leon terdengar tegang dan khawatir.
Bianca menelan ludah, otaknya berpikir cepat. "Iya maaf, Aku baru sampai rumah."
"Baru sampai rumah? Malam gini," Leon langsung curiga.
Bianca mulai panik. Ia tidak mungkin jujur mengatakan bahwa ia baru saja keluar dengan King. "Tadi aku ke apotek, Leon. Beli obat. Maaf nggak sempat balas chat kamu," jawabnya gugup, mencoba terdengar meyakinkan.
"Apotek? Kamu sakit?" suara Leon melembut, tapi nadanya masih menyimpan keraguan.
"Enggak, cuma beli vitamin. Nggak apa-apa kok," kata Bianca cepat. Ia merasa bersalah, tetapi itu adalah kebohongan kecil yang menurutnya perlu.
Leon terdiam sejenak sebelum berkata, "Aku cuma kangen aja sama kamu."
Pernyataan itu membuat hati Bianca berdesir. "Iya, aku juga, Leon," jawabnya pelan. Namun, di balik rasa rindu itu, ada perasaan bersalah yang mulai tumbuh di hatinya.
Percakapan mereka berlanjut dengan topik ringan, tetapi pikiran Bianca terus melayang-layang. Kebersamaannya dengan King tadi terasa seperti rahasia besar yang tidak seharusnya ada. Namun, ia tidak bisa mengingkari bahwa perasaannya terhadap King telah berubah.
Setelah telepon berakhir, Bianca duduk termenung di sofa. Di satu sisi, Leon adalah pacarnya, Bianca sudah menyimoan perasaan untuk Leon sangat lama, Namun, King... King memiliki daya tarik yang berbeda, yang entah bagaimana seolah mempunyai daya tarik yang membuat Bianca sulit untuk mengabaikannya
Hatinya kini penuh dilema, dan malam itu, Bianca tahu bahwa perasaan bersalah ini akan terus menghantui, sampai ia bisa menemukan jawabannya.
Bersalah karena bermain di belakang Leon dan bersalah pada King karena telah ia jadikan pelampiasan.
***
Sabtu pagi telah tiba, sedari bangun tidur Bianca sudah mendapati rumahnya sepi. Orangtuanya sedang keluar, dan Bianca akhirnya punya waktu untuk santai. Ketika suara ketukan pintu terdengar, ia langsung bangkit dan membuka pintu.
Di depan pintu Leon berdiri dengan membawa cangkingan di tangannya, dengan jaket denim dan senyum kecil di wajahnya. Tapi sebelum Leon sempat berkata apa-apa, Bianca langsung memeluknya erat tanpa aba-aba.
"Ehh,??" Leon terkejut, kedua tangannya masih menggantung di udara, bingung harus melakukan apa.
"Kangen aja," jawab Bianca singkat sambil menyembunyikan wajahnya di bahu Leon.Leon tersenyum kecil, akhirnya membalas pelukan itu.
"Udah, masuk aja," potong Bianca sambil menarik tangan Leon ke ruang tengah.
Mereka duduk di sofa sambil menikmati cemilan yang Leon beli sebelumnya. "Mamah kamu mana,?" Tanya Leon karena merasa rumah itu sangat sepi.
"Mamah keluar sama papah, kalo Thania gatau kemana"

KAMU SEDANG MEMBACA
Leon King (18+)
Novela Juvenil⚠️1821+ ⚠️ Mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar About what? About Bianca, Leon and King... Bocil Minggir! Ini cerita ngabrutt orang dewasa