Katya melamun menatap Faris yang tengah memasang sepatu sekolah. Sejak bangun pagi tadi, Katya terus saja memikirkan percakapan di alam mimpi tadi malam. Sungguh, hatinya terharu mendengar jika Zidan selalu mendoakannya setiap hari, sungguh, Katya tidak pernah tahu akan hal itu. Seberapa tulus Zidan kepadanya? kenapa ia harus membalas ketulusan itu dengan tuduhan keji? Mata Katya berkaca-kaca mengingat itu semua. Dan juga untuk sebuah pertanyaan, kenapa Zidan selalu mendoakannya?
Jauh dalam lubuk hati Katya, ia tahu jawabannya. Mengapa Zidan melakukan itu? tidak lain dan tidak bukan karena sebuah rasa bernama cinta. Katya mengusap matanya yang sedikit terasa perih. Ia membuang jauh-jauh pikiran tersebut, tidak ingin memikirkan perasaan Zidan. Katya sudah punya suami dan anak, ia tidak ingin mengkhianati orang-orang yang ia cintai, meski ia merasa amat terenyuh pada ketulusan Zidan.
"Ayo sayang, cepat pakai sepatunya, ayah sudah menunggu di meja makan," ucap Katya memperingati anaknya.
Mereka kemudian lekas keluar kamar dan sarapan di meja makan. Apa yang terjadi semalam tidak diceritakan Katya kepada Bu Dyah dan Rian. Katya merasa hal itu tidak akan dipercayai oleh siapapun. Lebih baik dia menyimpannya seorang diri.
Selepas Rian dan Faris pergi meninggalkan rumah, Katya sempat menanyakan tentang Dani kepada Bu Dyah.
"Ibu belum mengatakan hal kemarin kepada Mas-mu, Ya, biar dulu dia istirahat di rumahnya. Kasihan jugakan istrinya, selama di rumah sakit Mas-mu itu tidak pernah pulang ke istri dan anaknya sama sekali," terang Bu Dyah.
Katya mencoba tersenyum. "Nggak apa-apa, Bu, biar saja Mas Dani berkumpul dengan keluarganya dulu, lagipula sekarang aku masih baik-baik saja."
"Tapi, Ya, ibu cemas dengan ucapan Meta kemarin, ibu takut ..."
"Bu," potong Katya, "Aku punya ibu, punya Mas Rian, Punya Ibu dan Ayahnya Mas Rian, punya Mas Dani juga, ada juga Meta yang selalu membantuku. Kalian semua selalu mendoakanku, Aku yakin dengan doa-doa tulus dari kalian, aku akan selamat dari kejahatan orang itu. Jadi tak perlu khawatir berlebihan, kita pasti menemukan jalan keluar yang terbaik," terang Katya untuk membuat ibunya lebih tenang.
Bu Dyah membuang nafas kasar. Ia melihat Katya yang berdiri dan semangat membereskan meja makan. "Mertuamu udah ke sana ke mari mencari orang pintar, Ya, tetap aja orang yang mereka temui takut mengobatimu."
Katya menoleh kepada ibunya lagi. "Kita masih punya Tuhan, Bu," jawab Katya dengan penuh keyakinan. Ucapan Laki-laki tua semalam membuat Katya yakin, tidak ada kekuatan yang mampu melawan kekuatan Tuhan.
Hari itu semuanya kembali berlangsung dengan aman. Katya sibuk membersihkan rumah, sementara Bu Dyah mencuci pakaian kotor selama Katya di rumah sakit. Semua pekerjaan rumah mereka kerjakan bersama. Untuk sesaat Bu Dyah sudah merasa tenang dengan keadaan anaknya.
Menjelang siang, Katya sudah selesai mandi dan bersiap-siap menjemput Faris ke sekolah. Sejak ia dirawat di rumah sakit, Rian-lah yang selalu menjemput Faris. Tapi hari ini Rian sudah kembali masuk kantor, jadi Katya yang akan menjemput anak mereka. Saat memanaskan motor di depan garasi, Katya melihat mobil suaminya berjalan pelan memasuki pekarangan rumah. Pemandangan yang membuat Katya merasa tidak nyaman.
"Kenapa Mas Rian sudah pulang? inikan belum jam istirahat," gumam Katya seorang diri.
Rian turun dari mobil dan melangkah dengan gontai menuju teras. "Kenapa udah pulang, Mas?" tanya Katya mendekati suaminya.
"Aku dipecat, Ya!" jawab Rian dengan wajah masam.
"Dipecat, Mas?" Katya mengikuti langkah suaminya ke dalam rumah.
"Aku tidak masuk beberapa hari, beberapa pimpinan marah dan mereka sudah menemukan orang yang menggantikan posisiku."
Bu Dyah yang mendengar suara ribut di ruang tamu datang menghampiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa Penyelamat Tumbal (TAMAT)
Horror(TAMAT) Katya yang biasanya ceria mengalami banyak hal aneh beberapa waktu belakangan. Kejadian hal aneh ini sering terjadi di rumahnya, hingga akhirnya ia jatuh sakit yang tak kunjung sembuh kakaknya yang khawatir dengan keadaan adiknya memanggil s...