NF 01 : Dreaming

398 32 3
                                    


"Terkadang, orang tua mengukur kebahagiaan anak dengan apa yang ia hendaki."

***

Seorang gadis berambut sebahu bernama Baily baru saja turun dari mobil dan seketika pandangannya mengarah pada bendera berwarna kuning yang terpampang dengan jelas di teras rumahnya. Entah kenapa, saat itu juga air mata kembali menetes ketika harus menerima kenyataan bahwa oma yang selama ini selalu ada untuknya telah berpulang kepada Sang Pencipta. Meskipun berat bagi Baily untuk melepas kepergian sang oma yang begitu ia sayangi.
Tetapi, ia hanya bisa berdoa semoga ibu dari papi-nya tersebut mendapat tempat terindah di Surga.

"Udah cukup kamu nangis di pemakaman tadi. Jangan menambah tangisanmu di rumah,"ucap Daksa selaku kakak Baily sambil merangkul pundak kanannya.

"Kenapa oma pergi ninggalin aku, Kak? Siapa yang akan jadi tempat aku berlindung kalau bukan oma,"lirih Baily menahan isakannya.

Daksa hanya bisa tersenyum tipis dan mengeratkan rangkulannya, bermaksud menguatkan sang Adik yang begitu dekat dengan almarhum sang oma. "Kakak akan selalu ada untuk kamu, Ly. Sebaiknya, kita masuk. Papi dan Mami mau bicara sesuatu."

Baily hanya menganggukkan kepala dan mengikuti langkah Daksa masuk ke dalam rumah. Sebenarnya, setelah pulang dari pemakaman ia ingin segera mengistirahatkan diri dan menghindar dari dua orang yang selalu menentang segala keinginannya. Ya, siapalagi jika bukan Papi dan Maminya.

.

.

"Kak Grizel sama Arasta mana?"tanya Baily mengerutkan dahi karena tidak melihat keberadaan kakak ipar serta keponakannya saat tiba di ruang keluarga.

"Mereka ada di kamar."

Mendapat jawaban kurang memuaskan, Baily yang akan membuka suara hanya bisa menghela nafas ketika Papinya bernama Danendra Fadlan Alterio lebih dulu memotong. "Duduklah. Biarkan kakak iparmu menenangkan Arasta."

Sorot mata Fadlan menatap Baily yang mencibikkan bibir. Seketika pandangannya beralih pada Dania, selaku Mami Baily yang memberi isyarat agar segera membuka suara. "Oke, tanpa berlama- lama lagi. Papi ingin menyampaikan pesan dari oma. Di masa lalu, oma punya perjanjian dengan keluarga De Jung untuk menjodohkan kedua cucunya. Oleh karena itu, oma memilih Baily."Fadlan berucap yang sukses membuat kedua mata Baily membulat dengan sempurna dan reflek bangkit dari duduknya serta menatap tajam pada sosok yang selalu ia benci sebab seringkali menentang impiannya.

"Oma nggak mungkin sejahat itu mempertaruhkan perasaanku hanya demi janjinya di masa lalu."Fadlan tersenyum sinis mendengar ucapan Baily yang ia tahu akan menolak.

"Tetapi, hanya kamu yang paling oma sayangi. Tentu oma tahu apa yang terbaik untuk masa depanmu. Sudahlah, ikuti saja. Ini juga demi kebaikan keluarga kita."

"Kebaikan apa yang coba Papi bicarakan? Kebaikan untuk membuat aku semakin hancur?!"rahang Baily mengeras dengan sempurna saat tatapannya beradu dan Fadlan yang tersenyum amat tipis.

Fadlan mengetuk meja dengan tangan kanannya.. "Suka atau tidak suka, kamu harus tetap terima. Perlu kamu ketahui, keluarga Alterio tidak akan bisa sampai seperti ini tanpa bantuan keluarga De Jung. Minggu depan keluarga mereka akan datang untuk makan malam dan membahas rencana pernikahan."

"Bahkan Papi nggak memberi kesempatan untuk aku menolak perjodohan gila ini!"ucap Baily dengan nada kesal menatap pada Fadlan yang menghela nafasnya.

"Papi hanya ingin kamu menuruti keinginan terakhir oma. Kamu pikir, oma mendukung segala impianmu itu dengan suka rela? Tidak, Ily. Oma punya maksud lain dengan mendukungmu kuliah di jurusan Psikologi agar saat kamu lulus, kamu mau menerima permintaan oma untuk menikah dengan pewaris utama De Jung."

Askara Dama Mengharap AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang