Di sinilah mereka sekarang, di apartement Frash. Dengan bujuk rayu, akhirnya Fia mau menginap di sini. Frash juga sudah izin ke kakak Fia, karena kedua orang tua Fia sedang dinas ke luar kota.
Fia menatap ke arah Frash dengan raut wajah rumit. Dalam benaknya bertanya-tanya. Siapa mereka? Kenapa mengeroyok Frash? Apa masalah mereka dengan Frash?.
Matanya terus menatap raut wajah tenang Frash yang sedang terlelap dalam dekapannya, dengan tangan yang masih sibuk mengelus lembut rambut sang kekasih.
Luka Frash sudah di obati, dan pasti itu di iringi dengan rengekan-rengekan yang membuat Fia harus menambah stok sabarnya untuk Frash.
Mata Fia beralih menatap ke arah langit-langit kamar, hembusan nafas pelan terdengar darinya.
Mata itu masih menerawang ke atas hingga penggerakan dari Frash mengalihkan fokusnya. Saat matanya menatap ke arah Frash, mata Fia dan Frash saling bertemu tatap hingga beberapa detik.
“Mikirin apa hm?” tanya Frash sambil merubah posisi tidurnya menjadi duduk.
Mendengar pertanyaan Frash barusan bukannya menjawab, Fia malah menaruh kepalanya di pangkuan Frash, dengan mata menatap Frash lekat.
“Kenapa hm?” tanya Frash dengan lembut dan mengelus kepala Fia pelan.
“Kamu ada masalah apa? Kenapa sampai di keroyok seperti tadi?” tanya Fia dengan sorot mata penuh ke khawatiran.
“Bukan masalah besar” balas Frash dengan senyum lembut dan tangan masih mengelus rambut Fia dengan lembut, dia juga memberi kecupan pelan di dahi Fia.
Frash membalas seperti itu karena dia juga tak tahu, alasan orang-orang tadi menyerangnya. Dia akan menyelidikinya setelah ini.
Fia menatap ke arah Frash dengan raut wajah tak yakin. Frash yang melihat sorot mata tak percaya Fia pun tersenyum kecil dan mengusap mata Fia dengan lembut.
“Sekarang tidur, besok harus sekolah” ucap Frash dengan senyum lembut, setelahnya mengelus rambut Fia pelan hingga sang empu tertidur.
Setelah memastikan Fia sudah terlelap, Frash mulai meraih ponselnya dan berselancar di atas layar ponsel dengan raut wajah serius. Cukup lama dia fokus pada benda persegi itu hingga senyum sinis tercetak di bibirnya.
“Ingin bermain rupanya” ucap Frash dengan sorot mata penuh akan kilatan tak suka. Setelahnya berubah lembut saat menatap sosok Fia, tak lama dia mulai membenahi posisi tidur Fia dan ikut membaringkan tubuhnya di samping Fia.
Pagi harinya.
Di sinilah mereka sekarang, di meja kantin dengan Fia yang menatap ke arah Frash dengan raut wajah tak puas.
Pagi tadi, saat bangun tidur tubuh Frash mengalami panas dan Fia menyuruhnya untuk mengambil libur satu hari dan beristirahat di apartemen sendirian. Karena pagi ini Fia ada ujian, sebab itu dia tak bisa menemani Frash. Tapi apa? Frash masih saja berangkat sekolah dengan alasan tak bisa jauh-jauh dari Fia.
“Sayang..” panggil Frash dengan menyenderkan kepalanya di bahu kiri Fia.
Fia yang mendengar panggilan Frash hanya melirik sekilas, setelahnya kembali fokus ke ponselnya.
“Sayang, jangan marah lagi oke?” ucap Frash dengan tangan memeluk manja Fia.
Fia masih diam membisu, tapi tak menyingkirkan kepala Frash dari bahunya atau melepaskan pelukan sang kekasih.
Frash yang di cuekin oleh Fia pun tak tinggal diam, dia mencoel-coel pipi Fia beberapa kali, mencoba mengambil alih fokus Fia dari ponsel. Tapi apalah daya, Fia benar-benar menganggapnya seperti angin lalu.
Frash diam beberapa saat hingga sebuah ide muncul di otaknya. Dengan senyum penuh arti dia mulai melancarkan idenya tadi.
“Sayang, kepalaku pusing” ucap Frash dengan raut wajah di buat-buat menahan sakit dan salah satu tangan memegang kepalanya.
Fia yang melihat itu pun tak tinggal diam, dengan sorot mata panik dia menatap ke arah Frash.
“Apa aku bilang, istirahat di apartement. Kondisi kamu belum sehat betul Frash” ucap Fia dengan tangan sibuk mengelus kepala Frash pelan, mencoba meringankan sakit kepala sang kekasih. Sedangkan Frash? Dia sedang menikmati elusan lembut tangan Fia di kepalanya.
Mereka berdua masih asik dengan dunia sendiri, tak memedulikan banyak pasang mata yang melihat interaksi mereka dengan gemas.
Di tengah-tengah dunia mereka, entah dari mana datangnya. Seseorang tanpa beban duduk di samping Frash.
“Maaf menganggu, aku duduk di sini ya?” tanyanya dengan senyum manis, senyum yang tertuju ke arah Frash. Bahkan matanya menatap Fia dengan sinis.
Fia menatap ke arahnya dengan sorot mata penuh tanya dan tanpa tahu malu dia menatap ke arah Fia dengan senyum penuh arti.
“Hai, kemarin aku yang tabrakan denganmu di koridor, namaku Siska” ucapnya memperkenalkan diri.
Frash yang di ajak bicara hanya menganggap angin lalu dan masih fokus kepada Fia.
Siska yang di abaikan pun tak tinggal diam, dengan sengaja dia menuangkan kuah bakso ke dirinya sendiri.
“Akhh! Panas!” teriaknya dengan keras saat kuah tadi tertuang ke roknya. Yah, walau kuah tadi hangat tak panas.
Frash yang merasa terganggu dengan teriakan Siska hanya meliriknya dengan sinis, dengan kepala masih dia senderekan di bahu Fia.
Fia yang sedari tadi memerhatikan tingkah laku Siska pun di buat kesal. Tak jauh berbeda dari Fia, banyak siswi yang merasa kesal dengan sosok Siska.
Secara tiba-tiba Fia mengingkirkan kepala Frash dari bahunya. Tanpa di duga di mengambil minuman di atas meja dan menuangkannya di aras Siska.
Tanpa mengatakan apa pun Fia berjalan pergi meninggalkan Frash sendirian.
Banyak siswa-siswi yang tersenyum puas atas tindakan Fia. Sedangkan Frash? Dia menatap sinis ke arah Siska. Dengan sorot mata penuh ancaman Frash menyusul langkah Fia. Meninggalkan Siska dengan raut wajah terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA NOVEL 2 (END)
Teen FictionTakdir, sesuatu hal yang tak bisa kita prediksi. Sesuatu yang tak mungkin, bisa saja menjadi mungkin. Seperti kisah cinta dua orang remaja yang tak bisa di prediksi, kisah mereka di luar nalar. Kisah cinta mereka seperti di dukung oleh takdir dan al...