20

75 13 4
                                    

Baily mengerutkan dahi saat Nalian banyak diam sepanjang menonton bioskop hingga mereka pulang dan saat ini tengah berada di rumah makan untuk menikmati makan malam. Tepukan lembut di tangan membuat kesadaran Nalian sepenuhnya beralih pada Baily. Gadis itu menghela nafas. "Lo kenapa? Dari sejak nonton sampai kita ada di sini, lebih banyak diam. Ada yang lo pikirin?"

"Nggak ada kok,"jawab Nalian.

Baily menggeleng. "Lo bohong sama gue. Jujur Nalian, lo lagi kenapa? Kalaupun lo capek atau males jalan sama gue, mending kita pulang. Nggak usah makan di sini kalau akhirnya gue di cuekin."

"Maaf, Ly. Aku nggak bermaksud cuekin kamu. Ada hal yang cukup mengganggu pikiranku. Tetapi, aku nggak bisa ngomong karena nggak mau kita berantem,"tutur Nalian.

Baily tersenyum kecut. "Pasti masalah Aksara, kan? Dia ngomong apa sama lo?"

"Bukan apa-apa,"jawab Nalian menggelengkan kepala.

Baily jadi jengah sendiri. Tidak biasanya Nalian merahasiakan sesuatu darinya. Apalagi sampai men-diamkannya seperti ini. Ia jadi kesal pada Aksara. Apalagi yang laki-laki itu perbuat. Ia hanya takut jika akan ada pertengkaran sengit ronde kedua diantara mereka. Apalagi Baily tahu alasan dibalik kakek Aslan memberi hukuman sebab keduanya bertengkar perihal dirinya.

Ya, perihal Nalian yang tidak terima akan ucapan Aksara soal ia yang pernah menjadi kekasihnya. Sebenarnya Baily cukup terkejut kenapa Nalian bisa semarah itu pada Aksara jika berkaitan dengan dirinya. Padahal mereka saja tidak punya perasaan apapun. Jadi, kalaupun Aksara bilang Baily masih mencintainya. Seharusnya itu tidak menjadi boomerang pada hidup Nalian.

Kalau alasan tidak terimanya Nalian di sebabkan status mereka yang sudah bertunangan. Rasanya agak tidak masuk akal. Bisa saja Nalian bersikap angkuh karena sudah selangkah menjalin hubungan lebih dari sekedar pacaran. Baily jadi tidak habis pikir dengan Nalian.

"Gue jadi nggak nafsu makan,"ucap Baily memasang wajah ketus.

Nalian menghela nafas. "Setelah makan makan selesai, aku janji akan bicara yang sejujurnya sama kamu."

"Oke. Omongan lo gue pegang. Awas aja sampai lo bohong. Gue nggak suka. Kita bisa sampai kayak gini, sudah seharusnya saling terbuka satu sama lain."

Nalian mengangguk. "Iya, aku paham."

.

.

Setelah menikmati makan malam, keduanya mampir ke taman kota untuk mengobrol perihal hal yang akan di sampaikan oleh Nalian. Sesuai dengan janji yang lelaki itu ikrarkan pada Baily. "Bisa gue denger sekarang hal yang ganggu pikiran lo?"

"Tadi Aksara tanya, seandainya kamu masih cinta sama dia gimana? Aku paham bahwa kalian sudah lama berpisah. Tetapi, itu cukup mengganggu pikiranku. Apalagi aku baru tahu kamu pernah menjalin kasih dengan Aksara. Hal yang nggak pernah aku duga. Rasanya setiap Aksara bahas soal kamu, itu cukup membuat aku kesal. Kayak, sekarang kamu adalah tunanganku. Tetapi, Aksara malah terus menggaungkan hal yang sama bahwa kalian pernah saling mencintai. Dia seakan mematahkan aku untuk menghentikan perjodohan ini."

"Jangan berpikir terlalu jauh dulu, Nalian. Bisa saja itu cara Aksara agar dia tahu bahwa kamu serius dengan perjodohan ini.
Lagian, dia udah pacaran lama sama Aleta. Aku juga nggak cinta lagi sama dia. Kenapa harus kamu pikirin banget?"tanya Baily heran.

Nalian menghela nafas. Ia merasa semuanya abu-abu. Bahkan tau bahwa Baily sudah tidak mencintai Aksara, bukannya lega-malah Nalian semakin gusar. Dalam hati ia terus bertanya-tanya. Apa benar begitu?

"Kalau ternyata Aksara masih cinta sama kamu dan dia putus sama Aleta. Apa kamu mau kembali sama dia dan batalin perjodohan ini?"tanya Nalian.

"Kasih gue alasan kenapa lo sampai ngasih pertanyaan itu ke gue? Tadi udah jelas banget gue bilang, gue nggak suka lagi sama Aksara,"tutur Baily.

Askara Dama Mengharap AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang