Bagian 24

1.8K 147 4
                                    


Semua keluarga berkumpul di rumah besar milik Bu Tari. Dani dengan istrinya juga datang melayat, termasuk Weri—adik Rian yang selama ini tinggal di luar kota. Kabar kematian Rian yang mendadak membuat semua orang kaget ,bahkan tak percaya. Tidak ada kabar sakit atau hal-hal aneh yang dilihat dari Rian, namun tiba-tiba saja terdengar kabar ke telinga setiap orang bahwa ia sudah meninggal.

Rian adalah sosok yang disegani banyak orang, sehingga rumah besar itu benar-benar ramai dikunjungi oleh para pelayat. Mulai dari para pengusaha, pimpinan kantor Rian, hingga para pejabat pemerintahan datang ke sana. Keadaan tubuh Rian yang membusuk membuat proses penyelenggaraan jenazahnya harus disegerakan, agar tidak banyak orang yang tahu hingga menjadi aib keluarga mereka. Jasadnya dimakamkan hari itu juga sebelum gelap. Bu Tari dan Pak Kasim yang benar-benar kaget dan syok mendapati kejadian ini berusaha tegar menerima kenyataan.

Dari awal mereka tak pernah mengira Rian akan meninggal secepat ini, toh selama ini yang dikhawatirkan akan meninggal duluan adalah Katya, namun Tuhan punya takdir lain, Rian-lah yang harus pergi lebih dulu. Selepas pemakaman Rian, pihak keluarga langsung menyelenggarakan doa bersama malam itu juga disana. Semua keluarga terlibat dalam acara tersebut, termasuk Dani dan keluarganya, serta Bu Dyah yang ikut serta membantu keluarga besannya untuk mengurus banyak keperluan.

Katya yang masih amat syok dengan keadaan memilih menyendiri sebentar di lantai dua, meninggalkan hiruk pikuk di lantai satu. Di ruang kecil yang berada di sudut belakang lantai dua rumah besar Bu tari, Katya duduk melamun di sofa yang ada di ruangan tersebut. Matanya tampak kosong, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Semuanya terjadi begitu cepat, bahkan Katya merasa ini semua hanya mimpi, bukan sebuah kenyataan. Bagaimana mungkin orang yang amat ia cintai pergi dengan cara seperti ini?

Sungguh Katya tidak bisa menerima kenyataan ini. Air matanya sudah hampir kering karena menangis sepanjang hari. Bahkan di ruang kecil tersebut ia masih saja terus terisak, mengeluarkan sisa-sisa air matanya yang masih ada.

Di pagi hari mereka masih menjalani hidup seperti pasangan suami istri yang sempurna. Lalu tiba-tiba Rian pulang cepat dengan kabar pemecatan. Setelah Katya menjemput Faris, Rian sudah terkapar tak bernyawa di dapur rumah mereka, sungguh Katya tidak bisa menerima ini semua. Jenazah Rian sempat dibawa ke rumah sakit, dokter menyimpulkan ada bagian kepala belakang Rian yang mengalami cedera fatal—itulah membuat Rian meninggal. Siangnya jenazah diselenggarakan dan sore langsung dimakamkan.

Begitu cepat semuanya berlangsung. Apa yang terjadi? sungguh Katya tidak tahu, ia tidak bisa berpikir sama sekali. Hanya air mata kesedihan saja yang bisa menggambarkan perasaan Katya yang hancur berkeping-keping. Kehilangan suami dengan mendadak seperti ini, membuat separuh nyawa kehidupan Katya ikut pergi dari raganya. Gadis itu mengusap pipinya yang terus basah sejak siang. Ia melihat meja di depannya. Teringat akan foto yang ada di laci meja itu.

Katya membuka laci tersebut, teringat akan sesuatu. Saat Katya melihat foto yang masih ada di laci itu, matanya membulat tak percaya.

"Ya, Tuhan," gumam Katya yang kaget setengah mati, foto itu bahkan terjatuh terjatuh ke lantai, tak kuat ia melihat wajah gadis tersebut.

Gadis itulah yang selama ini dilihat Katya. Setiap gadis itu muncul dengan sosok manusia, maka perempuan di foto itulah yang dilihat Katya, dan gadis itu juga yang ia lihat sibuk bertaman dengan ayahnya di taman rumah Katya.

Apa penumbalan dirinya ada hubungannya dengan keluarga Rian? Kenapa perempuan di foto itu yang selalu datang kepadanya? Pertanyaan itu segera menemui jawabannya, saat suara Laki-laki tua datang dari arah dinding belakang ruang kecil tersebut.

"Tugasku telah selesai," ucap Laki-laki tua.

Sosok yang mendiami kalung putih yang masih dipegang Katya datang lagi. Sosok Laki-laki tua dengan rambut dan jenggot yang memutih, serta pakaian terbuka dengan kain putih yang ia sandang di bahu, dengan celana putih sebetis dan tanpa beralas kaki. Sosok itu berdiri tepat di depan barang-barang yang tak terpakai disana.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang