Di ruangan yang terkesan mewah, terlihat seorang lelaki berusia, sedang memandangi sebuah bingkai.
“Kamu sembunyikan anak kita di mana Bila?” gumamnya dengan raut wajah frustasi.
“Sudah 17 tahun lebih aku mencarinya tapi belum ada titik temu di mana dia sekarang, apakah dia masih hidup?” ucapnya dengan lirih sambil menatap bingkai foto itu.
“Sebenci itukan kamu padaku?" batinya dengan mata menatap ke arah lain.
Di tengah-tengah lamunannya, suara ketukan pintu mengalihkan pandangannya.
Tok.. Tok… Tok….
“Tuan?” ucap seseorang di balik pintu.
“Masuk” balasnya dengan datar dan meletakkan kembali foto tadi di laci.
Tak lama setelahnya beberapa orang memasuki ruangan itu.
“Ada apa?” tanya orang tadi dengan datang dan sorot mata memindai.
“Kami sudah menemukan titik terakhir tuan muda, tuan besar” balas salah satu di antara mereka dengan kepala menunduk.
Mendengar perkataan sang bawahan membuat orang tadi langsung bangkit dari duduknya hingga membuat kursi yang dia duduki terdorong ke belakang.
“Di mana?” tanyanya dengan sorot mata tak sabar.
“Menurut penyelidikan anak buah yang saya kerahkan, terakhir tuan muda tinggal bersama sepasang suami istri dan usut punya usut, sang istri teman dekat mendiang nyonya” jelas sang anak buah dengan raut wajah tegas, tapi nada suaranya terdengar tenang.
“Lalu kenapa kau tak membawa anakku ke sini bodoh?!” teriaknya dengan raut wajah tak puas.
“Maaf tuan, tapi tuan muda sudah tak tinggal lagi bersama mereka, tuan muda pergi dari rumah itu dan sepasang suami istri itu tak tahu keberadaan tuan mudah saat ini” balas sang anak buah dengan raut wajah menyiratkan ketenangan.
“Akhh! Bodoh kalian!!” teriaknya dengan murka.
“Beberapa orang yang tinggal tak jauh dari rumah mereka berkata, alasan tuan mudah pergi dari rumah mungkin karena siksaan dari Ayahnya. Tuan muda selalu mendapatkan siksaan secara fisik setiap harinya” lanjut sang anak buah dengan kepala menunduk dalam.
“Bedebah sialan!” teriaknya dengan sorot mata penuh akan kemurkaan.
“Bawa dia ke sini dan beri hadiah” ucapnya dengan dingin dan tangan terkepal kuat, bahkan aura yang dia keluarkan begitu gelap.
“Baik tuan” balas sang anak buah dengan patuh, setelahnya pamit undur diri.
Orang tadi kembali duduk di kursi dengan kasar, dengan helaan nafas kasar dia memijat pelipisnya yang terasa pusing.
Di lain sisi.
Saat ini Frash sedang tertidur di pangkuan Fia, sedangkan Fia sibuk dengan ponselnya. Tangan yang satu dia gunakan untuk mengelus rambut Frash agar tidur sang kekasih semakin nyenyak.
Beberapa menit kemudian, Fia merasakan pergerakan kecil dari Frash. Dengan raut wajah tanpa emosi Fia menatap ke arah Frash. Dan di balas Frash dengan senyum manisnya.
“I love you” ucap Frash dengan senyum manis.
Mendengar perkataan Frash tadi, Fia hanya bungkam. Dan menganggukan kepala singkat. Sebenarnya dia masih asing dengan kata-kata pengakuan cinta dari Frash.
Melihat respons Fia yang seperti itu membuat Frash bangkit dan menatap Fia lekat.
“Kenapa?” tanya Fia heran.
“Enggak” balas Frash dengan gelengan pelan dan memeluk Fia dari samping.
Waktu terus berjalan, dan tanpa sadar ternyata malam semakin larut, akhirnya Frash memutuskan untuk pulang. Lagi pula abang Fia sudah pulang dari kampus. Fia mengantar sang kekasih sampai teras.
“Hati-hati, jika ada sesuatu hubungi aku” ucap Fia dengan raut wajah serius.
“Iya sayang,” balas Frash dengan senyum manisnya.
“Aku pulang dulu, selamat bertemu besok. Jangan berangkat dulu, besok aku jemput” lanjut Frash dengan senyum indahnya.
“Iya” balas Fia dengan senyum kecil.
Setelah mendengar jawaban dari Fia membuat Frash tersenyum senang di balik helm, dengan kecepatan sedang dia mengendarai motornya mejauh dari lingkungan rumah Fia. Fia memasuki rumahnya setelah sosok Frash hilang di pertigaan jalan.
Di lain sisi.
Frash melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Di balik helm dia mengeryit heran karena ada seseorang memotong jalan. Dengan emosi yang katara orang itu turun dari motor dan melepas helm.
“Bedebah sialan!” desisnya sambil menatap ke arah Frash dengan sorot mata penuh kebencian.
“Ah, keluarga benalu” ucap Frash dengan tenang dan mulai turun dari motor.
Tanpa mengatakan apa pun, Tama mulai menyerang Frash dan terjadilah perkelahian di antara mereka. Dengan santai Frash menghadapi Tama, bahkan seperti main-main.
“Sial!” desis Tama sambil menatap Frash tajam, dan tanpa di duga dia memukul Frash semakin bruntal.
Bhug!
Satu pukulan mengenai wajah Frash, dan itu berhasil membuat Frash menatap tajam Tama.
“Lo tahu? Cewek gue gak suka lihat memar di wajah gue, lo cari masalah!" desis Frash sambil mengusap pipinya pelan. Dengan bruntal Frash menyerang balik Tama, beberapa menit kemudian sosok Tama tumbang di tengah jalan.
“Lemah” gumam Frash dan berjalan ke arah motornya, setelah itu dia meninggalkan Tama begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA NOVEL 2 (END)
أدب المراهقينTakdir, sesuatu hal yang tak bisa kita prediksi. Sesuatu yang tak mungkin, bisa saja menjadi mungkin. Seperti kisah cinta dua orang remaja yang tak bisa di prediksi, kisah mereka di luar nalar. Kisah cinta mereka seperti di dukung oleh takdir dan al...