Angin dingin menyapa kulit Jeonghan yang tengah menunggu Seungcheol menelpon seseorang. Jenuh? Sedikit, entah apa yang Seungcheol bicarakan sampai waktu sudah berjalan selama tiga puluh menit.
"Sialan." Umpat Jeonghan tidak tahan.
Dino melayang tepat di atasnya, tentu ia tahu pada siapa kakaknya bicara, tapi Dino memilih untuk diam.
"Bisakah kau tidak melibatkan dia Hyung?" Gumam Dino. Walaupun sudah mati tapi dia tetap khawatir jika Jeonghan ikut dilibatkan dalam masalah mereka.
Jemarinya mengetuk meja minimarket bosan, katanya mau makan bersama tapi melihat Seungcheol asik menelpon membuatnya dongkol.
"Ah sudahlah." Jeonghan bangkit, mie cup yang sudah ia beli akhirnya dibuka, ia menyiramkan air panas kemudian memasukkan ke dalam oven.
Apanya yang atasan, tiba-tiba datang tanpa sopan santun kemudian mengajaknya pergi di cuaca dingin begini.
Mienya telah siap, dengan perasaan bahagia Jeonghan memakan mie tersebut. Enak dan pedas, berkat makanan tersebut dapat meningkatkan hormon serotoninnya. Jeonghan melirik sesaat.
Seungcheol masih saja sibuk.
"Ya! dia mau makan apa telfonan?" Ketus Jeonghan pada Dino.
Si hantu mendelik, semula ia bersantai ria kini diberi tatapan sorot mata kesal. Jujur Dino jadi agak takut.
Tunggu, seharusnya dia tak perlu merasa takut lagi, dia sudah jadi hantu, dia tak akan bisa mati lagi.
"Kalau bisa jangan mengajak bicara saat ramai orang Jeonghan Hyung, nanti kau disangka gila." Celetuk Dino.
Jeonghan menaikan sebelah alisnya tak terima. Dia memang sudah gila, gila karena hidupnya semakin tak masuk akal dari hari ke hari. Setelah dikejar hantu, sekarang dikejar sang atasan. Tidak, Jeonghan tidak berbangga hati karena ini, justru ia merasa terbeban karena terus berada disekitar Seungcheol. Dia bukanlah orang yang senang bila dijunjung karena dekat dengan petinggi perusahaan.
Dino tak banyak merespon, dia juga sadar kalau banyak mata yang sedang menyoroti omelan Jeonghan yang tak kunjung selesai. Namun secara tak sengaja ia menangkap siluet seseorang yang sedang mengawasi mereka.
"Dokyeom Hyung?" Pandangan Dino ia alihkan pada Jeonghan yang kini tengah asik menyeruput mie instan goreng miliknya.
"Apa yang dia lakukan disini?" Baru saja bertanya pria lain lagi muncul menghampiri mereka.
"Jisoo." Panggil Seungcheol ketika menutup panggilannya.
"Setan, kukira kau pergi ke luar kota." Jeonghan mendongak, suara yang tak asing bagi indra pendengarnya. Ah, pria ini lagi, kalau tidak salah namanya Joshua.
"Baguslah kau sampai lebih cepat." Jeonghan memicing, apanya yang cepat. Jika saja Jeonghan menunggu Seungcheol untuk makan bersama, mungkin saja mie yang ia seduh dari tadi sudah mengembang seperti permen kapas.
"Kenapa Dokyeom tidak boleh ikut?" Seungcheol menggeleng pelan.
"Ada janji yang harus dia tepati." Jeonghan tidak mengerti, kemarin juga Jeonghan sempat mendengar Joshua memanggil nama pria itu.
"Baiklah." Jisoo hanya mengangguk.
Dari dalam mobil Dokyeom memperhatikan mereka. Sejujurnya dia sangat merindukan Jeonghan, banyak sekali hal yang ingin dia lakukan lagi dengan kakak sepupunya itu. Memalsukan kematiannya membuat Dokyeom merasa bersalah pada Jeonghan.
"Maafkan aku Hyung." Ujarnya dengan suara parau.
Joshua melirik Jeonghan tidak percaya, apa matanya tak salah melihat? Kenapa Seungcheol membawa seseorang makan bersama, dia bukanlah tipe orang yang mau berinteraksi terlalu banyak dengan orang secara personal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brücke | JeongCheol
Fiksi PenggemarSebulan belakangan, Jeonghan selalu diikuti oleh sosok anak muda yang berisik. Jeonghan bukan indigo, tidak juga memiliki indra ke-enam, tapi kecelakaan sebulan lalu membuatnya mengetahui apa yang tidak orang ketahui. Jeonghan mati-matian menyembuny...