NF 06 : Baikan

74 17 8
                                    

Baily menghela nafas dan melemparkan tumpukan berkas di tangannya ke meja ruang tamu. Fadlan mendongakkan kepala melihat aksi dari anak bungsunya kemudian mengetuk meja seakan meminta jawaban. "Papi bisa menyuruh orang lain untuk memberikannya pada Nalian. Kenapa harus aku?"dengan nada kesal Baily berucap.

Melihat reaksi menjengkelkan dari anak bungsunya, Fadlan bisa mengetahui jika diantara keduanya masih belum juga akur. Padahal sudah 1 bulan berjalan. Ah, anaknya ini memang sangat sulit untuk di taklukan. Ia jadi bingung. Padahal terakhir kali kedua keluarga tahu soal pertengkaran mereka, Nalian berkata mereka sudah saling memaafkan. Tetapi, kenapa masih seperti ini? Maksudnya, kenapa Baily seakan kesal diminta untuk mengantarkan berkas ke kantor Nalian? Apa sebenarnya mereka hanya pura-pura baikan? 

"Papi menyuruh kamu pergi ke perusahaan Nalian supaya kamu bisa sembari mengetahui seperti apa pekerjaan calon suamimu dan karyawan di kantornya tahu wujud calon tunangannya,"ucap Fadlan dengan senyuman simpul dan tampak terlihat santai mengucapkan setiap kata yang ia lontarkan.

Baily menghentakkan kaki dan mengambil kembali berkas yang sempat ia lemparkan tadi kemudian berjalan keluar dari rumah.
Terpaksa ia harus segera mengantarkan berkas penting yang dipegangnya itu ke hadapan Nalian langsung. Ia bersumpah, sesampainya di sana. Dirinya akan segera langsung pergi begitu saja.

Ah, rasanya sangat malas sekali bertemu dengan Nalian setelah satu bulan lamanya mereka saling diam sebab ia masih kesal akan ucapan Nalian yang teringat jelas di ingatannya. Terkadang Baily bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa ia dan Nalian bisa bertingkah seakan keduanya tengah menjalani hubungan erat kemudian terpecahkan karena kesalahpahaman.

Apakah keduanya secara tidak langsung sudah saling terhubung?

Ah, sudahlah.

Baily tidak ingin memikirkannya.



.


.


Saat ia sampai di perusahaan milik Nalian dengan bantuan google maps, seketika ia dibuat takjub dengan bangunan super megah dari perusahaan tersebut. Pantas saja keluarga De Jung sangat kaya. Perusahaan yang mereka miliki sangat berkelas. Bahkan karyawan yang berlalu lalang dan security yang menjaga pun terlihat berwibawa. Kaki Baily berjalan menghampiri security yang bertugas menjaga keamanan sisi depan perusahaan.
Ia layangkan senyuman lebar dan dengan ramahnya security tersebut membalas senyumannya

"Selamat pagi, Nona. Ruangan Tuan Muda De Jung berada di lantai 7. Lantai pribadi CEO perusahaan,"ucap security seakan sudah tahu perihal kedatangan Baily.

Security tersebut tersenyum sumringah melihat raut wajah kebingungan Baily. "Informasi seputar Nyonya dan Tuan yang akan bertunangan sudah tersebar di seluruh penjuru perusahaan. Jadi, dalam keadaan mendesak seperti ini. Kami sudah tidak kebingungan dengan keberadaan Anda."

"Terima kasih atas sambutannya. Tetapi, tolong jangan panggil saya dengan sebutan itu. Saya ingin di panggil dengan nama saja,"pinta Baily dan mendapat gelengan tegas dari security tersebut.

Baily jengah sendiri dengan pekerja di perusahaan Nalian. Jika ia terus saja memaksakan diri agar dipanggil dengan nama saja, sudah pasti tidak akan berkesudahan. Itu akan membuang banyak waktu. Mengingat Baily tidak ingin berlama-lama, ia kemudian berjalan memasuki lobi perusahaan. Semua pasang mata mengarah padanya dan hal itu membuat Baily merasa amat risih. Dua orang pria yang Baily ketahui adalah asisten Nalian tampak berjalan tergesa-gesa menghampirinya.

"Pagi, Nona. Tuan Nalian sudah menunggu berkas dari Tuan Fadlan. Anda bisa mengikuti kami menuju ruangan Nona,"ucap salah satu asisten yang Baily ketahui bernama Dimas dengan perawakan tinggi dan kacamata yang bertengger di hidungnya.

Askara Dama Mengharap AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang