Part 20 MURKA

142 4 0
                                    

Betet melemparkan buku itu, tepat mengenai dada Lacip. "Ngapuranen aku tur bak ayuku raiso nulung awakmu, buku kui rabakal iso melu aku utowo mbak ayuku lek penjenengan rung lilo.'' (Ma'afkan aku dan kakakku tidak bisa menolongmu, buku itu tidak akan pernah ikut denganku jika hatimu tidak rela).

Jangan pernah datang padaku untuk meminta pertolongan jika kau mendapat masalah karena buku itu, aku juga akan memagari Lembah Biru hingga kau tidak akan pernah mampu menginjakkan ragamu di Lembah Biru." Ucapan Betet beku, aura yang sangat gelap tiba-tiba menyelimuti tempat itu. Murka Betet telah memakan seluruh damai di tempat itu. Udara pagi yang tadinya berhembus sejuk tiba-tiba menjadi kering dan menyesakkan. Semua anak buah Yanto menunduk merasakan sesak di dada mereka. Tidak ada yang b erani mengangkat kepala. Lacip tercekat, ia baru menyadari siapa perempuan muda di hadapannya.

Betet langsung melesat mendekati sembrani, menuntun lalu membawanya mendekati Gajah. Yanto juga bergerak cepat mendekati tubuh Gajah lalu membopongnya. Menaikkan ke atas kuda, setelahnya dia membantu Betet naik ke atas kuda.

Dengan isyarat, Betet memerintahkan para pemuda yang mengawalnya kembali ke utara. Mereka mengangguk santun lalu meninggalkan tempat itu. Wajah mereka juga tampak ketakutan.

Betet menyentak tali kekang kudanya setelah berpamitan kepada Yanto. Beberapa saat kemudian, Yanto juga meninggalkan tempat itu diikuti oleh anak buahnya. Sebagian orang yang terluka oleh anak panah milik Gajah dipapah oleh teman-temannya. Mereka juga menuju selatan, kira-kira tiga kilo, di pertigaan mereka berbelok ke kanan.

Tinggal Lacip sendiri yang terduduk merenungi nasib, buku yang tadi mengenai dadanya kini ada di hadapannya. Buku ini yang membuatnya terlihat lebih muda dari usia yang sebenarnya tapi buku ini pula yang menanamnya hampir separo abad di dalam jurang.

Dia memang belum rela melapas buku ini karena dia paham betul kehebatan buku di hadapanya. Namun sesungguhnya dia salah, dia hanya tidak memahami kekuatan sejati dari buku di hadapannya. Jika dia memahaminya dia tidak akan terkurung di dalam peti mati selama hampir lima puluh tahun.

Dia juga tidak paham bahwa kedua perempuan muda, cucu Sumila itu datang untuk membebaskannya. Yang dia pahami kedua perempuan muda itu menginginkan buku di hadapannya. Hingga mau turun jurang mempertaruhkan nyawa.

Dia tidak pernah paham bahwa selama buku itu ada di pelukannya, Ia tidak akan pernah mampu keluar dari jurang.

Entah mala petaka apa lagi yang akan dihadapi Lacip karena masih menginginkan buku itu. Sayangnya Lacip tidak pernah menyadari hal ini.

Dengan senyum puas dan bangga, Lacip meraih buku itu lalu memasukan ke balik bajunya. "Peduli amat dengan mereka berdua, kalian piker aku akan terpengaruh dengan ucapan kalian yang tidak masuk akal. Kalian piker aku peduli jika aku nggak bias masuk Lembah Biru?" Lacip tersenyum licik. Ia tidak menyadari bahaya yang sedang mengincarnya.

_____________________

Kuda yang ditunggangi Betet dan Gajah memasuki halaman rumah tengah di Lembah Biru saat matahari mulai terbit. Betet turun dari kuda lalu memanggil suaminya untuk membantunya membopong Gajah. Setelah kakaknya diturunkan, Betet membawa Sembrani ke belakang rumah. Menambatkannya di salah satu pohon, lalu memeluknya, kemudian berbisik, ''jangan memperlihatkan diri di hadapan orang-orang dan anak anak! nanti mereka geger." Sembrani begitu tenang seolah mengerti apa yang dikatakan bendoronya. Betet mengibaskan tangan kananya, tiba-tiba Sembrani hilang dari pandangan.

Betet meninggalkannya lalu masuk rumah, dia disambut oleh Tumijan dan Tuminah. Keduanya bergelayut manja, Betet langsung masuk kamar depan di mana Gajah dibaringkan. Seluruh kelurganya juga sudah berkumpul di sana. Dia harus bersiap diintrogasi oleh kelurganya.

GEMBOLO GENI BOLO SEWUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang