Lima hari setelah kejadian itu, kabar Tama tak terdengar hingga saat ini. Bahkan keluarganya sudah tak muncul lagi ke dalam koran, radio maupun TV. Sosoknya bagaikan di telan oleh bumi.
Di sinilah Frash dan Fia berada, di taman kota menghabiskan malam minggu.
“Aku ke sana dulu kamu tunggu sini sebentar” ucap Fia sambil bangkit dari duduknya dan menunjuk ke tempat yang dia maksudkan. Frash yang mendengar perkataan Fia tadi, menatap ke arah yang Fia tunjuk.
“Hm, hati-hati” balas Frash dengan senyum kecil. Setelah mendengar jawaban Frash, Fia mulai berjalan menjauh dari sana.
Mata Frash masih mengamati sosok Fia, hingga dia di buat heran saat Fia di hadang oleh seseorang. Wajah orang itu tak terlihat, karena tertutupi oleh tubuh Fia. Dengan langkah pelan Frash mulai berjalan mendekat ke arah Fia.
Di lain sisi.
Fia menatap ke orang di depannya dengan datar dan tanpa minat.
“Jauhi Frash” ucap orang tadi tak tahu malu.
Fia mendengar perkataan orang tadi hanya bisa mengerutkan dahi dan tersenyum remeh setelahnya.
“Lo nyuruh gue jauhin Frash? Siapa elo bagi Frash?” ucap Fia dengan senyum remeh.
Mendengar perkataan Fia barusan membuat Siska mengepalkan tangan erat.
“Jangan besar kepala karena elu pacarnya Frash, Fia!” ucap Siska dengan kesal dan mendorong tubuh Fia dengan kasar. Saat Fia akan terjatuh, dengan sigap seseorang menangkap tubuh itu.
“Berani lo cari masalah sama cewek gue?!” murka Frash sambil menatap Siska dengan tajam.
“F-frash?” ucap Siska dengan gugup, dia juga tak tahu alasan kenapa tiba-tiba menjadi gugup.
“…” tanpa mengatakan apa pun Frash membawa Fia ke dalam gendongannya dan berjalan menjauh dari sana, meninggalkan sosok Siska yang menatap ke arah mereka dengan raut wajah kacau.
“Berani nyentuh milik gue, maka akibatnya besar” batin Frash dengan sorot mata tajam. Sedangkan Fia? Dia hanya bisa diam membisu karena dia tahu betul bagaimana bentuk amarah Frash yang terlihat tenang dan tak peduli.
Malam harinya.
Di malam yang gelap ini, terlihat seorang gadis yang akan berjalan memasuki gerbang rumahnya. Sebelum dia masuk, dari arah samping terlihat seseorang berjalan mendekat dan membekap hidung serta mulut gadis tadi dengan sapu tangan. Tak lama, gadis itu terlihat lemas dan tak sadarkan diri. Sosok itu membawa tubuh gadis tadi menjauh dari gerbang rumah.
“Satu tugas selesai” gumamnya dengan mengibaskan tangan karena merasa jijik. Tanpa niat dia membawa sosok itu ke dalam mobil, yang berada tak jauh dari tempat mereka.
“Salahkan dirimu sendiri, sikapmu mengingatkanku kepada gadis bodoh itu” ucapnya sambil melajukan mobil.
Tak lama mobil tadi berhenti di kawasan kumuh yang di huni oleh berandalan haus nafsu.
“Ahhh, jangan salahkan diriku melakukan ini kepadamu. Aku masih berbaik hati mengirimkanmu ke sini. Aku tak mau tangan suci ini ternodai oleh darah kotormu” ucap Frash dengan senyum sinis.
“Hah! Kau benar mengingatkanku kepada orang-orang bodoh itu. Segerombolan orang yang membawa nasib buruk untuk Liskaku dan Milikku" ucap Frash dengan senyum penuh arti dan itu cukup membuat orang lain ketakutan.
Dengan kasar dia membuka pintu mobil, setelahnya membuka pintu belakang dan tanpa berperasaan dia menarik kaki Siska hingga keluar dari dalam mobil. Setelah tubuh Siska keluar sepenuhnya, dengan senyum sinis dia berjalan memasuki mobil dan meninggalkan sosok Siska dengan keadaan tak berdaya.
Sepeninggalan Frash, tubuh Siska sudah di kerubungi oleh beberapa orang dengan sorot mata penuh api membara.
“Cewek cantik” ucap salah satu di antara mereka dengan senyum penuh arti.
Tanpa menunggu lama salah satu di antara mereka mengendong tubuh Siska dan membawanya ke gang sempit yang tak jauh dari sana dengan percahayaan minim.
Pagi harinya.
Fia berangkat sekolah seperti biasa, di jemput oleh Frash tentunya.
Mereka berjalan menyusuri koridor dengan langkah tenang. Hingga sampailah mereka di kelas Fia, dengan senyum lembut Frash mengusap rambut Fia.
“Belajar yang giat, biar cepat lulus” ucap Frash dengan senyum menawan.
“Iya, hati-hati ke kelas” balas Fia dan membalas senyum Frash tak kalah manisnya.
“Aku ke kelas dulu, jangan rindu” ucap Frash dan mulai berjalan menjauh dari hadapan Fia.
Fia masih di ambang pintu hingga sosok Frash tak terlihat lagi karena sudah masuk ke dalam kelasnya. Saat Fia akan memasuki kelas, dengan samar dia mendengar percakapan dua orang yang hendak melewatinya.
“Eh, lo tahu? Pagi tadi gue dapet berita heboh” ucap salah satu di antara mereka dengan raut wajah serius.
“Apa?” tanya yang lain dengan kerutan di dahinya.
“Lo tahu Siska? Dia di temukan tak sadarkan diri di kawasan brandal, bukan cuma itu, dia di temukan tanpa sehelai kain” balas orang tadi dengan raut wajah sedikit jijik.
“Yang bener lo? Gila aja, ngapain juga dia di sana?” tanya temannya dengan raut wajah terkejut.
“Mana gue tahu, yang pasti dia udah di buat mainan di sana” balas yang lain dengan mengangkat bahunya acuh tak acuh.
“Kasihan juga dia, setelah sadar mungkin stres atau depresi” balas temannya dengan raut wajah prihatin.
Fia yang mendengar percakapan mereka masih berdiri di tempat dengan pemikiran bercabang.
“Kejadian itu gak ada hubungannya dengan Frash bukan?” batin Fia dengan sorot mata menatap ke arah depan dengan kosong.
Jam istirahat.
Fia masih di bangkunya dengan raut wajah tanpa emosi. Sedari tadi dia tak bisa fokus ke jalannya pelajaran, pikirannya di hantui oleh perkataan orang-orang tadi. Hingga dia di kejutkan oleh pelukan seseorang dari belakang.
“Eh?!” kejut Fia dengan refleks menatap ke arah sang pelaku.
“Memang sulit buat gak rindu kamu” ucap Frash dengan mata tertutup rapat dan kepala yang dia senderkan di bahu kiri Fia.
“Dasar, bikin kaget aja" ucap Fia dengan senyum geli dan mengelus rambut Frash lembut.
“Salahin diri kamu, kenapa bikin aku rindu setiap saat” ucap Frash dengan penuh omong kosong, sebenarnya dia khawatir Fia mendengar berita yang sedang heboh pagi ini.
“Ayo ke kantin, aku udah laper” balas Fia dan bangkit dari duduknya dengan pelan.
“Hm” balas Frash dan mengenggam tangan Fia dengan lembut, setelahnya menariknya keluar dari kelas.
Note: Untuk dialog Frash yang ini,
“Hah! Kau benar mengingatkanku kepada orang-orang bodoh itu. Segerombolan orang yang membawa nasib buruk untuk Liska dan Milikku"
Dia sedang membicarakan tentang orang-orang terdahulu dan di dialog ‘Liskaku dan milikku’ itu membahas dua orang yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUNIA NOVEL 2 (END)
Teen FictionTakdir, sesuatu hal yang tak bisa kita prediksi. Sesuatu yang tak mungkin, bisa saja menjadi mungkin. Seperti kisah cinta dua orang remaja yang tak bisa di prediksi, kisah mereka di luar nalar. Kisah cinta mereka seperti di dukung oleh takdir dan al...