"Ganteng elit, di cintai Baily sulit."***
Dania menatap Baily dengan kerutan di dahi melihat anaknya berjalan masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut dan menghempaskan tubuh ke atas sofa ruang keluarga. "Kenapa kamu?"Dania bertanya membuat Baily menghembuskan nafas.Baily mengeluarkan sesuatu di dalam tas jinjing yang ia bawa dan di serahkan pada Dania. "Ini kan daftar universitas yang Nalian mau? Emangnya kalian jadi mau lanjutin perjodohan ini?"
Baily memutar bola matanya malas. Harusnya Dania senang karena akhirnya Baily bisa menurunkan ego untuk menerima perjodohan yang dibuat oleh almarhum oma. Tetapi, melihat reaksi ejekan dari Dania membuat Baily jadi jengah sendiri.
"Mami ngejek gitu kenapa deh? Nggak suka kalau aku nurut?"sarkas Baily memicingkan mata curiga.
Dania berdesis pelan. "Ya heran aja. Kamu batu gitu. Bisa-bisanya berubah pikiran cuma karena tahu Nalian bakalan di siksa. Pake nggak jadi berangkat ke Singapura. Biasanya kamu paling anti banget buat duit gitu cuma demi seseorang. Udah cinta nih sama Lian?"
"Setuju sama perjodohan harus banget cinta?"Baily tidak terima akan ejekan Maminya.
Padahal dari awal sejak bertemu dengan Nalian di cafe, dia sudah memantapkan diri ingin memberi kesempatan untuk menjalankan perjodohan ini. Meskipun belum sepenuhnya bisa menerima. Tetapi, demi janji oma dan impiannya. Apapun pasti akan Baily lakukan. Terakhir, dia juga tidak tega membuat Nalian harus tersiksa oleh keluarganya. Terlebih omongan Natania cukup membuat relung hatinya sakit.
"Ya kalau bukan karena cinta ngapain kamu repot setuju padahal udah bilang batal. Bahkan ancaman Mami bilang nggak mau anggap kamu anak, nggak gitu ngaruh. Mana pake batalin ke Singapura lagi. Apa namanya kalau bukan hm hm,"ujar Dania mencibir sekaligus meledek di akhir ucapannya.
Baily berdecak kesal. "Salahin tuh Nalian. Orang belum selesai ngomong main di potong gitu aja. Aku nggak ada bilang mau batalin perjodohan ini."
"Ciee... cinta kan?"
Baily berdiri dari duduknya berjalan melewati Dania dan membuang muka. Kemudian menaiki tangga menuju kamar.
"Huh, anak jaman sekarang. Saling suka kok denial."Dania mencibir.
Senyum Dania seketika merekah. "Tetapi, baguslah perjodohannya berlanjut. Pasti mami bahagia di sana kan? Cucu mami berhasil wujudin perjodohan ini. Baily perlahan berubah. Kami di sini akan berusaha bahagia. Terima kasih sudah membuat perjodohan ini ada,"ucap Dania menatap ibu mertuanya lewat foto keluarga yang di pajang di dinding.
***
Nalian tidak bisa menyembunyikan senyum sepanjang berjalan di koridor kantornya. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, sudah waktunya untuk pulang.
Beberapa karyawan menatap aneh pada Nalian. Tidak biasanya bosnya itu memamerkan senyum. Biasanya akan berjalan dengan wajah angkuh.Dug!
"Maaf Tuan. Saya nggak sengaja,"ucap salah satu OB yang mengepel lantai tidak sengaja alat pelnya mengenai sepatu Nalian.
Nalian tersenyum simpul dan menepuk pundak seorang OB yang menunduk takut. "Tidak papa. Lain kali, jika mengepel jangan terlalu menunduk ya? Jangan pulang larut."
"Bbbaik, Tuan. Terima kasih,"ucap sang OB tersenyum puas melihat punggung Nalian yang menjauh dari pandangannya.
Beberapa karyawan berbisik. "Kenapa Pak Nalian aneh? Tadi mukanya kayak serigala mau mangsa. Kenapa sekarang kayak kucing?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Askara Dama Mengharap Amerta
FanfictionSeperti halnya askara dama mengharap akan amerta. Bisakah sang pewaris utama De Jung berharap pada sang pencipta bahwa kehidupan akan di limpahi oleh harsa-nya? Saat harapan akan dewa cinta datang dari sebuah momen perjodohan. Ia harus mengalami sit...