Chapter 1

1.2K 95 1
                                    

"Brengsek"

Ketukan gelisah dari meja kerja terdengar jelas. Suara petir yang bersahut-sahutan membuat Jeonghan merinding, hujan semakin deras, hawa dingin semakin menusuk kulit, bulu kuduknya berdiri tak karuan, pelipisnya berkeringat. Dari sepanjang hidupnya, untuk pertama kalinya Jeonghan benci sendirian.

"Keparat"

Kata kasar yang tak bisa ia hentikan keluar dari mulutnya. Jeonghan meneguk salivanya berat, matanya berusaha fokus pada lembaran kertas.

"Mulut hyung ini kasar sekali"

Deg!

"Sial, sial, sial" Ucap Jeonghan lagi. Jantungnya berdebar kencang, Jeonghan tidak mau berbalik, ada sosok seseorang yang tidak bisa ia lihat jelas, Jeonghan tau itu bukan manusia. Pasalnya, cermin yang ada di ruangan Jeonghan hanya memantulkan dirinya sendiri, tidak ada yang lain.

"Apa aku harus memberitahunya—"

"MINGHAO CEPAT DATANG!" teriak Jeonghan marah. Sosok itu terkejut, suara keras Jeonghan terdengar takut dan bergetar.

"Hyung kau tidak apa?"

Seperti dugaan Jeonghan, sosok itu kini muncul di hadapannya. Mulut sobek, tubuh setengah terbakar dan mata melotot itu melirik Jeonghan intens.

"AAA!!!"

Setelah berteriak kencang, Jeonghan pingsan di tempat. Niat ingin lembur demi melepas jenuh, malah mendapat kesialan yang tak terduga.

***

Dua puluh menit berlalu, Jeonghan mengerjapkan matanya perlahan, setelah sadar ia melotot menatap langit-langit. Jeonghan tau ini di mana, dia masih berada di kantornya, ditemani selimuti hangat dan wewangian aroma terapi. Suara langkah kaki membuat Jeonghan kembali menutup matanya. Jeonghan tidak mau melihat dia lagi.

"Pergi, pergi, pergi" Gumamnya bak merapalkan matra.

"Hei"

"Tidak! Aku tidak melihatmu!"

"Yoon Jeonghan sadarlah" Suara tegas ini sangat ia kenali. Jeonghan langsung terduduk dan membuang selimutnya. Benar saja, suara itu adalah suara berat si atasan, Choi Seungcheol.

"M-maaf, saya tidak bermaksud begitu" Lirih Jeonghan. Terkutuklah nasib buruknya, dari kemarin terus mendapat masalah tak jelas. Sekarang kepalanya jadi pusing.

Seungcheol berdiri tepat di hadapan Jeonghan, ia sedikit berjongkok, memegang dahi Jeonghan dengan punggung tangannya.

"Kalau sakit jangan memaksakan diri" Ketus Seungcheol. Tidak, itu bukan kalimat perhatian, Jeonghan tau kalau pria itu tidak suka direpotkan.

"Maafkan saya, nanti saya bereskan semuanya" Ucap Jeonghan gugup.

"Kau-"

Tok tok tok

Seungcheol dan Jeonghan melirik ke arah pintu masuk yang tak terkunci, ada seorang pria lagi datang dengan wajah kelelahan.

"Myungho?" Tanya Seungcheol, yang dipanggil mengangguk pelan.

"Maaf Sajangnim, saya mau menjemput Jeonghan-ssi" Seungcheol melirik Jeonghan sebentar, tak lama kembali menatap Minghao.

"Bagus, bawa dia dari sini. Ingatkan dia jangan memaksakan diri kalau tidak bisa" Minghao mengangguk paham, ia membawa Jeonghan keluar dari ruangan sang atasan.

Minghao membantu Jeonghan masuk ke mobil, mengantar pria itu dengan selamat sampai ke rumah. Dikala hujan deras begini sudah jelas Jeonghan tidak mau pulang sendirian.

"Minghao mau temani aku?"

"Kenapa hyung? Belakangan ini kulihat hyung selalu ketakutan" Jeonghan mengusak surainya kasar.

"Entahlah, aku merasa ada yang menggangguku"

Minghao jadi khawatir, semenjak kepergian Seokmin, sikap dan tingkah Jeonghan sering kali membuatnya cemas. Mungkin karena kematian Seokmin membuat Jeonghan terpukul hingga sering mengalami hal sulit seperti sekarang.

"Ini tentang Seokmin?"

"Tidak, sudah kubilang aku sudah membiarkannya pergi dengan tenang"

"Jangan memaksakan diri hyung"

"Aish, kau ini" Jeonghan tidak tau lagi bagaimana menjelaskan dengan orang disekitarnya. Kematian Seokmin setahun yang lalu sempat membuat Jeonghan terpuruk dan hampir bunuh diri, tapi ia benar-benar sudah mengikhlaskan adik sepupunya itu sekarang.

"Antarkan saja aku ke apartemen Wonwoo" Selalu begini, Jeonghan akan pergi ke apartemen Wonwoo saat ia tidak bisa mengontrol dirinya sendiri.

Sesampainya di apartemen Wonwoo, Jeonghan langsung berbaring di sofa ruang tengah, si pemilik cuma memperhatikan sembari memberikan segelas teh hangat.

"Lihat lagi?" Jeonghan menganggukkan kepalanya malas.

"Sudah berapa kali?"

"Tiga"

"Sekilas?" Jeonghan menggeleng cepat.

"Semua. Aku melihat semuanya." Wonwoo menghela napas panjang. Sudah diduga-duga, suatu saat pasti Jeonghan akan melihat sosok pemuda itu.

Ini Jeon Wonwoo, juniornya di kantor. Mereka saling mengenal saat menjadi mahasiswa dulu, cuma Wonwoo yang tau tentang Jeonghan. Semua keluh kesahnya ia tumpahkan pada pria datar ini. Dia bukan indigo, tapi Wonwoo kenal betul siapa orang yang punya kelebihan seperti Jeonghan. Dibandingkan Jeonghan, orang itu lebih pengecut, padahal katanya sudah dari kecil bisa melihat hantu. Kalau Wonwoo bilang dia agak bodoh.

"Jangan dipikirkan hyung"

"Kau gila? Coba kau jadi aku, rasanya sangat mengerikan"

"Ke mana sifat tenangmu dulu? Kau terus-terusan memarahiku dari tadi" Jeonghan membuka matanya, dia duduk dan menatap Wonwoo dengan raut merasa bersalah.

"Maafkan aku" Wonwoo menggeleng pelan, ia juga tidak bermaksud menyakiti Jeonghan sebenarnya, tapi lama-lama Wonwoo juga khawatir dengan kesehatan orang ini.

"Mau tidur bersamaku lagi?"

"Maaf merepotkanmu" Wonwoo terkekeh, ia beranjak menuju kamarnya untuk menyiapkan kasur.

Beginilah rutinitas mereka, seminggu belakangan Jeonghan terus diganggu sesosok makhluk menyeramkan, atau kita bisa menyebutnya hantu. Awalnya Jeonghan tidak percaya dengan hal seperti itu, tapi semenjak kecelakaan seminggu yang lalu hidupnya berubah drastis. Ia lebih peka dengan hal-hal berbau mistis.

Suara-suara aneh sering ia dengar tiap malam dan juga sosok pemuda menyeramkan yang ia temui kantor setiap hari. Untuk pertama kalinya Jeonghan bisa melihat rupa menyeramkan pemuda itu. Ia sudah menahan diri tapi nyatanya Jeonghan tetap takut, ia tidak terbiasa, Jeonghan resah jika terus memikirkan hal itu.

Namun anehnya, setiap ia berada di sekitar Wonwoo, entah bagaimana indera ke-enam menjadi tumpul. Jeonghan tidak lagi merasakan apa-apa, benar-benar seperti kembali pada dirinya yang dulu. Sekarang Jeonghan paham kenapa Mingyu sering menempeli Wonwoo. Orang ini seperti jimat penyelamat bagi mereka.

"Hyung tempat tidurnya sudah siap"

"Bagaimana dengan Mingyu?" Jeonghan tau kalau pria itu akan datang ke apartemen Wonwoo.

"Dia sedang ada dinas di luar kota, kau tidak perlu khawatir" Wonwoo tersenyum kecut. Sudah kalang kabut begitu masih saja memikirkan orang lain.

"Baiklah"

***

Tbc
07/01/2023

Jangan lupa tinggalkan vote & comment guys

Brücke | JeongCheolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang