"Buat apa sayang sama uang yang nggak bisa dimakan? Lagian uang kan punyanya Allah, Kakak cuman dititipin doang. Masa udah dititipin nggak dikasih ke yang membutuhkan?"
— Maulana Malik Ibrahim
★★★
Rezeki bukan hanya sekadar harta yang berlimpah ruah. Masih bisa makan juga termasuk rezeki. Apalagi disaat anak-anak lain membeli bakso dan mie ayam seharga sepuluh ribu rupiah di kantin, Alan bisa menikmati nasi goreng sekelas cita rasa restoran bintang lima tanpa membayar sepeserpun. Itu nikmat dan rezeki yang patut dia syukuri.
"Widih, enak banget kayaknya makannya sampe lahap gitu," komentar Zidan saat menemukan Alan sedang menikmati nasi goreng di gazebo sekolah sendirian.
"Laper. Tapi emang enak juga," jawab Alan tanpa mengalihkan pandangan dari nasi goreng yang sedang ia santap. Zidan tertawa ringan lantas mendudukkan diri di depan Alan.
"Umi bawain lo bekal lagi?" tanya Zidan.
Alan menelan suapan nasi goreng terakhir sebelum menjawab pertanyaan Zidan.
"Engga. Ini dikasih sama Naima."Zidan mengerutkan keningnya.
"Naima?" Alan mengangguk. "Kenapa Naima ngasih lo bekal?" tanyanya."Bentar." Alan menyedot Aqua seharga lima ratus rupiah hingga menyisakan setengah. Setelah itu baru ia bersuara.
"Jangan suudzon. Naima ngasih bekel ke gue sebagai ucapan terima kasih, karena pas pelantikan IPI di desa Degan sama abis maulid Nabi gue nganterin dia pulang," jelas Alan. Zidan manggut-manggut dengan bibir membulat membentuk huruf O.
"Bukannya itu udah lama ya?"
Alan mengangguk seraya menutup tepak merah muda yang sudah kosong.
"Iya. Pelantikan IPI bulan September, terus maulid nabi bulan Oktober.""Dan Naima baru ngasih makanan sebagai tanda terima kasih pertengahan November." Zidan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak habis pikir gue. Aneh sih ini, aneh!" lanjutnya.
Alan terkekeh mendengar pernyataan laki-laki bermata sipit mirip-mirip keturunan China itu.
"Wajar kali, Dan. Lagian gue nganterin dia bukan ngarep imbalan.""Iya sih. Ngga baik suudzon kan ya? Apalagi Naima sepupu gue sendiri," kata Zidan yang langsung membuat sepasang mata Alan melotot.
"Sepupu?"
Zidan mengangguk. "Iya. Lo nggak tau?"
"Gimana mau tau orang lo ngga pernah cerita," jawab Alan.
Zidan menggaruk-garuk kepalanya yang dilapisi kopiah hitam. Maklum, Zidan itu salah satu laki-laki yang menjunjung tinggi kerapian. Dari atas sampai bawah atributnya lengkap. Pakai kopiah, dasi, jas almamater MAN, celana abu-abu yang tidak ada sedikitpun kerutan, dan sepatu hitam mengilap. Tidak jauh beda dengan Alan. Pemuda itu juga menggunakan atribut lengkap dan selalu tampil rapi setiap hari. Sampai-sampai orang-orang menjuluki dua pemuda itu sebagai kembar tak seiras. Sebab Zidan campuran Tionghoa, sedangkan Alan campuran aceh.
"Iya sih. Tapi kan gue agak mirip-mirip loh sama Naima," tuturnya.
Alan berpikir sejenak, mengingat-ingat wajah Naima. Gadis itu memiliki tubuh yang tinggi dan langsing, warna kulit kuning langsat, hidung mancung, alis kecoklatan dan mata yang tidak sipit tapi tidak juga besar. Definisi cantik alami produk lokal. Sedangkan Zidan, ada campuran darah Tionghoa yang mengalir di tubuhnya. Sebab ibunya keturunan China sedangkan ayahnya keturunan Jawa. Keduanya menikah setelah ibu Zidan memutuskan untuk masuk Islam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Pengantar Jodoh ( Terbit )
Teen FictionTELAH TERBIT DI CV FIRAZ MEDIA PUBLISHER Maulana Malik Ibrahim. Dia kira, dia yang paling terluka. Ternyata selama ini dia yang membuat hati seorang perempuan terluka. Dia kira, dia sudah cukup menghargai perasaan perempuan. Tetapi ternyata, dia ti...