23

64 15 8
                                    

Seisi ruang keluarga tertawa keras mendengar penuturan Nalian tentang kejadian siang tadi disaat Baily berakting sedang demam. Mereka amat gemas akan tingkah Baily yang sudah mulai di tahap tidak bisa jauh dari seorang Nalian. Benar-benar sangat lucu melihat bagaimana Nalian dengan cepat mengetahui bahwa Baily hanya berpura-pura sebab sudah buntu, tidak tahu cara membujuknya supaya tidak marah.

Padahal jika boleh jujur, Nalian tidak marah pada Baily. Ia hanya sibuk dengan pekerjaan di kantor selama seminggu ini sehingga waktu memegang ponsel pun terbilang sangat singkat. Prinsip Nalian jika pekerjaan ingin segera selesai, satu-satunya cara adalah fokus. Ia amat menyayangkan akan prinsipnya itu hingga lupa bahwa dirinya sudah terikat dengan Baily yang selalu bertukar kabar sebab komunikasi sangat penting.

"Calon mantu kita kenapa gemes sekali ya, Pa. Aku jadi nggak sabar Baily benar-benar menjadi bagian utuh keluarga De Jung,"ucap Hara.

Vanya mengangguk. "Aku juga tidak sabar. Baily ini tipe gadis yang ingin selalu mendapat perhatian dan kasih sayang. Coba saja mereka bertengkar. Sudah pasti akan ada skenario lucu lagi dari Baily. Tidak bisa membayangkan seberapa gemasnya dia."

"Gue pikir Baily akan terus bersikap keras kepala dan bodo amat lo marah. Ternyata anaknya agak clingy juga,"tutur Natania.

Nalian menarik seutas senyum di bibir. "Sekarang kalian sudah percaya bahwa aku dan Baily sudah dekat."

"Apa artinya dekat kalau nggak ada rasa cinta,"ejek Aksara menunjukkan senyum evilnya.

Vanya menepuk kencang pundak Aksara. "Kamu bisa diam nggak?"

"Apalah artinya cinta kalau nyatanya bisa putus. Gue dan Baily nggak di tahap itu, bro. Kami sudah saling terikat dan saling sayang. Itu melebihi dari apapun. Mending lo cepet lamar Aleta. Masa masih zaman pacaran?"ejek Nalian balik.

Aslan tersenyum simpul. "Wah jawaban yang bagus. Tetapi, kalian berdua perlu berhati-hati dalam bersikap dan bertutur kata. Kita berkumpul di sini untuk mendengar satu hari aktivitas keluarga loh. Bukan malah saling mengejek."

"Maaf, Kek,"ucap Aksara dan Nalian bersamaan.

"Papa dengar dari Dania, kamu sudah menyatakan cinta pada Baily. Bagaimana perasaanmu sekarang, Nak?"tanya Harsa menatap Nalian yang tersenyum.

Nalian menghela nafasnya sejenak. "Jauh lebih baik, Pa. Daripada harus menahan diri dan denial. Lebih baik aku utarakan saja karena saat itu momennya pas."

"Mom yakin Baily merasakan hal yang sama. Dia hanya kaget dan bingung akan perasaannya sendiri. Kamu sabar ya? Pelan-pelan pasti Baily akan jujur sama perasaannya. Kamu terus beri rasa cintamu untuk Baily sebagai bentuk keyakinan agar dia percaya akan rasa yang di punya,"tutur Vanya.

Aksara berdecak. "Aku anak Mama nggak pernah di gituin. Malah di marahin terus kalau udah bahas soal Aleta. Giliran Nalian, di halusin gitu."

"Ya lo sadar diri dikit. Kelakuan brengsek lo nggak bisa diterima sama keluarga. Nyakitin orang nggak ada di kamus keluarga kita. Ingat Aksara, jadi orang yang beradab dan bertutur kata yang baik,"nasehat Natania.

Aksara memutar bola matanya malas. "Mana ada bertutur kata baik. Tetapi, ngatain gue brengsek."

"Kak Aksara berisik,"protes Freysa yang sedari tadi melihat tayangan kartun di tabletnya.

Aksara tersenyum simpul dan mengusap rambutnya. "Maaf ya, Freysa sayang."

"Ih, sebut aku Freysa aja. Jangan pakai sayang segala,"protes Freysa tidak suka akan sebutan Aksara padanya.

Aksara mengerutkan dahi. "Kenapa? Sayang kan karena Kakak beneran sayang."

"So annoying. Beneran sayang nggak harus pake embel-embel sayang. Kakak aja bisa bikin Kak Aleta feeling lonely,"ujar Freysa.

Askara Dama Mengharap AmertaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang