Bagian 29

1.8K 164 4
                                    

Menghabiskan waktu hampir dua jam menuju kediaman Ki Gada. Mereka menyusuri punggung gunung yang gelap dengan bantuan cahaya senter. Sesekali mereka berhenti, memberi waktu untuk Katya yang baru pertama kali mendaki untuk beristirahat. Sesekali juga Katya mengeluh, kemudian tertawa mendengar guyonan Pak Wahyu. Zidan hanya memperhatikan mereka dengan wajah datar.

Baik Zidan dan Pak Wahyu mungkin tidak tahu, bahwa sudah lama tawa riang Katya seperti sekarang menghilang. Setelah kejadian aneh yang berulang di rumahnya, Katya lebih banyak murung dan jarang tertawa, tapi sekarang, jalan bersama Zidan dan Pak Wahyu di punggung bukit itu, Katya seakan menemukan dirinya yang dulu.

Kali ini mereka sudah berhenti untuk ketiga kalinya, Zidan merasa kesal, Katya terlalu mudah lelah untuk mendaki ke punggung gunung. Tapi ia tak menunjukkan kekesalannya, Zidan memilih diam. Ia meminum air, dan duduk di atas batang pohon patah seraya melihat ke atas pepohonan tinggi yang ada disana. Ia merasakan banyak aura negatif, hal yang juga dirasakan sosok di tubuh Zidan.

Katya dan Pak Wahyu masih bicara tentang banyak hal, setiap ujung pembicaraan mereka akan berakhir dengan guyonan, membuang perasaan tegang di tengah suasana sunyi hutan tersebut. Mereka berusaha membuang suasana menyeramkan dengan candaan dan tawa-tawa mereka.

"Saya merasa diri saya benar-benar sudah kembali seperti dulu, Pak," ucap Katya diujung tawanya kepada Pak Wahyu.

"Maksudnya, Mbak? emang ada yang berubah dari diri, Mbak?"

"Entah mengapa, sejak saya mengalami kejadian-kejadian aneh, saya lebih sering merasa takut, melamun sendiri dan berpikiran tak jelas," terang Katya.

"Mungkin pilihan Mbak untuk datang ke sini amat tepat, jiwa Mbak yang sudah ditarik ke sini, sekarang sudah kembali ke raga, Mbak, makanya Mbak sudah bisa kembali seperti dulu," jelas Pak Wahyu.

Zidan mendengarnya dengan wajah datar, entah benar atau tidak, ia tidak tahu, toh masalah seperti itu tidak terlalu dipahaminya.

"Apa itu berarti jika saya mati, maka saya akan dibawa ke gunung ini, Pak?" Katya masih melanjutkan perbincangannya dengan Pak Wahyu.

Pak Wahyu mengangguk. "Banyak jiwa manusia yang ditumbalkan ada di gunung ini, Mbak, mereka disiksa, dijadikan budak para makhluk halus. Ada yang di rajam, digeret seperti binatang, diikat dan disiksa seperti hewan. Bagi mereka yang bisa melihat keadaan disini, mereka pasti melihat betapa pedihnya kehidupan para tumbal itu, Mbak."

Katya terdiam sesaat, ia tak kuasa mendengar penjelasan Pak Wahyu. Tak kuasa juga membayangkan dirinya ada di posisi itu. Ia bersyukur bisa selamat, dan juga merasa menyesal saat ingat dulu ia pernah menyerah, karena tidak tahan dengan rasa sakit yang dirasakannya.

"Maaf, Pak, saya kan orang yang gagal ditumbalkan, Pak, apa nggak apa-apa ya saya datang ke sini?"

"Mudah-mudahan aman, Mbak, kan Mbak bawa pelindung," jawab Pak Wahyu, ia meminum kopi yang tadi sempat dibelinya. "Lagi pula perjanjian pesugihan itu udah selesai, jadi Mbak udah nggak ada keterikatan lagi dengan mereka."

"Masih jauh tempatnya, Pak?" tanya Zidan yang ingin mengalihkan pembahasan Katya dan Pak Wahyu, tidak seharusnya mereka membahas hal tersebut sekarang.

Laki-laki paruh baya itu berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat. Karena memang dulu Pak Wahyu beberapa kali pernah mengantar orang ke tempat Ki Gada.

"Bentar lagi kok, Mas," jawab Pak Wahyu.

"Ya udah, ayo kita lanjut, bentar lagi tengah malam," ucap Zidan.

Katya lekas berdiri, ia mendekat pada Zidan dan tak ingin jauh-jauh darinya. Sekarang Katya merasa hanya Zidan yang bisa melindunginya jika ada makhluk halus yang ingin mengganggunya.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang