PART-19 IBLIS RUPO MENUNGSO

140 5 0
                                    

Kini, Gajah bukan hanya bisa merasakan kehadiran mereka, matanya menyaksikan begitu banyak orang mengitari mereka. Wajah-wajah menyeramkan, kening mereka sangat hitam, tubuh mereka lebih tinggi dan lebih besar dari manusia pada umumnya. Gajah memang tidak pernah mampu membedakan mana manusia dan mana yang bukan. Salah satu dari mereka berteriak, 

"SERAHKAN BUKU ITU PADA KAMI ATAU KEPALA KALIAN AKAN SEGERA MENGGELINDING!" suaranya lantang, mengintimidasi. Betet tersenyum sinis, 

"BUKU OPO?" suaranya terdengar berkelakar, mengejek.

"Tet, ojo ngece, aku wedi." ("Tet, jangan mengejek. aku takut. Red-) Gajah berbisik kepada adiknya, yang ditegur tidak menggubris malah balik berbisik, "dang mencoloto ning gegere Sembrani!" ("cepat naik ke punggung sembrani!" red-) suaranya jelas bernada perintah, Gajah langsung menurut. Serta-merta dia menarik kain yang menutupi mata kuda putih itu, lalu meloncat ke punggungnya. Saat ia telah duduk di atas punggung Sembrani.

Betet memberikan sebuah buku yang diambilnya dari balik bajunya, dengan sigap Gajah membungkus dengan baju yang tadi menutup mata Sembrani. Lalu diikatnya melingkar di punggung dan dadanya seperti gendongan bayi, sedetik kemudian Betet memukul kuda putih itu.

Kuda itu meringkik keras, berlari meninggalkan tempat itu. Siapapun yang mencoba menghalangi pasti tersungkur oleh anak panah milik Gajah. Tangan Gajah telah memegang busur, lengkap dengan anak panah. Bidikannya selalu tepat sasaran, dia mewarisi busur dan anak panah milik Sumila.

Busur dan anak panah itu tersembunyi di dalam tubuhnya berbentuk besi kuning. Diletakkan di dalam kulit di atas daging, hanya bisa dipergunakan pada saat genting.

Bersama sentakan kaki kuda putih itu, pertarungan pun pecah. Namun jelas pertarungan tidak seimbang. Gajah hampir berhasil meloloskan diri, salah satu dari mereka melempar parangnya, tepat mengenai punggungnya. Parang itu tertancap di punggungnya, darah mulai merembes membasahi bajunya.

Gajah tersungkur jatuh dari kuda. Sedang Betet dan para pemuda itu mulai kewalahan menghadapi musuh-musuhnya. Laki-laki yang tadi melempar parang berjalan mendekati Gajah yang sedang merintih kesakitan, bibirnya mengulas senyum licik penuh kemenangan. Laki-laki itu dengan kasar mencabut parangnya dari punggung Gajah.

AAAAAACCCHHHKKK!

SSSSSTTTT,

"Gusti...!" Gajah memekik kesakitan, raungannya menyayat hati, kemudian tersungkur. Mendesis menahan sakit.Tanpa memperdulikan Gajah yang tersiksa, Laki-laki itu mencengkeram lengan Gajah, memaksanya berdiri, sambil meletakkan parangnya tepat di depan leher Gajah. Gemetaran, Gajah memaksa kakinya berdiri, ia menatap laki-laki yang mencengkeram lengannya tajam, penuh kebencian.

"Iblis rupo menungso!" umpat Gajah di dalam hati, matanya masih menatap tajam laki-laki yang menyandranya penuh kebencian. Laki-laki itu lagi-lagi menyerinagi penuh kemenangan. Tangannya hendak meraih buntalan yang melingkar di tubuh Gajah, namun tiba-tiba.

DEEEG!

Seseorang memukul tengkuknya hingga ia terkapar. "Kau beruntung, Nimas, karena buku ini melindungimu jika tidak _____?!" Laki-laki itu tidak melanjutkan kalimatnya.

"Mas Yanto?!" Ucap Gajah lemah, matanya membulat sempurna tak percaya bahwa Yanto yang menyelamatkannya. Yanto tidak menjawab, bola matanya memberi isyarat agar Gajah tidak mengundang perhatian.

Punggung Gajah memang terluka tapi tidak terlalu dalam, Yanto memungut buku dalam buntalan yang melingkar di tubuh Gajah, meletakan ke dalam pelukannya. Lalu menyingkirkan kain yang melingkari punggung yang tadi dipakai buat menggendong buku, selanjutnya merobek baju bagian belakang.

GEMBOLO GENI BOLO SEWUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang