2. tasbih

6.7K 347 8
                                    

★★★ 






"Setidaknya kalau belum bisa melaksanakan yang Sunnah, laksanakanlah yang wajib. Tapi kalau yang wajib aja nggak kunjung kamu laksanakan, lantas untuk apa mengaku Muslim? pajangan di KTP?" perkataan Abah tempo hari tiba-tiba terlintas di pikiran saat Alan baru saja akan memejamkan mata dan bersandar di pohon Flamboyan. Azan telah berkumandang sejak 10 menit lalu, alih-alih berwudhu dia malah masih duduk-duduk santai di sini.

"Huh!" Perkataan Abah terus terngiang-ngiang di otaknya, membuat Alan akhirnya bangkit berdiri. Dia sudah berusia 19 tahun, sudah dewasa dan sudah seharusnya melaksanakan salat 5 waktu. Dia juga sudah bisa membedakan yang baik dan yang buruk, jadi sepatutnya ketika mendengar azan berkumandang segera salat. Tetapi, Alan bukan laki-laki yang sangat taat. Dia masih dalam proses berusaha untuk taat. Meski kadang Alan merasa sangat malu dengan anak-anak kecil yang dia ajari mengaji sore hari, mereka selalu salat di awal waktu. Alan juga selalu mengingatkan mereka untuk menjalankan salat. Tapi, Alan juga manusia biasa yang kadang-kadang hanya bisa menasihati tanpa menerapkannya pada diri sendiri. Tapi sekali lagi, Alan tidak seburuk itu sampai meninggalkan kewajibannya kepada Tuhan.

Alan masih ingat kata-kata yang selalu Abah bilang. Alan juga selalu ingat dengan pesan Umi. "Kalo kamu mau belajar tanggung jawab, belajar tanggung jawab sama diri kamu sendiri dulu. Kerjakan shalat lima waktu tanpa ada yang bolong. Karena laki-laki itu dinilai dari tanggung jawabnya. Kalo kamu belum bisa jadi pemimpin untuk diri sendiri, lantas mau gimana jadi pemimpin keluarga nantinya?"

Jadi pada akhirnya Alan memutuskan untuk berjalan menuju masjid. Sesaat setelah dia mengantongi handphone dan gulungan kertas yang dia baca beberapa menit lalu, dia melangkahkan kaki berjalan ke tempat wudhu. Namun, baru beberapa langkah, dari arah berlawanan seorang Gadis berkhimar putih berjalan buru-buru melewatinya. Gadis itu sibuk memasukkan buku dengan berjalan tergesa-gesa, sampai-sampai Alan tak punya waktu untuk menyingkir darinya.

'Bruk'

Buku-buku milik Gadis itu menubruk dada Alan, membuat Al-Qur'an dan novel yang ia bawa pun ikut jatuh berceceran.

"Eh, astaghfirullah al adzim," keduanya refleks istighfar dan sama-sama berjongkok mengambil buku masing-masing.

"Maaf banget, Kak. Saya benar-benar nggak liat tadi," ujarnya setelah mereka sama-sama bangkit berdiri dan buku sudah ditangan masing-masing.

Alan mengangguk sembari tersenyum dibalik masker hitamnya.
"Nggak masalah, santai saja."

Gadis itu menatap Alan sekilas sebelum akhirnya dia kembali menunduk. Tidak tahu mengapa, rasanya Alan pernah bertemu dengan Gadis itu sebelumnya. Sayangnya Gadis itu memakai masker putih, membuatnya kesulitan mengingat kapan bertemu.

"Ya sudah, saya permisi," katanya, Alan hanya mengangguk. Alan mengamati punggung Gadis itu yang kian lama kian menjauh. Pikirannya berusaha mengingat-ingat memori tentang Gadis itu. Dan damn!

Alan mengingatnya!

"Cewek itu bukannya yang tadi ikut KSM matematika, ya?" gumamnya, setelah membawa ingatannya pada dua jam lalu. Alan masih jelas ingat, konektor yang digunakan Gadis itu sama dengan perempuan yang ia lihat di ruang KSM, berwarna pink muda. Lalu masker putihnya juga sama, dan ya! Dari matanya juga sama. Tidak mungkin Alan salah orang. Semula Alan ingin mengejar Gadis itu, tetapi Gadis itu sudah terlalu jauh. Lagian dia tidak menemukan kata-kata untuk bertanya mengenai gulungan kertas yang ia simpan. Pada akhirnya Alan memutuskan untuk kembali berjalan, tapi ....

'krek'

Sepatunya seperti menginjak sesuatu.

"Astaghfirullah." Alan langsung menundukkan kepala dan menggeserkan kakinya. Ternyata dia menginjak tasbih.

Tasbih Pengantar Jodoh ( Terbit ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang