22 Nightmare

55 3 0
                                    

" Srak.......sret...........crash....".

Suara hujaman dan teriakan terdengar menggema di sebuah ruangan. Terdapat seorang laki-laki memegangi sebilah pisau berlumuran darah. Menatap tanpa ekspresi mangsa dibawah kakinya. Lebih tepatnya dia tengah melakukan penyiksaan. Raungan, teriakan dan suara benturan silih berganti. Berlomba-lomba mengisi keheningan sarang sang predator. Ya dialah Sean, manusia rupawan yang saat ini dikendalikan sisi iblisnya. Sebuah kesialan baginya karena telah membangunkan monster yang tertidur.

Psychopath haus darah yang saat ini berdiri menjulang di depannya.

" Hiks .....ampun, Tuan", lirih gadis itu.

Sean menatap datar pemandangan menyedihkan didepan matanya ini.

Rautnya kosong seakan jiwanya telah hilang digantikan entitas lain. Mungkin terdengar berlebihan bagi yang tidak tahu.

" Die....die....die....", Sean menusukkan pisaunya berulang kali. Dan kali ini korbannya langsung mati.

Tapi semenjak Selene 'kembali hilang'. Dia merasa hidupnya tidak berarti lagi. Apalagi saat ini dia telah mengetahui identitas aslinya sebagai seorang lord penguasa dunia immortal.

Dunia yang berada di luar jangkauan manusia biasa sepertinya. Entah harus senang ataupun sedih. Gadisnya tampak membencinya, seakan tak menginginkan dirinya lagi. Bahkan entah karena tekad ataupun keunggulan miliknya. Dia berhasil mengurung sisi lainnya sebagai Aloysius.

Sisi yang dibenci seorang Selene dari sosok lain yang merupakan dirinya itu. Dia mencoba berfikir rasional bahwa Selene pasti membutuhkan waktu lebih banyak untuk menerima semuanya.

Walaupun dirinya sendiri terkejut memiliki altar ego yang tentunya lebih hebat dan kejam darinya. Dia tak merasa bangga. Hanya merasa aneh itu saja.

Lagipula keanehan itu terjadi sejak gadisnya menjalankan ritual kesetiaan yang mana dilakukan sewaktu terjadinya blood moon. Saat dia kehilangan kesadaran dan mulai mengalami mimpi-mimpi aneh yang berusaha dia lupakan.

Kunci-kunci ingatan terbuka dimulai dari asal muasal dirinya, menjadi seorang lord dan bertemu gadisnya, serta yang terakhir alasan perpisahan keduanya.

Semuanya bagaikan mimpi buruk yang terus menyiksa dirinya. Bahkan masih terasa jelas ingatan ketika dirinya memeluk tubuh gadisnya. Yang perlahan berubah menjadi debu. Ingatan menyakitkan yang terus merusak mentalnya.

Long time ago

Arcelia Galileo, seorang gadis cantik pemilik hatinya itu tampak meremas pelan telapak tangannya. Dia merasa gelisah entah karena apa. Tugas-tugas kerajaan berhasil menyita waktunya. Membuatnya sulit untuk menghabiskan waktu dengan sang mate.

Terkesan seperti mengabaikan keberadaan gadisnya. Jika bisa dia ingin menghabiskan waktunya seperti 6 bulan yang lalu. Dia yang selalu bermain kejar-kejaran dengan Celia. Dia merasa seperti bukan dirinya.

Akibat otaknya hanya berisi Celia, Celia dan Celia. Sehingga melupakan sejenak rutinitas hariannya. Apalagi jika bukan tumpukan berkas yang menggunung di kantor kerjanya.

Berkas berisi laporan tiap wilayah yang ia pimpin rupanya sekarang menjadi hal membosankan semenjak Celia hadir. Hah memikirkan tentang Celia dia jadi sering menghela nafas akhir-akhir ini.

Gadisnya menjadi sedikit menjauh darinya. Dan dia tak suka itu, Celia harus terfokus padanya bukan hal lain.

Tapi semakin dia memikirkan Cel nya semakin aneh pula dia rasakan. Seperti akan ada sesuatu yang memisahkan mereka. Dan ia harap itu hanyalah firasat belaka.

Blood ThirstyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang