FBS 5 : Hari TERSIAL

1.6K 43 18
                                    

Instagram : wp.zazaa

"Aduhh... aku jadi khawatir sama kamu. Untung aja kamu udah redahan.."

"Kamu ga minum susu yang aku kasih ke kamu itu? Kan banyak." sambungnya makin membuat ku sesak.

"Hilang." balas Vangga singkat. Wanita genit itu merespon, "Loh? siapa yang ngambil? susu sebanyak itu masa hilang sih.. mubazir banget ASI aku..." lesunya pun berkesan genit.

Hembusan nafas semakin berat ku keluarkan, aku masih mampu menahan amarah disini.

"Itu siapa? Pembantu kamu?"

DEG! Aku tak tahan lagi, "BENER-BENER YA LO! BADJINGAN!! KONTOL! ASU! MEMEK! SINI MUKA LO GUE CINCANG!!!!!"

Sergap melangkah ku hentakkan kaki ku laju kearahnya, langsung melayangkan satu tanganku berakhir mendarat pada pipinya dan PLAK!! suara kencang begitu nyaring muncul. Pipinya memerah mengeluarkan darah di sana. Tak sengaja ataupun ku sengaja aku tak peduli, aku menuruti apa yang di perintah otakku dengan kondisi tangan gatal ingin sekali menghajar mulutnya sesegera mungkin.

"Ah! S-sakit!"

"SIAPA SIH LO?! DATENG-DATENG GA JELAS!!! KAGA SALAM, KAGA NGETUK PINTU DULU!!!! SOPAN GA LO BEGITU????!!!?? GENIT BANGET JADI CEWEK! MINIMAL ATTITUDE!"

"YA LO ANJING YANG GA SOPAN!! GUE DISINI SEBAGAI TAMU, DAN LO, LO SEBAGAI PEMBANTU TUH HARUSNYA DIEM!! BUKAN MALAH NAMPAR ANAK ORANG!!!! CUIH! PEREMPUAN GA JELAS!!"

"PEMBANTU?!! DASAR MEMEK LO BANGSAAAAATTTTTTT!!!!! GUE DOAIN MEMEK LO BUSUK BAU PAKE BANGETTT BIAR GA ADA YANG MAU MA LO!"

Tak tahan dengan omongan nya yang begitu menyakitkan hatiku, aku bertindak untuk yang kedua kalinya. Tanganku melayang kearah wanita itu hendak menampar lebih kuat lagi. Namun,

"MORA!" Vangga meneriaki namaku kencang, menghentikan arahan tanganku pada wanita itu. Teriakan yang berkesan menyentak membuat hatiku terasa di tusuk dalam, begitu sakit mendengar nya.

Di tambah lagi dengan tatapan Vangga padaku yang seakan sangat benci tak suka.

"Jaga ucapan mu Mora!" sentaknya lagi.

Dia, melepaskan tanganku yang kini melemah akibat semburan ucapan nya. Dan terlebih lagi dengan kelakuan wanita itu yang sengaja memeluk genit suamiku, menunjukkan ekspresi mengece padaku.

Sebagai seorang istri, meski ku tak menyimpan rasa apa pun pada Vangga, aku tetap merasakan betapa sakitnya tak di bela, tak di pedulikan dan di singkirkan begitu saja. Lebih baik ku keluar dari ruangan itu, daripada mereka melihat ku menangis jeru seperti ini.

Suara isakan ku semakin jelas di dengar orang sekitar. Aku tak ingin mereka melihat sisi cengengku. Aku berlari laju segera keluar dari gedung rumah sakit, berjalan lamban di pinggir jalan raya yang tengah macet akibat lampu merah.

TIN! TIN! TIN!

"HEH! MORA! MORA! LO NGAPAIN DISITU?!!"

"Eh? Rara?" tolehku terkejut. Rara sergap meminggirkan motornya, memarkir sejenak di sana dan kemudian berjalan panik menghampiri ku.

"K-kenapa Lo? Mata Lo merah banget anjir!" paniknya sampai memegangi kedua pipiku.

"IHH!! LEPAS! GUE TU LAGU ANCUR TAU GA!" pekik ku badmood melepas sentak tangan Rara.

"Eh maaf.. Lo habis nangis ya? Kenapa Mor? Cerita aja, kenapa Lo? Di apain siapa? Siapa yang ngebuat Lo nangis?" Rara menghujani ku pertanyaan.

Dan lagi ku mengingat seluruh kejadian tadi. Terdiam bisu tak membalas di tengah adanya bek mobil macet.

FEBIOLABREATS [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang