"Sebenarnya kamu nggak perlu repot-repot kirim makanan ke sini,"ucap Nalian saat Baily datang ke kosannya hanya untuk mengantarkan makanan.
Nalian sudah resmi menjalani hukuman yang diberikan oleh Aslan. Bahkan di jam 7 pagi setelah sarapan, kakeknya sudah sangat rajin memintanya untuk segera keluar dari mansion. Sesuai yang di ucapkan sang kakek, ia bahkan tidak membawa fasilitas apapun selain pakaian dan sedikit uang yang ia miliki.
"Kamu bilang nggak akan dikasih uang sepeserpun oleh kakek. Kenapa bisa menyewa tempat kos ini? Mana ber-ac lagi,"heran Baily.
Tidak mungkin seorang Nalian meminjam sejumlah uang pada temannya, kan?
"Aku punya uang sendiri. Ya tidak banyak. Jangan beritahu kakek ya? Uang itu sisa aku membeli bunga kemarin. Setidaknya cukup untuk bayar kosan ini selama 2 bulan masa hukuman. Meskipun akan sulit untuk hemat makan dan kebutuhan lainnya. Setidaknya aku punya pekerjaan sekarang,"ucap Nalian tersenyum simpul.
Baily mengerutkan dahi. "Pekerjaan apa? Secepat itu dapatnya?"
"Tadi aku ke pasar dekat sini membeli kue pancong lumer. Terus lihat beberapa orang menjual pakaian dan banyak sekali peminatnya. Aku jadi punya ide untuk preloved beberapa pakaianku. Jadi itulah pekerjaanku selama 2 bulan ke depan. Keren, kan?"tanya Nalian dengan senyum bangga.
Baily hanya dibuat menganga dengan ucapan Nalian. Sesederhana itu pemikiran calon suaminya ini. Benar-benar menggunakan apa yang ada untuk di jual.
Ia jadi salut akan semangat Nalian yang terlihat santai menjalani hukuman. Seakan sudah menjadi hal biasa untuknya menjalani hidup dalam kesederhanaan. Tidak ada rasa malu sedikitpun terpancar di wajah Nalian. Malahan lelaki di hadapannya ini sangat bahagia.Sepertinya hukuman kakek Aslan benar-benar luar biasa. Dalam sekejap bisa membuat Nalian menjadi sosok mandiri seperti ini. Jarang sekali Baily menemukan laki-laki yang biasa hidup bergelimang harta, dengan tiba-tiba hidup sederhana tanpa mengeluh sedikitpun.
"Jangan kagum gitu. Sewaktu aku jadi mahasiswa juga sering melakukan hal layaknya manusia biasa. Bahkan pernah jual salad buah keliling untuk biaya event. Makanya aku menganggap ini hal mudah saat diberi hukuman. Kakek selalu memberi hukuman yang berkaitan dengan kemanusiaan dan kesederhanaan agar para cucunya tumbuh menjadi manusia yang berkepribadian baik dan rendah hati. Tidak memandang remeh seseorang akan status sosialnya. Itu hal yang selalu menjadi pedoman keluargaku,"ucap Nalian.
Baily mencebikkan bibir. "Tetapi, kenapa pertama kali kita ketemu lo udah ngejek status sosial keluarga gue?"
"Ya itu reflek karena kamu juga omongannya angkuh. Siapa yang tidak kesal. Aku tidak pernah bertemu seseorang seperti kamu,"ujar Nalian santai.
Baily memicingkan mata. "Secara nggak langsung lo mau bilang kalau mulut gue nih pedes dan bawel ya? Ngaku nggak?"
"Ya kurang lebih begitu,"jawab Nalian disertai tawa kecilnya.
Baily hanya bisa mendengus kesal. "Kurang ajar lo."
"Kamu belum menjawab ucapanku tadi,"ujar Nalian.
Baily menaikkan alis. "Omongan yang mana?"
"Aku bilang mau preloved pakaianku. Kebetulan aku bawa 2 koper pakaian. Beberapa pakaian bisa aku jual. Pasti uangnya cukup untuk modal jualan di kos. Ya semacam membuat makaroni schotel, salad buah, dan croffle. Harganya menyesuaikan kantong mahasiswa. Keren, kan?"
Baily hanya mengangguk. Ia benar-benar kagum dengan otak bisnis Nalian. Apapun yang ia punya, bisa dijadikan cuan. Bahkan deretan 3 nama makanan yang disebut oleh Nalian membuatnya takjub. Itu artinya Nalian bisa memasak. Nalian patut di acungi jempol akan usahanya ini. Ia jadi punya ide untuk ikut bergabung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Askara Dama Mengharap Amerta
FanfictionSeperti halnya askara dama mengharap akan amerta. Bisakah sang pewaris utama De Jung berharap pada sang pencipta bahwa kehidupan akan di limpahi oleh harsa-nya? Saat harapan akan dewa cinta datang dari sebuah momen perjodohan. Ia harus mengalami sit...