Part 17 RAHASIA KAMAR TENGAH

145 5 0
                                    

Lembah Biru present day.

Betet dan Gajah sedang duduk di beranda menikmati udara sore yang sejuk. Gajah membuka percakapan, "Tet, ingat Lek Lacip nggak? Itu lho pas kita kecil tukang ngrampok, tapi nggak pernah kecekel. Jika tertangkap nempel ke pohon kelapa jadi pohon kelapa, kalau nempel ke pohon pisang jadi pohon pisang?" Betet tertegun, menatap kakaknya nanar penuh kekhawatiran bercampur bingung.

Gajah adalah panggilan kesayangan yang diberikan Nyai Sapu Jagat kepada kakaknya, Gusti Putri Kuning. Sedang Betet adalah panggilan kesayangan yang diberikan oleh Gusti Putri Kuning kepada adiknya, Nyai Sapu Jagat. Mereka berdua adalah cucu dari Ahmad Husain dan Sumila.

"Nyapo, Jah. Kok ngomongke Lek Lacip?" alih-alih menjawab pertanyaan kakaknya, ia malah balik bertanya, suaranya setengah berbisik.

"Enggak, denger-denger Lek Lacip ada di Sumatra, katanya sedang sakit?" Gajah, terus saja membahas Lacip dengan santai, sementera Betet, tampak tidak nyaman.

"Kata siapa?" ketus Betet balik bertanya. "Temen-temen di facebook membicarakannya, keponakan Lek Lacip temenku di facebook."

"Ooooo...,"

Gajah melirik adiknya, "kenapa dulu Lek Lacip pergi ke Sumatra, apa ngrampok ketangkep?"

"Hush! Ora."

"Terus, kenapa kok minggat?"

"Hanya ketahuan mencuri dua buah kelapa. Orang jaman dulu nggak tahan menanggung malu. Dari pada nanggung malu lebih baik mati. Karena sayang anak-bojo akhirnya mereka dibawa minggat ke Sumatra. Tidak seperti orang jaman sekarang, korupsi milyaran malah pamer di social media, banyak yang jadi pejabat cuma supaya bisa mencuri."

"Jadi cuma perkara kelapa dua?"

"Iya,"

"Ooooo..."

Gajah seperti tidak percaya dengan jawaban Betet. Sementara Betet tampak berfikir keras, seolah sedang meminbang-nimbang sesuatu. Beberapa saat kemudian, ia berucap, "ayo kalau mau bicara tentang Lek Lacip di kamar tengah saja, aku memang masih kecil waktu itu, tapi aku punya catetan milik Mbah Kung.'' Betet berjalan meninggalkan kakaknya menuju gudang.

"Katanya mau ke kamar tengah, kok malah belok ke gudang?! Gajah menggerutu, bingung. "Sebentar, ngambil linggis." Ucap Betet memberi jawaban atas keluhan Gajah. Setelah dari gudang, Betet menuju kamar tengah sambil membawa linggis. Gajah mengakor di belakangnya.

Betet jonggok, tanggannya dikepalkan. Kemudisan mengetuk-ngetuk lantai, di satu titik lantai berbunyi lebih ringan. Ia menghentikan ketukan, lalu mengambil linggis yang digelatin di lantai. Detik selanjutnya mulai mengcongkeli lantai kamar tengah pakai linggis. Suara linggis yang beradu dengan lantai memecah ruangan. Entah mengapa, Gajah merasa adiknya sedang marah. Seolah ada luka yang sangat dalam, kembali terusik saat dirinya menanyakan tentang Lacip.

Gajah semakin penasaran, "sesungguhnya misteri apa yang tersimpan di balik lantai kamar tengah, hingga harus ditanam seperti ini? kenapa hanya Betet yang mengetahuinya? jangan-jangan semua orang juga tahu dan hanya aku saja yang tidak tahu? Lalu kenapa mesti dirahasiakan dariku?" Banyak sekali pertanyaan mulai ngrecoki hati dan pikirannya.

Betet terus ganclongi lantai kamar tengah dengan linggis. Akhirnya linggis itu, telah membuang hampir seluruh semen yang menutup patelah. Betet mulai membenturkan linggis dengan patelah, satu-persatu dia congkeli batu bata, membuang semen yang menghubungkan antara satu batu bata dengan batu bata lainnya. Hingga linggisnya menyentuh tanah.

"Tolong ambilkan pacul di Gudang, Jah! Aku akan menunggumu sambil istirahat." Gajah tidak menjawab langsung ngeloyor pergi meninggalkan kamar tengah menuju gudang.

Betet, duduk leyeh- leyeh begitu kakaknya pergi, raut mukanya terlihat sudah lebih tenang. Amarahnya sudah dia habiskan untuk menghancurkan seluruh lantai kamar tengah. "Nyapo Gajah ndadak ngomongne Lek Lacip barang, opo pancen wis wayahe? Betet gembreneng dengan bahasa daerah yang kental.

("Kenapa Gajah mesti membicarakan Lek Lacip, apa memamng sudah waktunya?" red-) Dia langsung berdiri ketika melihat kakaknya datang membawa pacul. Tangannya terulur hendak meraih pacul yang dibawa kakaknya, tapi Gajah berujar, "sudah, istirahatlah! Aku saja yang melanjutkan." Sebelum Gajah menyelesaikan kalimatnya, tangannya sudah berayun mencangkuli tanah.

Lima belas menit kemudian, pacul di tangan Gajah menyentuh sesuatu.

DOOOKKK!

Betet terlihat sumringah, dengan isyarat dia meminta pacul dari tangan kakaknya. Gajah mengulurkan pacul, pelan-pelan Betet menyingkirkan tanah. Mulai tampak ada kayu yang memanjang, Betet terus menggalinya pelan-pelan. Semakin banyak tanah yang terangkat bentuk asli dari kayu tersebut semakin jelas. Sebuah peti, bentuknya mirip peti mati.

"Memang peti mati." Guman Gajah bergidik ngeri, Betet hanya melirik kakaknya yang ketakutan dengan senyum licik. Lalu membersihkan tanah yang masih tersisa di atas peti mati. Gajah terpaku tidak percaya. 

BERSAMBUNG

GEMBOLO GENI BOLO SEWUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang