Senandung pertama

1.2K 86 5
                                    

"Aduh!!"

Aku yang baru saja mau loncat turun dari atas tembok langsung melihat ke bawah. Ke orang yang baru saja berteriak kesakitan. Tas milikku yang tadi kulempar ke bawah tembok, ada didekat kakinya.

Sementara cowok itu mengusap-usap kepalanya kesakitan. Rupanya tasku itu mengenai kepalanya. Sekarang dia yang sedang berdiri di bawah tembok menatapku marah.

Aduh, sial! Pikirku mengenali cowok berkacamata minus di bawah sana. Itu Hangga. Ketua kelas dua belas IPA tiga. Yang juga mantan ketua Osis di sekolahku.

Kenapa aku bisa ketemu dia di sini? Ngapain juga dia ada di gang sempit belakang sekolah? Rute aman untuk rencana bolosku hari ini.

"Kamu ngapain di atas sana? Ayo turun!"

"Kalo gue turun, gue gak akan diapa-apain kan?"

"Memangnya saya mau ngapain kamu? Sudah, cepet turun." Hangga masih berdiri di bawah, mendongakan kepalanya menatapku.

Mantan ketua OSIS yang terkenal galak itu berdiri berkacak pinggang. Persis satpam sekolah yang mergokin maling. Dih, aku kan bukan maling! Cuma murid sial yang mau bolos tapi keburu ketahuan. Untung bukan guru, coba kalau guru. Habislah aku!

Tanpa aba-aba lagi aku segera loncat. Hangga yang berdiri di bawah, sepertinya kaget dengan gerakanku yang tiba-tiba itu.

Reflek tangannya terulur menangkapku, akibatnya ia mundur ke belakang. Nyaris jatuh ke tanah karena tertimpa badanku. Untung refleknya bagus, dia kuat juga. Bisa menahan tubuhku hingga gak sampai jatuh.

Tapi..kenapa aku malah ada di dalam pelukannya?

"Aahh...elu ngapain gue?" Teriakku kencang sambil mendorong badannya ke belakang. Tidak peduli dia mau jatuh lagi tapi untungnya dia bisa menahan keseimbangan badannya. "Ngapain elu peluk-peluk gue?"

Padahal aku yang sengaja jatuh ke tubuhnya, kalau tadi Hangga tidak menangkap tubuhku yang tiba-tiba melompat turun. Pasti saat ini dahiku sudah mencium aspal!

Tapi dengan liciknya, aku malah menuduh Hangga memelukku! Iya, perempuan memang harus begitu. Harus bisa main trik. Apalagi menghadapi cowok galak kayak Hangga.

Sebelum dimarahi, marah duluan. Jadi dia gak bakal berani macam-macam. Kalau dia sampai lapor guru kan gawat. Jadi tuduh saja dia main peluk seenaknya. Kalau sudah begini, apa dia masih berani lapor? He..he..licik kamu Alyssa, pujiku pada diriku sendiri.

"Siapa yang peluk-peluk kamu seenaknya? Kamu tahu ndak, tadi kamu lompat seperti itu sangat berbahaya! Sebenarnya kamu ini cah lanang opo cah wedok? Kelakuan kok koyok ngono." Hangga menatapku takjub mendengar ucapanku yang mencoba memutar balikan fakta.

Kali ini aku yang melongo, tapi kemudian tertawa geli mendengar logat Jawa medoknya. Di sekolah, selain terkenal sebagai mantan ketua OSIS yang galak, Hangga juga terkenal dengan logat Jawa medoknya. Karena asalnya memang dari Solo. Baru tiga tahun di Jakarta. Tapi logat Jawanya masih medok.

"Kenapa tertawa?" Hangga menyipitkan matanya.

"Nggak. Elu lucu. Cina tapi ngomong Jawanya medok banget."

"Kamu rasis?"

"Hah? Nggak, nggak, siapa bilang gue rasis? Cuma lucu aja."

"Saya bukan badut. Apalagi pelawak. Kok dibilang lucu?" Hangga lagi-lagi menatapku tajam. Duh, matanya. Kenapa segalak itu sih ngeliatin cewek semanis aku? Kan jadi takut...

"Maaf kalau elu tersinggung. Tapi gue gak ada maksud menghina kok, apalagi rasis. Jangan marah ya, jangan salah paham juga," kataku membujuk. Kalau dia marah kan bisa gawat. Bisa gagal acara bolosku.

"Saya ini bukan Cina. Tapi Indonesia keturunan Tionghoa. Lahir saja di Solo. Ngomong Cina ndak bisa. Jadi jangan bicara sembarangan."

"Iya, iya, gue kan udah minta maaf. Masa gak dimaafin?" Aku segera mengambil tas sekolahku. Membersihkan tas yang terkena debu.

"Hei, mau kemana kamu?" Hangga menahan langkahku yang mau pergi.

"Bolos."

"Apa? Bolos?"

"Iya. Kan gue tadi loncat dari tembok emang buat bolos."

"Ndak, ndak bisa. Kamu kembali ke sekolah sama saya. Ndak ada bolos-bolosan."

"Ih, gak mau ah. Gue mau bolos."

"Kamu ikut balik ke sekolah sama saya, atau mau saya laporin guru BP dan wali kelas kamu?" Ancam Hangga.

"Ih, kok jadi main ngancem sih?"

"Ya..terserah. Kamu bisa milih."

Akhirnya dengan menghentakan kaki, aku ikut kembali ke Sekolah dengannya.

Hari apa sih sekarang? Kenapa nasibku sial banget hari ini? Dan semua ini gara-gara Hangga Tjokrokusumo!

Senandung cinta untuk Alyssa(end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang