"Apapun itu, gue senang akhirnya dia melihat ke arah gue."***
Nalian mengetuk meja kantornya berulang kali dengan menatap layar laptop menyala serta tumpukan berkas yang tidak luput dari perhatiannya. Pandangannya di arahkan ke pintu ketika mendengar suara keributan di luar. Tetapi, Nalian berusaha untuk tidak peduli dan kembali fokus membaca rentetan kalimat pada berkas dokumennya. James dan Dimas memang seringkali berdebat. Nalian sudah tidak heran lagi.
"Nalian!"
Deg
Pulpen yang berada di genggamannya terlepas seketika dengan mata terlonjak kaget menatap sosok Baily telah berdiri di hadapannya dengan ekspresi marah.
Ah, mau apa gadis ini? Padahal kemarin baru aja mengakhiri. Kenapa sekarang malah menampakkan diri? Tunggu, harusnya gadis ini sekarang berada di Singapura. Kenapa malah berada di hadapannya?"Lo nggak bisa seenaknya ngorbanin diri, ngebiarin tubuh lo tersiksa supaya keluarga gue nggak bayar uang 1 triliun. Kenapa keluarga lo tega nyiksa lo? Apa ini cuma bualan doang supaya gue mau lanjutin perjodohannya sama lo?"
Nalian mengkerutkan alis tanda bingung. Dia merasa tidak pernah menceritakan perihal kesepakatan yang dirinya buat apabila tidak bisa mempertahankan hubungan perjodohan yang telah kakek dan oma Baily buat. Apa kakek membocorkannya pada Baily? Tetapi, kenapa gadis ini sampai repot tidak berangkat ke Singapura?
"Aku sedang sibuk hari ini. Tolong jangan ganggu dan kamu tidak punya hak untuk tahu,"jawab Nalian dengan nada tegas beralih menatap kembali berkas dan sesekali tangannya membubuhkan tanda tangan.
Ini hanya alibi Nalian saja untuk menutupi rasa gugupnya sebab berhadapan kembali dengan Baily. Seorang perempuan yang sejak kemarin membuat hatinya sakit. Rasanya aneh bersikap seperti ini di hadapan perempuan yang menarik atensinya selama 3 bulan perkenalan mereka akan sebuah momen perjodohan.
Baily tidak suka akan reaksi Nalian yang terkesan ketus dan tidak peduli. "Lo tinggal jawab. Untuk apa lo buat kesepakatan kalau hanya merugikan diri sendiri. Satu lagi, kenapa lo nggak bilang kalau sudah mempersiapkan deretan universitas untuk gue? Lo selalu sesuka hati dalam bertindak. Terus, lo nyuruh gue buat memilih itu gunanya apa?"
"Sebelum kamu menuduh, biasakan tanya orang tuamu dulu. Aku hanya mengikuti perintah. Daripada berdiam di sini, lebih baik keluar!"suara lantang Nalian membuat Baily mengepalkan kedua tangan.
Sombong sekali lelaki di hadapannya ini. Dalam sehari, sudah bisa menjadi serigala dan menempatkan posisi sebagai orang asing. "Gue mau perjodohan ini berlanjut."
Brak!
Baily memejamkan mata sejenak ketika Nalian memukul meja kantornya dengan kasar. Seketika dia hilang fokus dan membuat tumpukan kertas di tangannya terhambur begitu saja ke lantai. "Jangan main-main sama gue. Lebih baik lo pergi dari sini. Gue udah nggak mau berurusan lagi sama lo!"
Baily mengepalkan tangan lebih kuat dan maju selangkah. "Lo nggak kasihan sama usaha keras lo untuk perjuangin gue supaya bisa lanjutin pendidikan S2?"
"Gue lebih kasihan udah cut off orang. Tetapi, hari ini datang dengan tindakan konyol,"jawab Nalian tak kalah ketus menatap nyalang kedua mata Baily.
Baily mengetukan jari di meja kantor Nalian pada setiap kata yang terucap dari bibir manisnya. "Gue nggak pernah cut off sembarangan orang. Lo salah paham perihal kemarin tanpa mau kasih celah buat gue ngomong panjang lebar."
"Gue nggak suka bertele-tele. Lo nggak mau, ya berakhir. Gue nggak mau membuang waktu untuk orang nggak penting kayak lo,"ucap Nalian mendengus kesal.
Baily tersenyum kecut mendengar kalimat ketus Nalian dan entah kenapa membuat dadanya sesak. "Mulai sekarang, gue yang akan paksa lo untuk lanjutin perjodohan ini. Terserah lo mau nolak. Keluarga kita pasti setuju untuk melanjutkan. Jadi lo nggak ada alasan untuk di siksa sama kesepakatan konyol yang lo buat itu! Pastinya gue akan tetap melanjutkan pendidikan dengan universitas yang sudah lo carikan untuk gue. Ya, gue buang jauh-jauh harapan untuk kuliah di Singapura. Gue bosan juga ke luar negeri terus. Mending tetap di Jakarta."
Nalian terperanjat kaget saat Baily berjalan mendekat ke arahnya dan memegang wajahnya. Nalian menelan ludah saat jarak mereka sangat dekat. "Lo udah di siksa berapa kali?"
"Hah?"Nalian menatap heran pada Baily yang menatapnya khawatir.
Tatapan yang baru pertama kali ia lihat. Momen yang baru saja ia rasakan dimana kedua tangan Baily menyentuh permukaan wajahnya. Rasanya tangan Baily sangat hangat. Ini pertama kalinya ia di sentuh oleh perempuan selain Bunda dan Kakaknya.
"Jujur sama gue. Bagian tubuh mana yang sakit? Di punggung? Lengan? Kaki?"tanya Baily menatap Nalian yang tidak berkedip.
Baily menghela nafas dan berkata dengan lirih. "Mulai sekarang bilang sama gue kalau keluarga De Jung berani menyiksa lo. Anggap aja ini timbal balik karena lo udah bantu gue bisa lanjutin S2. Makasih ya, Nalian. Lo berusaha keras untuk kasih gue kenyamanan. Maaf gue salah mengartikan semuanya secara negatif."
"Iya,"jawab Nalian gugup.
Baily tersenyum simpul dan melangkah menjauh darinya. "Sebelum ke ulang tahun kakek, besok kita beli kado bareng ya? Nomer lo udah nggak gue blokir kok. Semangat kerjanya, Nalian."
Nalian tersenyum sumringah ketika Baily keluar dari ruangannya sambil berlari. Kenapa keadaan menjadi berbalik seperti ini? Meskipun sempat bingung akan sikap Baily yang tiba-tiba menjadi lembut. Tetapi, ada rasa bahagia di dalam dirinya ketika mendengar suara lantang Baily berucap untuk melanjutkan rencana perjodohan ini agar dirinya tidak di siksa.
"Siapa yang kasih tahu dia perihal itu ya? Apapun itu, gue senang akhirnya dia melihat ke arah gue."
Di sisi lain.
Baily masuk ke dalam lift dan memukul kepalanya pelan. "Ya ampun itu tadi bukan gue banget. Gue kesambet apa sih? Bisa-bisanya jadi kayak kucing di depan Nalian. Malah sok-sokan bilang semangat kerja lagi. Aaaaaa hilang sifat cool gue. Pasti gue di bercandain habis-habisan besok sama Nalian. Lo kenapa sih Baily astagaa. Kayaknya gue harus ruqyah deh. Ini setan centil di tubuh gue harus di musnahkan. Bahaya banget sampai ada kejadian gini lagi. Enak aja ntar gue dikira suka lagi sama Nalian. Padahal gue kasihan aja kalau sampai Nalian tersiksa karena gue. Ya, hitung-hitung gue jadi orang yang baik."
---
Gimana sama part ini? Mana senyum lebarnya? Dibikin campur aduk sama kelakuan Baily dan Nalian nih.
Nantikan terus ceritanya yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Askara Dama Mengharap Amerta
FanfictionSeperti halnya askara dama mengharap akan amerta. Bisakah sang pewaris utama De Jung berharap pada sang pencipta bahwa kehidupan akan di limpahi oleh harsa-nya? Saat harapan akan dewa cinta datang dari sebuah momen perjodohan. Ia harus mengalami sit...