Bagian 32

2.2K 165 3
                                    


"Dia mengorbankan istrinya, Ki?" tanya Zidan yang seakan merasa pilu mendengarnya.

Lihatlah dirinya yang sudah berumur 32 tahun tapi belum menikah juga karena belum menemukan pasangan hidup. Tapi sekarang ia malah mendengar cerita tentang Rian yang sudah dikaruniai seorang istri di usia 21 tahun. Bukannya mensyukuri istri yang ia miliki, laki-laki itu malah mengorbankan nyawa istrinya untuk pesugihan demi harta melimpah. Apalagi mendengar ada pilihan ayah, ibu dan istri seperti itu. Sungguh keji sekali cara Nyai Kumara dalam mencari budak-budaknya untuk tinggal di gunung tersebut.

"Saat aku menjemputnya, hanya kepala kambing yang tersisa," terang Ki Gada. "Biasanya kepala kerbau itu simbol untuk Ibu, kepala sapi simbol untuk Ayah, dan kepala kambing simbol untuk saudara, Istri dan bisa juga Anak, Nyai Kumara selalu meminta pengorbanan dari orang terdekat para pelaku pesugihan."

"Nyawa Ayah dan Ibunya sudah diganti dengan kepala kerbau dan sapi, sementara kepala kambing dibawanya pulang dan harus dimakannya sendiri, dan sebagai ganti kepala kambing itu adalah nyawa istrinya."

Pak Wahyu tertawa sinis, "Dia memakan kepala istrinya sendiri," gumamnya yang geram mendengar hal tersebut.

Ki Gada melihat Katya yang sudah meneteskan air mata. Seakan tak kuasa mendengar apa yang dulu diperbuat oleh suaminya sebelum mereka menikah. Sungguh benar-benar tak bisa dimaafkan. Namun di sisi lain, Rian yang diceritakan Ki Gada jauh berbeda dengan Rian yang ia kenal selama ini. Bahkan jika mengingat seperti apa perlakuan Rian kepadanya selama mereka menikah, Katya masih merasa tak percaya dengan penjelasan Ki Gada.

"Lalu kenapa teman saya ini juga diincar oleh Ratu itu, Ki? bukankah tumbal untuk ritual itu adalah istri pertamanya?"

Ki Gada menggeleng. "Dia menumbalkan istrinya, jadi setiap perempuan yang jadi istrinya secara otomatis menjadi tumbal, jika tidak ada istrinya, maka anak yang ia miliki akan jadi tumbal selanjutnya. Semakin banyak tumbal yang diberikan, akan semakin banyak harta yang ia dapatkan. Itulah konsekuensi menjalin perjanjian pesugihan dengan Nyai Kumara. Karena itu juga Nyai Kumara selalu senang bila pelaku pesugihan yang datang mau mengorbankan istri mereka, karena biasanya bisa mendapatkan banyak tumbal. Setiap kali pelaku itu menikah, maka otomatis istrinya akan menjadi tumbal selanjutnya, begitu juga dengan anak-anak yang mereka miliki."

Zidan menggeleng tak percaya. "Sungguh keji perbuatan seperti itu, Ki."

Ki Gada membuang nafas sejenak. "Jika pengorbanannya tidak sebesar itu, aku akan lebih dulu melakukannya, tapi aku tak sanggup mengorbankan keluargaku, apalagi terikat perjanjian dengan Nyai Kumara, karena setelah mati pun, jiwa pelakunya juga akan diambil oleh Nyai Kumara untuk jadi budaknya di dunia gaib. Kalian memang melihatku seperti ini, tapi anak istriku hidup tenang di bawah sana. Orang waras sepertiku tidak akan mengorbankan keluargaku, hanya orang gila karena harta saja yang bisa mengorbankan keluarga mereka demi kekayaan."

Ki Gada diam sejenak, mereka hening untuk beberapa saat. Wajah laki-laki yang sudah berumur tersebut masih tampak tenang. Sudah lama dia menjadi perantara antara orang-orang pencari kekayaan dengan Nyai Kumara. Sudah banyak juga ia melihat akhir yang buruk kepada keluarga dari orang-orang tersebut, juga akhir yang buruk kepada pelakunya seperti yang dialami Rian.

"Lalu apa yang terjadi dengan Vera, Ki?" tanya Katya dengan suara gemetar yang memecahkan keheningan mereka. Katya pernah melihat foto Vera, bahkan ia tahu bahwa yang mengganggunya dan berusaha membunuhnya adalah perempuan itu.

Ki Gada melihat Katya."Kamu beruntung bisa selamat, tidak bernasib sama seperti dia," ucap Ki Gada mulai menjelaskan lagi. Ia menutup mata, membuka ingatan lagi dengan mata batinnya.

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang