.14.

1.6K 164 1
                                    

Di ruang dengan minim cahaya, terlihat ada seseorang yang berjalan mengendap-endap memasuki ruangan. Saat sampai di tengah-tengah ruangan, secara tiba-tiba lampu ruangan itu menyala dengan terangnya.

“Eh, Papa” ucapnya dengan senyum kikuk, apalagi melihat wajah datar dari Papanya.

“Habis dari mana kamu?” tanya sang Papa dengan datar dan sorot mata penuh selidik.

“Biasa, jalan sama temen” balasnya dengan senyum kikuk. 

Papanya menatap ke arah Tama dengan datar, sorot matanya begitu tenang tanpa emosi apa pun. Tapi itu yang menganggu pikiran Tama.

Plak!

“Anak bodoh! Apa yang telah kau lakukan bedebah kecil?!” murka Papa Tama setelah memukul wajah sang anak. Aura yang tadinya tenang tanpa ujung, secara drastis berubah menjadi mencengkeram. Dengan raut wajah tak paham, Tama menatap ke arah Papanya. 

“Maksud Papa apa?” tanya Tama dengan raut wajah tak mengerti.

“Apa yang kau lakukan hingga membuatnya murka dan menyerang balik kita bodoh?!” teriak Papa Tama dengan raut wajah geram.

“Maksud Papa siapa?” tanya Tama masih tak paham.

“Frash! Apa yang kau lakukan padanya, hingga dia menyerang perusahaan Papa?!” marah Papa Tama di depan wajah sang anak.

“Sial, tenyata masalah si brengsek!” batin Tama dengan tangan terkepal kuat.

“Karena tindakan bodohmu itu, perusahaan mengalami kebocoran data!” bentak sang Papa dengan murka. Tama yang mendengar perkataan sang Papa merasa terkejut.

“Maaf” balas Tama dengan kepala menunduk dalam. 

Bhug!

Tanpa di duga Papa Tama memukul rahang sang anak dengan cukup keras.

“Akkh!” teriak Tama dan terdorong ke belakang beberapa langkah, hingga terjatuh ke atas lantai karena tak bisa menyeimbangkan tubuhnya.

“Anak bodoh! Kau tahu?! Karena tindakan bodohmu itu saya mengalami kerugian besar!!” teriaknya di depan wajah Tama.

“Hah! Sial!” desisnya dengan helaan nafas kasar. Setelahnya berjalan meninggalakan Tama sendirian.

“Keparat sialan!” desis Tama sambil bangkit dari jatuhnya. Dengan sorot mata penuh kebencian, Tama menatap ke arah depan. Tangannya terkepal dengan sangat erat.

Ingin tahu alasan kenapa Tama menganggu Frash akhir-akhir ini? Itu karena sosok Frash yang secara tiba-tiba datang di keluarganya. Apalagi saat dia tahu bahwa semua kebutuhan Frash di tanggung oleh Papanya, rasa tak sukanya menjadi benci.

Di lain tempat.

Fia menatap ke luar balkon dengan raut wajah tanpa emosi. Dengan tangan bersedekap di bawah dada, Fia menikmati suasana malam itu.

Di tengah ketenangan itu, dia mendengar suara deru motor memasuki halaman rumah. Mata Fia menatap ke sumber suara dan di sana ada sosok Frash yang sedang melepas helm.

Frash yang menyadari kehadiran Fia pun menatap ke arah kekasihnya dengan raut wajah memelas. Fia yang melihat itu hanya membalas dengan sorot mata datar.

Frash yang mendapatkan respons seperti itu, buru-buru turun dari motor dan berjalan memasuki rumah.

                                             ••••°°°••••

Di sinilah mereka sekarang, di ruang tamu dengan Frash menatap Fia memelas.

“Sayang” panggil Frash dengan raut wajah di buat-buat imut. Mendengar panggil Frash, Fia hanya membalas dengan kerutan di dahi.

“Jangan marah lagi” ucap Frash dengan raut wajah memohon.

“Hm” balas Fia dengan malas. Bagaimana tak malas, tadi saat pulang sekolah tiba-tiba Siska datang dan mencari gara-gara hingga membuat Fia jengkel sendiri.

Flasback.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, dengan langkah tenang Fia dan Frash berjalan menyusuri koridor menuju parkiran.

Di tengah-tengah jalan, entah datang dari mana ada seseorang menghentikan jalan mereka.

“Hai!” sapanya dengan senyum cerah.

Fia? Dia menatap ke arah Siska dengan sorot mata ke tidak sukaan. Sedangkan Frash? Dia masih stay cool di tempat.

“Mau pulang ya? Boleh aku minta tolong? Anterin pulang dong-” ucap Siska terpotong oleh suara Fia.

“Gak tahu malu?! Gak tahu kalau dia udah punya pacar?! Atau sengaja mau cari gara-gara?!" ucap Fia dengan raut wajah menahan geram, bahkan tangannya sudah terkepal dengan sangat erat. 

“Maksud kamu apa?” tanya Siska dengan raut wajah sok polos.

“Drama” gumam Fia sambil menatap ke arah Siska dengan raut wajah tanpa emosi. 

Frash yang merasakan ke tidak sukaan Fia untuk Siska pun memiliki ide licik. Karena baru kali ini dia melihat Fia cemburu.

“Mau di anter pulang? Ke mana?” tanya Frash dengan senyum kecil. 

Fia yang mendengar perkataan Frash tadi menatap ke arah Frash dengan raut wajah datar dan sorot mata mengancam.

“Kamu mau nganter aku? Beneran?” tanya Siska dengan senyum cerah.

Frash yang mendengar perkataan Siska tadi hanya mengangkat bahu acuh tak acuh.

“Bisa aja, kalau Mengantarmu ke peristirahatan terakhir” lanjut Frash di dalam hati. 

Fia? Dia menatap Frash dengan raut wajah kesal. Tanpa mengatakan apa pun Fia menarik Frash ke arah parkiran.

Frash yang di tarik Fia secara tiba-tiba hanya tersenyum puas.

Flasback off.

Frash menatap ke arah Fia dengan sorot mata memohon, hingga suara Bunda Fia mengalihkan perhatian mereka.

“Sayang, Bunda dan Ayah akan keluar sebentar. Kalian jaga rumah dan jangan macam-macam, sebentar lagi abang pulang kuliah” ucap Bunda Fia dengan raut wajah memperingati.

“Iya Bunda, hati-hati di jalan” balas Fia dengan anggukan kepala pelan. Setelahnya mencium tangan Bundanya pelan dan di balas usapan lembut oleh sang Ibunda.

“Jaga putri saya Frash, jika saya mendapat laporan kamu berniat buruk dengan Fia, maka bersiaplah untuk kehilangan masa depanmu itu” ucap Ayah Fia yang secara tiba-tiba datang dengan raut wajah datar.

“Baik om” balas Frash dengan mantap.

Setelahnya mereka keluar dari dalam rumah dengan langkah pelan. Di belakang ada sosok Fia dan Frash yang mengikuti. Tak lama mobil itu melaju meninggalkan perkarangan rumah. Mendapat kesempatan emas seperti itu membuat Frash tersenyum senang dan tanpa mengatakan apa pun dia memeluk sosok Fia dari samping.

“Sayang” panggil Frash dengan manja.

Fia yang mendengar panggilan itu hanya melirik sekilas dan berjalan memasuki rumah. Saat Fia berjalan, Frash masih memeluknya dengan manja.

DUNIA NOVEL 2 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang