Bagian 10

1.8K 145 6
                                    

Katya tertidur dalam selimutnya bersama rasa lelah dan takut yang terus menghantui gadis itu. Ia ingin bercerita kepada Rian tentang kejadian janggal yang terus-terusan ia alami, namun Katya merasa enggan. Karena masalah bunga dan kecelakaan yang pernah mereka bahas, tak satupun yang dipercayai oleh Rian.

Sementara Katya tertidur, Rian beranjak menuju sofa, menelpon mandor yang mengurus rumah barunya. Sejak Katya masuk rumah sakit, Rian belum sempat lagi mengunjungi rumah yang sedang dibangun itu. Setelah selesai menelpon, Rian kembali pindah ke dekat istrinya dan tidur di kursi seraya memegang tangan Katya dengan erat.

Lewat dari dini hari, Katya merasa ada yang meniup kelopak matanya. Mata Katya bergerak pelan, namun gadis itu masih terlelap. Lalu matanya ditiup lagi, Katya mendesah ringan. Lalu ditiup lagi bagian yang sama.

"Katya ..." suara seorang perempuan memanggil Katya di telinga kirinya.

Kepala Katya bergerak pelan, gadis itu masih tertidur.

"Katya ..." panggil suara itu lagi.

Kali ini Katya mendesah.

"KATYA!!!" teriak suara itu mendengung di telinga Katya.

Sontak saja gadis itu membuka mata. Nafasnya terasa sesak dan matanya membelalak. Tubuh Katya membeku beberapa detik. Saat kesadarannya kembali, Katya melihat selimut yang menutupi seluruh tubuhnya tadi terbuka setengah. Katya tidak tahu tadi ada yang meniup kelopak matanya, juga tidak tahu ada suara yang memanggilnya.

Gadis itu menoleh kepada Rian yang tidur dengan kepala membelakanginya. Rambut Rian terlihat seperti biasa. Tidak ada yang aneh. Katya kemudian memperhatikan sekitar, memeriksa seluruh ruangan. Ia kemudian menggerakkan tangan untuk mengambil minum di nakas. Namun tangan kanan Katya dipegang erat oleh Rian—membuat Katya tidak bisa bergerak mengambil air minum yang posisinya cukup jauh dari jangkauan tangan kiri Katya.

"Mas," panggil Katya seraya berusaha melepaskan genggaman tangan Rian.

"Mas," panggil Katya lagi. Namun yang ia rasakan genggaman tangan Rian malah semakin erat. Katya kemudian duduk dari posisi berbaringnya.

"Mas, bangun, aku mau minum," ucap Katya lagi.

Genggaman tangan Rian semakin erat dan terus bertambah erat. Rasanya bukan menggenggam lagi, tapi mencengkeram kuat tangan Katya. Bahkan Katya merasa sakit karena genggaman tangan Rian yang semakin kuat.

"Mas ..." panggil Katya lagi dengan meringis menahan sakit.

Karena tangannya yang semakin terasa sakit, Katya menggunakan tangan kirinya untuk mendorong tubuh Rian. "Mas!" ucapnya dengan nada sedikit tinggi.

Tiba-tiba saja Rian bangkit dan menoleh. "Ayo pulang ..."

Katya tiba-tiba membeku, wajah yang ia lihat bukan wajah Rian. Melainkan wajah perempuan yang hancur sebagian dengan bola mata yang hendak keluar dari kelopaknya. Nanah dan darah mengalir di wajah itu. Ia tersenyum dengan amat lebar, bahkan sudut senyumannya sampai ke telinga. Ia menyeringai dengan gigi yang kehitaman. Kulitnya pucat, juga terkelupas di beberapa bagian dan sebagian lagi kulitnya hancur. Rambutnya hitam memanjang terjuntai ke bawah. Kepalanya bergerak-gerak dan terus menyeringai kepada Katya.

Suasana di sekitar terasa amat dingin. Katya benar-benar membeku dan tidak bisa apa-apa. Tangannya tak bisa bergerak—tangannya yang dipegang makhluk itu terasa semakin sakit, lidahnya kelu tidak bisa bersuara. Matanya membelalak tak bisa berkedip. Ia seakan dipaksa untuk terus melihat wajah mengerikan tersebut. Sungguh, Katya sangat ingin pingsan saja saat itu. Di telinganya terdengar suara tawa perempuan itu yang amat menakutkan, diikuti oleh suara ringkikan kuda di atas rumah sakit yang terdengar di telinga Katya.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang