Mereka mengumpulkan seribu pendekar pilih-tanding yang direncanakan akan membinasakan kelima keluarga Mbah Surodiko. Seluruh isi dusun sudah mengetahui hal ini, suasana menjadi sangat mencekam. Dusun yang tadinya sepi, kini mulai ramai oleh kedatangan orang asing yang umumnya angkuh dan petantang-petenteng.
Ada yang bersenjatakan badik, pedang, tombak, keris, panah, pistol dan senapan api. Ada juga yang tidak memiliki senjata. Konon yang tidak memiliki senjata justru mereka lebih sakti, karena konon mereka menyimpan senjatanya di dalam tubuh masing-masing.
Mereka tinggal di rumah-rumah penduduk, membaur dengan masyarakat lokal. Tidak ada yang berani membantah saat mereka datang ke rumah warga lalu memutuskan untuk tinggal dengan warga. Jika berani menolak, mayat warga tersebut akan berdiri tanpa kepala keesokan harinya.
Yang paling menyebalkan, mereka jadi tuan bagi setiap keluarga yang rumahnya mereka pilih untuk mereka tinggali. Warga hanya bisa pasrah, bersikap sangat hati-hati dalam tekanan dan ketakutan. Kekhawatiran selalu menyelimuti hari-hari mereka. Salah sedikit nyawa mereka sebagai taruhan.
Dusun Lembah Biru menjadi sangat ramai bagai kota baru, kedatangan orang-orang yang umumnya berpenampilan seram dangan tingkah arogan. Namun kelima keluarga Mbah Surodiko terlihat tenang dan biasa saja. Mereka mempersiapkan seuatu, akan tapi secara diam-diam. Bergerak tanpa diketahui siapa pun, dengan bantuan Mbah Wir mereka menyebar mata-mata ke setiap sudut dusun. Mbah Wir mempergunakan Gembolo Geni Bolo Sewu. Seribu Raksasa tak kasat mata sudah disebar, mengawasi gerak-gerik musuh keluarga Surodiko. Informasi detail, rencana exsekusi mati keluarga Surodiko juga sudah sampai ke telinga keluarga tersebut.
Pembesar PKI merencanakan, keluarga Surodiko akan dikepung oleh seribu pendekar pilih tanding lalu akan dihabisi ditempat. Hari H sudah ditentukan. Setiap sudut dusun, jalan keluar dusun sudah dipasang penjaga. Sehingga tidak memungkinkan keluarga Surodiko untuk melarikan diri.
Suasana dusun Lembah Biru semakin panas, hawa terasa makin panas dan menyesakkan. Tidak ada seorang pun yang berani kasak-kusuk. Jika sesama penduduk saling berpapasan tidak ada yang saling memandang wajah apalagi bertegur-sapa. Mereka berjalan dengan menundukkan kepala. Aktifitas mereka juga hanya seperlunya. Sebelum matahari terbenam, rumah-rumah penduduk sudah tertutup. Pintu dan jendela sudah di kunci, tidak ada seorang pun yang berani beraktifitas setelah matahari terbenam.
Di malam hari sangat sepi seperti desa mati. Binatang malam pun seolah ikut takut. Tidak ada suara jangkrik atau burung hantu, atau binatang lainnya. Tidak juga lolongan anjing apalagi suara kucing. Rumah-rumah penduduk, akan kembali terbuka saat matahari sudah menampakkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBOLO GENI BOLO SEWU
HorrorKisah ini adalah kisah yang tidak pernah diceritatakan---untold story. Terjadi tahun 1962, di sebuah dusun kecil bernama Lembah Biru. Letak Lembah biru berada di lereng selatan Gunung Raung dan sebelah timur Gunung Kumitir. Kisah tentang seorang pen...