Malam ini adalah hari H yang sudah direncanakan oleh pembesar PKI untuk menghabisi seluruh keturunan keluarga Surodiko. Tanpa diketahui oleh PKI, kelima keluarga keturunan Surodiko seluruhnya sudah berkumpul di rumah tengah.
Di rumah tengah susana seperti biasa, sepi. Meski semua keluarga berkumpul, tidak ada satu pun yang bergerak apalagi berbicara. Semua orang sedang tenggelam dalam semedi. Termasuk anak-anak juga duduk bersila dan memejamkan mata. Tidak ada seorang pun yang bersuara.
Mbah Wir seperti biasa, duduk di pendopo sambil menikmati rokok klobotnya. Asap menegepul memenuhi udara lalu menghilang di telan gelepan.
Suasana dusun Lembah Biru juga sepi, mencekam. Semua rumah tertutup rapat, tidak ada yang berani menyalakan ublik---lampu minyak yang dibuat secara traditional---layaknya desa mati. Seluruh penduduk diam meringkuk di dalam rumah masing-masing. Dalam ketakutan, mereka memeluk erat anak-anaknya. Airmata mereka mengalir tanpa suara.
Binatang malam pun diam seribu bahasa, mereka bersembunyi di gelepan tanpa berani bersuara. Alam seolah ikut terbawa dengan suasana malam itu, dingin dan berkabut. Udara yang berhembus serasa menusuk tulang sungsum. Aroma harum bunga kopi yang biasanya selalu ditunggu-tunggu, justru menjadi pertanda bahwa malam berjalan begitu lamban. Semua berharap bau harum bungan kopi segera pergi, karena jika bau harum bunga kopi pergi, matahari pasti telah tinggi. Rembulan pun tampak tertutup awan gelap hingga tak mampu menyinari alam dusun Lembah Biru. Lembah Biru, biasanya sumringah oleh sinarnya, kini suram tanpa cahaya.
Di rumah salah satu pembesar PKI sudah riuh oleh suara para pembunuh bayaran, mereka sudah berkumpul. Sedang bersiap untuk melakukan aksi. Rumah besar itu, berbentuk joglo dengan pendopo luas di depannya. Halaman juga sangat luas mengitari area rumah.
Para pembunuh bayaran sudah berbaris bagai pasukan perang yang siap bertempur, lima puluh ke belakang, dua puluh ke kiri. Sang kepala pasukan bernama Lacip, memberi tanda dengan cara meletakkan jari telunjuk di depan bibir. Semua orang yang sedari tadi memperhatikan gerak-geriknya langsung terdiam.
Lacip, lalu berbisik ke telinga salah satu pembunuh bayaran yang berdiri paling depan--- paling ujung sebelah kanan. Laki-laki itu mengangguk, lalu berbisik kepada laki-laki di sebelah kiri dan belakangnya. Begitu seterusnya, pesan itu terus berpindah hingga seluruh anggota pasukan menerima pesan yang dibisikkan oleh Lacip.
Lewat tengah malam, mereka mulai bergerak meninggalkan halaman rumah Lacip. Bergerak masuk dusun Lembah Biru dari arah utara. Menyebrangi rel kereta api, dusun Lembah Biru dan Desa Telaga Mukti di batasi oleh rel kereta api yang menghubungkan kota Surabaya dan kota Banyuwangi. Sedang rumah Lacip berada di desa Telaga Mukti. Mereka bergerak diam-diam, akan tetapi, langkah kaki mereka terdengar jelas memecah kesunyian. Selain karena jumlah, malam itu memang benar-benar senyap. Mencekam.
Mereka bergerak menuju masjid wetan, ada dua rumah yang berjajar di sana. Dua rumah joglo dengan pendopo yang terletak di tengah di antara kedua rumah, agak maju ke depan. Jalan masuk menuju halaman rumah sangat luas. Pekarangan luas sekitar lima hektar, dipagari oleh pagar bambu yang yang dipotong rapi sekitar 0,25 m. Sangat pendek, dilabur ---cat putih yang terbuat dari gamping. Bambu dijajar, ditaman di dalam tanah berjarak sama, 0,25m. Digapit, ditempeli oleh bambu yang dibelah lalu dirapikan. Berjejer dua, atas-bawah. Juga dilabur. Dijamannya, di dusun yang terpencil seperti Lembah Biru, pagar bambu itu sudah sangat menawan, terlihat rapi dan anggun.
Lacip dan pasukannya memasuki halaman dengan aman, tanpa kendala. Mereka langsung mengepung kedua rumah itu. Namun, saat Lacip hendak menginjakkan kaki di undakan pendopo, tiba-tiba dia terpental jauh ke halaman. Semua orang tampak terkejut. Sedetik kemuadian, belum sempat Lacip bangun, tiba-tiba entah dari mana asalnya, macan putih sudah berjalan mengitarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMBOLO GENI BOLO SEWU
TerrorKisah ini adalah kisah yang tidak pernah diceritatakan---untold story. Terjadi tahun 1962, di sebuah dusun kecil bernama Lembah Biru. Letak Lembah biru berada di lereng selatan Gunung Raung dan sebelah timur Gunung Kumitir. Kisah tentang seorang pen...