26

59 13 5
                                    

Hari ini tepat setahun Baily dan Nalian menjalani kehidupan perjodohan. Hubungan keduanya bisa dibilang semakin lekat. Meskipun sampai saat ini tidak ada balasan rasa cinta dari Baily. Momen yang seharusnya menjadi hal mendebarkan bagi Nalian untuk bisa mengetahui jawaban dari rasa cintanya selama bertahun-tahun, harus kandas begitu saja saat ia harus di tugaskan ke luar negeri selama setengah tahun.

Selama itu pula, komunikasi diantara keduanya hanya terbatas pada layar ponsel. Jika saja pekerjaan Nalian bisa di alihkan kepada yang lain, tentu ia akan melakukannya. Akan tetapi, ini adalah tanggung jawabnya sebagai CEO perusahaan. Apalagi kepentingannya ke luar negeri selama setengah tahun sebab keluarga De Jung tengah melebarkan sayap membuat perusahaan industri yang bekerja sama dengan perusahaan Amerika.

Nalian bisa saja pulang ke Indonesia sebulan sekali. Namun, keluarga melarang untuknya kembali sebelum urusan kerja sama selesai. Hal itu dilakukan agar Nalian bisa fokus secara penuh pada apa yang ia tekuni. Bukan berarti keluarga De Jung menganggap bahwa hubungan yang terjalin antara Nalian dan Baily adalah sebuah gangguan. Akan lebih baik jika ada jarak diantara keduanya. Apalagi Baily tengah di sibukkan dengan kegiatan kuliah S2-nya.

Hitung-hitung melatih seberapa kuat menahan diri untuk terus bersikap denial.

Soal jawaban Baily yang tertunda, memang tidak ada pembicaraan lebih lanjut mengenai hal tersebut. Sebenarnya Nalian ingin sekali menanyakannya saat mereka saling bertukar kabar lewat video call yang dilakukan setiap weekend. Namun, selalu ia urungkan karena tidak ingin merusak momen bahagia bisa bertukar cerita. Nalian hanya menghindari kemungkinan buruk jika cintanya tidak terbalaskan.

Apalagi hubungan mereka terlahir dari sebuah momen perjodohan. Pasti butuh banyak waktu untuk keduanya bisa merasakan saling jatuh cinta. Ia hanya tidak ingin terburu-buru memaksakan kehendak. Mengingat, Baily pernah patah hati akan hubungan pertamanya. Tentu gadis itu akan berhati-hati soal perasaannya.

Nalian melirik ke arah jam dinding di apartemennya dimana menunjukkan pukul 8 malam. Ia bergegas mengambil ponselnya dan melakukan panggilan video pada Baily. Bisa dipastikan jika di Indonesia saat ini sudah pukul 7 pagi.

"Selamat pagi,"sapa hangat Nalian yang menangkupkan kedua tangan di dagu melihat Baily sudah rapih memakai blouse berwarna putih.

"Malam Nalian. Gimana hari ini?"

"Aku capek banget. Besok masih ada meeting seharian bahas final chapter kerja sama ini,"keluh Nalian.

Baily tertawa renyah. "Final chapter banget nggak tuh?"

Nalian memberenggut. "Ya jelas. Aku tersiksa ada di sini selama setengah tahun tanpa boleh pulang. Kamu pikir enak nahan rindu?"

"Uuuu emangnya rindu siapa sih? Perasaan nggak ada yang perlu di kangenin deh."

"Mulai mulaii. Ngajak berantem banget ya,"ucap Nalian menunjukkan wajah kesalnya.

Baily menunjukkan tanda peace. "Kamu sabarin aja. Emang resiko di puncak kesuksesan tuh, hal yang harus di korbankan banyak. Tetapi, lihat? Kamu bisa kuat jalanin semuanya. Hah bahagianya aku bisa duduk manis mantengin materi kuliah tanpa harus ribet mikir biaya."

"Untungnya kamu pilih aku. Jelas aku cowok tajir yang bisa biayain kuliah kamu. Gitu sok-sokan nolak di bayarin. Ngaku aja kamu seneng ya aku tinggal selama setengah tahun?"

"Ih, iyaa. Kok tahu sih? Eh jangan pulang ya? Hasilin duit yang banyak. Aku alergi punya calon suami yang kere. Paling nggak dalam sehari bisa menghasilkan 1 Triliun."

Nalian tertawa keras. "Itu bibir minta di cium kayaknya. Lancar banget ngomong."

"Emang bisa? Kita aja jauh."

"Bisa dong. Tetapi, nanti. Awas aja kamu kabur."

Baily mengibaskan rambutnya. "Aduh susah ya jadi cewek cantik."

"Ngomong-ngomong cewek cantik. Ada temen cowok yang naksir kamu nggak? Pasti ada sih. Siapa namanya? Cara dia ngedeketin kamu gimana?"

"Nggak ada. Kayaknya sih ya ada yang tiba-tiba jadi satpol pp aku di kampus. Soalnya tiap kali aku di deketin cowok, pasti besoknya mereka pada menjauh."

Nalian tersenyum simpul. "Baguslah. Akhirnya sahabat kamu berguna juga. Tetapi, bahasanya bagusan dikit. Jangan satpol pp."

"Aku nggak mau tau ya, Nalian. Jangan lagi minta mereka pantau aku. Serius aku nggak nyaman banget. Lagian aku nggak akan tertarik sama mereka. Jadi kamu jangan takut."

"Kalau kamu nggak tertarik sama mereka. Terus tertariknya sama siapa?"

Baily menghela nafas. "Pake nanya lagi. Ya tertarik sama calon suami aku lah. Aku cintanya sama dia doang."

"Hah? Calon suami?"

"Iyaa. Siapa coba calon suami aku?"

"Aku dong."

"Itu kamu tahu. Selamat ya Nalian. Akhirnya perasaanmu terbalas."

Nalian mengerjapkan kedua matanya. "Ini serius?"

"Serius. Aku tahu kamu mau denger jawaban ini dari setengah tahun lalu. Setiap kali kita video call, aku paham bahwa kamu selalu nunggu jawaban aku. Sekarang, itu jawaban aku."

"Kenapa kamu bisa tahu bahwa aku berharap?"

"Kata orang, kalau kita sudah saling jatuh cinta. Benang takdir itu terhubung dan pikiran kita menyatu. Aku bisa baca itu dari kedua matamu. Ternyata jatuh cinta seseru itu ya?"

"Maaf. Aku tutup dulu. Aku mau tidur. Kayaknya aku lagi mimpi deh."

"Naaalian. Jangan di tutup. Aku masih mau ngobrol."

Klik.

"Gue kebanyakan meeting mulu deh makanya jadi mikir aneh-aneh. Lanjut tidur ajalah. Ini mimpi doang."

...

Hai aku update lagi

Hehe aku percepat yaa supaya kalian bisa rasain momen uwu merekaaa

Siapa yang nggak sabar?

Jangan lupa like dan komennyaa

Menurut kalian, ceritanya masih nyambung nggak? Komen di bawah ya

Askara Dama Mengharap AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang