08 Sean

155 3 0
                                    

" Ukh dimana ini", serunya memegangi kepalanya.

Menghalau rasa nyeri yang mulai terasa. Dapat ia rasakan keningnya panas pertanda demam. Ketika hendak berdiri tubuhnya terasa sakit seakan telah menggunakan seluruh tenaganya.

Kilasan-kilasan memori mulai memenuhi kepalanya. Dia ingat kejadian demi kejadian yang membuatnya 'lesu dan lemah' seperti sekarang. Hanya ada satu nama " Selene " gadis cantik yang menyandang sebagai kekasih sekaligus tunangannya.

Ingatannya bermula ketika dia meninggalkan rumah menuju tempat persembunyian gadisnya. Lalu dia bertemu Gevan, pelayan sekaligus kakak gadisnya dan terakhir melewati lorong bawah tanah di mansion ini. Berlanjut menemukan sebuah peti berisi kekasihnya dan kejadian dimana gadis pujaannya hampir menghabisi nyawanya.

Hingga harus berhadapan dengan Selene namun dengan versi yang berbeda. Sisi lain dari Selene yang dikuasai jiwa vampire. Sosok pucat haus darah yang bermodal insting predator. Hampir saja dirinya celaka jika satu kalimat lirihnya tak berhasil mengembalikan memori sang gadis.

Dia tak menyesal andai hidupnya berakhir sekalipun. Itulah Sean, lelaki berdarah dingin yang tengah terobsesi pada Selene. Ia bahkan rela menyerahkan seluruh hidupnya demi gadis pujaannya.

Netranya perlahan menyesuaikan keadaan disekitar. Tampak gorden berwarna tosca itu melambai-lambai tertiup angin. Menampakkan seberkas sinar samar yang mulai memasuki peraduan yang ditempatinya.

Aroma mawar dan lili tercium lembut di indra penciumannya. Aroma yang tak asing, menandakan ia tengah beristirahat di peraduan kekasihnya. Senyuman samar tak mampu ia cegah. Ia mulai menerka-nerka dimana keberadaan pujaan hatinya. Bersusah payah menyandar pada bed hingga suara langkah kaki mulai terdengar.

Tampak sang gadis membawa sarapan berupa bubur dan beberapa obat. Berjalan pelan menghampiri lelaki bermata tajam itu. Sean tak dapat menahan diri ingin memeluk kekasihnya. Tindakannya membuat sensasi menyengat hadir tanpa ia rasa.

Selene segera melesat dalam hitungan detik. Menghampiri Sean yang memekik kesakitan. Luka-luka ditubuhnya memang telah sepenuhnya tertutup. Namun bukan berarti luka dalam sembuh.

" Sean", panggil sang gadis setelah meletakkan sarapan sekaligus obat untuknya.

" Babe", ujarnya. Memeluk erat Selene seolah tak berjumpa bertahun-tahun. Pelukannya mengerat takut jika ia tengah bermimpi.

" Ini nyata, Sean. Aku disini".

Sean hanya diam sembari hidungnya mengendus rakus aroma gadis pujaannya. Perlahan dia melepaskan pelukan itu dan melabuhkan sebuah kecupan di kening sang gadis.

Selene memilih menutup matanya menikmati sensasi memabukkan yang ditimbulkan pasangannya.

" Maafkan aku", ucapku mengawali pembicaraan. Sean tampak tertegun kemudian mendengus tak percaya.

Dia mungkin mengira bahwa aku akan mengucapkan aku rindu padamu atau mungkin aku mencintaimu Sean. Ekspresi kesal tampak di wajah pucatnya. Membuatku tak tahan ingin melarikan tanganku menghapus kernyit jelek di dahinya.

Mengarahkan wajahnya agar sejajar dengan wajahku. Ku elus perlahan wajahnya. Rona-rona merah mulai tampak di pipinya. Lucu juga melihat manusia es ini blushing ketika kami bertatapan.

Ku kecup pelan sudut bibirnya, dia nampak menegang. Ekspresi terkejut tercetak jelas diwajah tampan minim ekspresinya. Tatapan berganti melembut hingga dia menjatuhkan diri bersama denganku di pelukannya.

Tubuhnya hangat mungkin efek demam masih terasa. Karena ku fikir wajar mengingat kemarin aku 100% menggunakan insting sebagai vampir. Tak merasakan apapun kecuali hasrat menghisap darah.

Blood ThirstyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang