{ 𝔈 } 𝔈𝔦𝔤𝔥𝔱𝔥

365 43 3
                                    

Ayo vote dulu sebelum baca^^

Jika ada typo tolong ditandai dan diingatkan kiw kiw^^

ꨄ︎𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌ఌ︎

Pagi dini hari, Rintarou harus di buat berkeringat karena keadaan (Name) yang semakin parah. Dengan sigap dirinya membawa gadis itu ke rumah sakit.

Dan kini, dirinya tengah terduduk di depan ruangan instalasi gawat darurat. Keadaan gadis itu begitu kritis sekarang.

Kepalanya menunduk menahan tangisnya yang sedari ia tahan agar tak pecah. Keduanya menyatu dan tiada hentinya merapalkan doa untuk gadis itu.

Ia khawatir. Hal hak negatif mulai bermunculan di otaknya. Perasaan tak mengenakan hatinya semakin membuatnya resah dengan keadaan kali ini.

"(Name)..." ucap Rintarou dengan suaranya yang bergetar.

Bahunya bergetar hebat dikala mengingat suara gadis itu yang memanggil-manggil namanya karena merasakan rasa sakit dan sesak di dadanya, kulitnya yang pucat dan kuku-kukunya yang mulai membiru.

"(Name)..." Sekali lagi dirinya memanggil nama gadis itu.

"Bukan sekarang kan lo pergi..."

"Lo masih harus hidup, (Name)..."

Suara isakan tangisnya mulai terdengar. Derai air matanya perlahan berlarian keluar dari pelupuk matanya karena tak kuasa menahan emosinya yang memuncak. Ia semakin mengeratkan genggamannya dan mengigit bibir bawahnya.

Ia tak mau kehilangan dirinya. Ia tak mau melihat sosok yang sudah seperti malaikat bagi dirinya itu pergi. (Name), gadis itu hanya membutuhkan sebuah bahu untuk bersandar dan telinga untuk di dengarkan.

Apa sesulit itu dirinya mendapatkan hal yang begitu mudah bagi semua orang?

Mengapa dunianya tak adil seperti itu?

Tuhan, jika engkau ingin mengambilnya jangan sekarang. Dia masih membutuhkan kebahagiaan untuk menyempurnakan hidupnya.

Hey kenapa dia menangis! Bukan waktunya menangis sekarang. Tidak adanya menangis ketika keadaan tengah genting seperti ini.

Tapi percuma saja ia memikirkan hal lain. Karena pikirannya masih kalap. Ia masih memikirkan keadaan (Name) yang sudah berada di ujung jurang kematian.

Drrtt,...

Getaran di sakunya membuat atensinya teralihkan. Ia dengan cepat mengusap air matanya dan segera melihat serta mengangkat telefon yang menghubunginya. Panggilan itu dari Kita Shinsuke. Ketua klub Inarizaki.

"Halo?" tanya Rintarou dengan suara berat. Sial, dia akan ketahuan habis menangis.

'Ah, maaf Rin. Sepertinya aku tak sengaja mengh–tunggu. Kenapa disana berisik, Rin?' tanya Shinsuke dari sebrang sana ketika mendengar suara berisik alat dan juga para perawat yang membantu sang dokter di ruangan IGD.

Rintarou terdiam ketika Shinsuke bertanya seperti itu. Air matanya tanpa persetujuan mengalir kembali. Membuat suara isakan tangis terdengar ke sebrang sana. Shinsuke yang mendengarnya begitu panik.

𝐅𝐫𝐢𝐞𝐧𝐝 : 𝐒𝐮𝐧𝐚 𝐑𝐢𝐧𝐭𝐚𝐫𝐨𝐮 [ 𝐄𝐍𝐃 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang