Bagian 21

1.8K 153 2
                                    

Malam itu berlalu, Katya tak mengambil kalung yang dikatakan Meta. Ia tak punya tenaga sama sekali untuk bergerak. Bagaimana caranya ia mengambil kalung itu coba? jangankan bergerak, bicara pun Katya hanya bisa satu dua kata saja, untuk minta minum atau minta sedikit makanan. Malam itu juga Katya kembali ditemani oleh Rian dan Bu Dyah di rumah sakit. Dani tidur di rumah adiknya menemani Faris yang besok harus ke sekolah.

Bu Tari dan Pak Kasim sudah berusaha mencari orang pintar. Satu dua langsung menolak, yang lain menolak saat diantar melihat Katya di rumah sakit. Tidak ada yang berani berhadapan dengan Ratu bergaun merah. Sudah takut duluan karena memang kekuatan Sang Ratu amat besar. Serta bagi mereka, yang namanya tumbal memang harus diberikan. Pilihannya hanya dua, jika bukan tumbal yang mati, maka yang menumbalkanlah yang harus mati.

Artinya kalau bukan Katya yang mati, maka Zidan-lah yang harus mati. Begitulah pikir mereka semua. Termasuk Katya yang semakin yakin bahwa memang Zidan-lah pelakunya. Entah untuk apa? Katya tidak bisa menduga apa-apa. Namun apa yang terjadi sore tadi, semakin memperjelas bahwa memang Zidan-lah pelakunya.

Malam berlalu, awalnya Bu Dyah dan Rian sudah amat cemas, takut kejadian malam sebelumnya kembali terulang. Namun hingga larut malam, Katya dapat tidur dengan tenang. Siapapun yang tahu kondisi Katya, pasti iba melihatnya. Kondisi Katya udah amat lemah. Tubuhnya sudah mulai sedikit kurus. Rian yang melihat istrinya seperti itu merasa hatinya amat terluka. Pun Bu Dyah yang belakangan juga merasa kurang nafsu makan, selalu terbebani rasa takut akan keadaan anaknya.

Dini hari, mereka semua yang ada di ruangan itu tengah terlelap tidur. Katya pun masih tenang dalam tidurnya, bermimpi lagi bertemu ayahnya serta Zidan dengan keadaan dan suasana yang sama. Menjelang pukul tiga pagi, Katya mengejapkan mata saat merasa ada tiupan lembut di wajahnya. Gadis itu membuka mata, ia langsung bisa duduk disana.

Tubuh Katya yang sebelumnya terasa sakit dan lemas, sekarang seakan mendapatkan tenaga baru. Katya melihat kepada Rian yang tidur di sampingnya, duduk memegang erat selimut Katya. Sementara ibunya tidur di sofa dengan selimut kain panjang. Mereka sama-sama lelah dan tengah tertidur pulas.

Katya kemudian menoleh ke arah pintu kamar. Ia kebingungan melihat sosok laki-laki tua yang tengah berjalan mendekat. Katya terdiam melihat laki-laki itu. Wajahnya putih dan tenang, sedikit ada keriput di sana. Rambutnya putih sebahu, jenggotnya yang juga sudah memutih tumbuh panjang hingga atas dada. Tubuhnya kurus dan sedikit bungkuk. ia bertelanjang dada dengan kain putih yang ditaruh di bahunya. Serta celana putih yang menutupi hingga betis. Ia datang tanpa alas kaki.

Meski bungkuk, laki-laki tua tersebut berjalan cukup cepat.

"Kenapa kalung itu ada sama kamu?" tanya Laki-laki tua dengan suara pelan.

"Kalung?" tanya Katya dengan dahi berkerut, tak mengerti maksud laki-laki tua.

"Iya."

"Kalung apa, Pak?" tanya Katya masih kebingungan.

Laki-laki tua menunjuk bantal tidur Katya. Seketika Katya teringat bisikan Meta tadi sore. Ia menarik bantal, dan benar, ada kalung disana. Kalung itu hanya tali hitam biasa dengan batu yang amat putih sebagai hiasannya. Katya melihat kalung tersebut penuh selidik. Kalung siapa itu? kenapa Meta memberikan kalung itu kepadanya?

"Kenapa kalung itu ada sama kamu?" tanya Laki-laki tua lagi.

"Tadi teman saya yang memberikannya, Pak," jawab Katya.

"Untuk apa?" Laki-laki tua bertanya dengan mata penuh selidik.

Katya semakin bingung. Berusaha mengingat-ingat sesuatu.

"Kurang ajar sekali anak itu," umpat Laki-laki tua, "saat aku tidur, dia malah memberikanku kepadamu."

"Pak," panggil Katya, ia tiba-tiba teringat pesan Meta di chat tadi. "Saya butuh bantuan Bapak, jika Tuhan mengizinkan, maukah Bapak membantu saya?"

Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang